Polisi tutup pabrik pembuatan miras jenis arak jowo
Madiun (ANTARA) - Petugas Kepolisian Resor (Polres) Madiun Kota, Jawa Timur, menutup pabrik industri rumah tangga yang memproduksi minuman keras jenis arak jowo (arjo) di wilayah hukum hukumnya beromzet puluhan juta rupiah per bulan.
Kapolres Madiun Kota AKBP Suryono mengatakan bahwa industri rumah tangga pembuatan arjo tersebut berada di Jalan Sidotopo, Desa Sidomulyo, Kecamatan Sawahan, Kabupaten Madiun.
Pabrik arjo tersebut merupakan rumah milik warga setempat yang disewa oleh S (38) warga Kabupaten Lamongan. Dari pabrik rumahan itu, petugas berhasil mengamankan ribuan liter arjo siap edar.
"Posisi S masih lidik dan buron. Dia merupakan pemilik pabrik itu. Selain S, terdapat empat orang pekerjanya yang sudah kami periksa dan mintai keterangan," kata AKBP Suryono di sela kegiatan penutupan di lokasi pabrik, Jumat.
Menurut dia, S menyewa rumah tersebut sejak sebulan terakhir. Adapun rumah yang digunakan untuk membuat arjo tersebut selama ini kosong sekitar 2 tahunan. Pihak pemilik juga tidak tahu jika rumahnya yang disewakan tersebut digunakan untuk tempat pembuatan arjo.
Pembongkaran produksi minuman keras tersebut diketahui saat petugas Polres Madiun Kota melakukan patroli pada tanggal 24 Mei lalu. Patroli tersebut dalam rangka Operasi Penyakit Masyarakat (Pekat) Semeru 2022, 23 Mei - 3 Juni mendatang.
Selain itu, terbongkarnya keberadaan pabrik minuman keras itu juga merupakan pengembangan atas temuan penjualan arjo di Kecamatan Kartoharjo dan Manguharjo Kota Madiun serta Kecamatan Wungu Kabupaten Madiun beberapa waktu lalu dengan menyita puluhan botol berisi arjo.
Disebutkan pula bahwa empat pekerja yang dimintai keterangan masing-masing berinisial SN (39 tahun) warga Manguharjo Kota Madiun serta DRA (18) dan SEC (23) keduanya warga Wungu Kabupaten Madiun, dan NC (33) warga Sukoharjo, Jawa Tengah.
"Karyawan SN, DRA, dan NC bertugas pada bagian produksi, sedangkan SEC alias Kancil bertugas menjual yang dibantu oleh NC," kata dia.
Dari pembongkaran pabrik minuman keras itu, polisi mengamankan barang bukti 49 jeriken arak jowo siap edar, 23 drum tetes tebu sebagai bahan arjo, dan 6 set peralatan untuk menyuling.
Aktivitas produksi arjo itu, kata AKBP Suryono, berlangsung sekitar sebulan terakhir dengan bahan dasar campuran tetes tebu dan air, kemudian disuling. Pelaku membuat arjo secara autodidak.
Dalam sekali produksi, pabrik baru itu menghasilkan 4 jeriken arjo masing-masing berkapasitas 30 liter. Arjo tersebut selanjutnya diedarkan di Madiun dan Magetan. Setiap jeriken dijual dengan kisaran harga Rp350 ribu sampai Rp370 ribu dengan keuntungan Rp20 juta per bulan.
Kepala Desa Sidomulyo Setiyo Margono mengatakan bahwa pihaknya tak menyangka ada praktik pembuatan minuman keras di wilayahnya.
"Warga sekitar juga tidak menaruh curiga karena tidak tercium bau arak dari luar," kata Setiyo Margono.
Dijelaskan pula bahwa rumah tersebut disewakan selama 1 tahun. Kepada perangkat desa setempat, penyewa mengaku akan membuat pabrik hand sanitizer dan memberdayakan warga sekitar sebagai karyawan.
"Tentunya kami senang dengan rencana itu karena juga mengurangi pengangguran warga. Akan tetapi, tidak tahunya malah jadi pabrik minuman keras," kata dia.
Atas praktik pembuat minuman keras itu, pelaku dijerat lima pasal sekaligus, yakni Pasal 204 ayat (1) KUHP, Pasal 62 juncto Pasal 8 ayat (1) huruf A dan I UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Berikutnya Pasal 140 dan Pasal 142 UU Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan dan Pasal 106 UURI Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan dengan ancaman hukuman pidana penjara bervariasi, mulai 2 hingga 15 tahun.
Kapolres Madiun Kota AKBP Suryono mengatakan bahwa industri rumah tangga pembuatan arjo tersebut berada di Jalan Sidotopo, Desa Sidomulyo, Kecamatan Sawahan, Kabupaten Madiun.
Pabrik arjo tersebut merupakan rumah milik warga setempat yang disewa oleh S (38) warga Kabupaten Lamongan. Dari pabrik rumahan itu, petugas berhasil mengamankan ribuan liter arjo siap edar.
"Posisi S masih lidik dan buron. Dia merupakan pemilik pabrik itu. Selain S, terdapat empat orang pekerjanya yang sudah kami periksa dan mintai keterangan," kata AKBP Suryono di sela kegiatan penutupan di lokasi pabrik, Jumat.
Menurut dia, S menyewa rumah tersebut sejak sebulan terakhir. Adapun rumah yang digunakan untuk membuat arjo tersebut selama ini kosong sekitar 2 tahunan. Pihak pemilik juga tidak tahu jika rumahnya yang disewakan tersebut digunakan untuk tempat pembuatan arjo.
Pembongkaran produksi minuman keras tersebut diketahui saat petugas Polres Madiun Kota melakukan patroli pada tanggal 24 Mei lalu. Patroli tersebut dalam rangka Operasi Penyakit Masyarakat (Pekat) Semeru 2022, 23 Mei - 3 Juni mendatang.
Selain itu, terbongkarnya keberadaan pabrik minuman keras itu juga merupakan pengembangan atas temuan penjualan arjo di Kecamatan Kartoharjo dan Manguharjo Kota Madiun serta Kecamatan Wungu Kabupaten Madiun beberapa waktu lalu dengan menyita puluhan botol berisi arjo.
Disebutkan pula bahwa empat pekerja yang dimintai keterangan masing-masing berinisial SN (39 tahun) warga Manguharjo Kota Madiun serta DRA (18) dan SEC (23) keduanya warga Wungu Kabupaten Madiun, dan NC (33) warga Sukoharjo, Jawa Tengah.
"Karyawan SN, DRA, dan NC bertugas pada bagian produksi, sedangkan SEC alias Kancil bertugas menjual yang dibantu oleh NC," kata dia.
Dari pembongkaran pabrik minuman keras itu, polisi mengamankan barang bukti 49 jeriken arak jowo siap edar, 23 drum tetes tebu sebagai bahan arjo, dan 6 set peralatan untuk menyuling.
Aktivitas produksi arjo itu, kata AKBP Suryono, berlangsung sekitar sebulan terakhir dengan bahan dasar campuran tetes tebu dan air, kemudian disuling. Pelaku membuat arjo secara autodidak.
Dalam sekali produksi, pabrik baru itu menghasilkan 4 jeriken arjo masing-masing berkapasitas 30 liter. Arjo tersebut selanjutnya diedarkan di Madiun dan Magetan. Setiap jeriken dijual dengan kisaran harga Rp350 ribu sampai Rp370 ribu dengan keuntungan Rp20 juta per bulan.
Kepala Desa Sidomulyo Setiyo Margono mengatakan bahwa pihaknya tak menyangka ada praktik pembuatan minuman keras di wilayahnya.
"Warga sekitar juga tidak menaruh curiga karena tidak tercium bau arak dari luar," kata Setiyo Margono.
Dijelaskan pula bahwa rumah tersebut disewakan selama 1 tahun. Kepada perangkat desa setempat, penyewa mengaku akan membuat pabrik hand sanitizer dan memberdayakan warga sekitar sebagai karyawan.
"Tentunya kami senang dengan rencana itu karena juga mengurangi pengangguran warga. Akan tetapi, tidak tahunya malah jadi pabrik minuman keras," kata dia.
Atas praktik pembuat minuman keras itu, pelaku dijerat lima pasal sekaligus, yakni Pasal 204 ayat (1) KUHP, Pasal 62 juncto Pasal 8 ayat (1) huruf A dan I UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Berikutnya Pasal 140 dan Pasal 142 UU Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan dan Pasal 106 UURI Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan dengan ancaman hukuman pidana penjara bervariasi, mulai 2 hingga 15 tahun.