Ketua Forum Komunitas Hijau (FKH) Sulsel Muh Yusran di Makassar, Kamis, mengatakan, fenomena air sungai berbusa itu bukanlah fenomena alam tetapi lebih kepada faktor curah hujan tinggi yang mengakibatkan air dari lembah jatuh ke badan sungai hingga ke aliran sungai.
"Kejadian itu terjadi sejak kemarin (Rabu, 9/2) dan kami bersama rekan-rekan akademisi lainnya turun melihatnya. Fenomena itu bukan pertama kali di Indonesia, di daerah Jawa pernah terjadi juga," ujarnya.
Yusran menjelaskan, fenomena air sungai berbusa merupakan fenomena alam biasa terjadi oleh karena siklus alami turunnya air hujan dari langit, maka mengalirlah air di lembah-lembah menurut ukurannya, dan arus itu membawa buih yang mengambang.
Melalui aliran cepat air sungai dari gunung yang membawa air ke lembah yang menyentuh batu, dan membentuk busa putih seperti air sabun.
Baca juga: Pemkab Bartim persiapkan wisata susur Sungai Sirau
Pada sisi lain, kondisi sungai juga sangat mempengaruhi terhadap kapasitas angkut akibat limpasan langsung dari daerah aliran sungai (DAS).
Kondisi itu kami sebut sebagai fenomena dari karakteristik alur atau curah air ke sungai. Dalam kajian FKH, air berbusa itu adalah hasil pola hubungan hujan, limpasan yang terjadi berdasarkan variasi curah hujan dari hulu DAS Jeneberang.
Sementara itu, tim dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Gowa juga turun langsung melakukan observasi di lokasi tersebut.
Kepala Bidang (Kabid) Tata Lingkungan DLH Kabupaten Gowa Andi Hernawati mengatakan, fenomena aliran sungai berbusa di Kampung Beru, Desa Lonjoboko, Kecamatan Parangloe bukan pencemaran lingkungan.
Baca juga: Banjir landa sejumlah desa di Teweh Timur
Pihaknya tidak menemukan adanya aktivitas apapun di hulu aliran sungai termasuk adanya kegiatan-kegiatan pertanian.
"Di hulu juga tidak ada aktivitas apapun, yang ada hanya kebun masyarakat jadi tidak ada aktivitas lainnya," katanya.
Andi Hernawati menjelaskan, penyebab dari adanya busa di aliran sungai ini karena aktivitas penebangan pohon rambutan yang usianya sudah tua yang dilakukan oleh warga setempat. Menurutnya, serbuk hasil penebangan rambutan jatuh ke aliran air yang mengakibatkan busa.
"Serbuk dari pada hasil penebangan pohon rambutan ini jatuh ke air karena di situ dia tebang dan dibelah untuk dijadikan balok dan papan bahan rumah. Serbuknya itu yang berbusa," ungkapnya.
Bahkan pihaknya juga tadi langsung melakukan ujicoba terhadap serbuk hasil penebangan pohon rambutan dan hasilnya memang berbusa.
"Jadi tidak ada aktivitas yang kita temukan. Satu-satunya yang didapati itu hanya penebangan pohon rambutan besar. Karena di atas lokasi penebangan pohon rambutan airnya normal tidak ada busa," ungkapnya.
Selain itu dirinya bersama Kabid Pencemaran DLH Kabupaten Gowa, Budi Wahyudin Rachman juga melakukan pengecekan parameter lapangan berupa PH dan suhu air dan menurutnya hasilnya normal.
"Kita juga ukur PH airnya dan suhunya normal. PH-nya di 6 dan 7, karena kita uji coba di beberapa titik yang kita ambil. PH air 6 sampai 9 itu normal. Suhunya juga normal sesuai dengan tinjauan lapangan," ucapnya.
Baca juga: Peringatan Hari Pahlawan di Sukamara ditandai tabur bunga di Sungai Jelai
Baca juga: Basarnas nyatakan 11 siswa MTs tewas tenggelam saat susuri sungai
Baca juga: Jasad murid SD Lampeong tenggelam di Sungai Teweh ditemukan