Timnas Israel, Piala Dunia U-20 dan bagaimana sikap Indonesia

id piala dunia u20,israel,sikap indonesia,fifa

Timnas Israel, Piala Dunia U-20 dan bagaimana sikap Indonesia

Ilustrasi - Timnas Israel, Piala Dunia U-20 dan sikap Indonesia. ANTARA/Juns. (ANTARA/Juns)

Jakarta (ANTARA) - Israel yang sebelumnya tak pernah lolos ke Piala Dunia U20 dan Indonesia yang tidak memiliki hubungan diplomatik dengan negara itu, bakal berada dalam momen sama pada Piala Dunia U-20 2023 yang akan digelar dari 20 Mei sampai 11 Juni di Indonesia.

Sejak 1977 di Tunisia sampai terakhir pada 2019 di Polandia, Israel tak pernah lolos ke Piala Dunia U-20. Jadi, ini debut mereka dalam turnamen yang sebaliknya bagi Indonesia menjadi Piala Dunia U-20 keduanya.

Justru ketika turnamen ini diadakan di Indonesia, Israel malah lolos dengan menyandang status runner up Piala Eropa U-19 2022 di bawah Inggris yang menjuarai turnamen itu.

Eropa mendapatkan jatah lima tim pada turnamen sepak bola dua tahunan yang sejak 1997 di Malaysia diikuti oleh 24 tim tersebut. Sepuluh edisi Piala Dunia U-20 sebelum 1997 selalu menyertakan 16 tim dari seluruh dunia.

Tiga tim Eropa lain yang bakal bertanding dalam Piala Dunia U-20 tahun ini adalah Prancis, Italia, dan Slovakia.

Inggris dan Prancis sudah pernah menjuarai Piala Dunia U-20. Dengan demikian, ditambah Brazil yang sudah lima kali menjuarai Piala Dunia U-20, turnamen Piala Dunia U-20 edisi Indonesia ini bakal diikuti tiga mantan juara dunia.

Selama 46 tahun, Eropa dan Amerika Selatan selalu mendominasi ajang ini dengan total 21 kali menjuarainya. Hanya Ghana yang menembus dominasi mereka pada 2009.

Delapan negara Eropa pernah menjuarai turnamen ini dalam sepuluh kesempatan, sedangkan Amerika Selatan melalui Argentina dan Brazil sudah sebelas kali menjuarai turnamen ini.

Dengan enam kali menjadi juara, Argentina menjadi tim yang paling sering menjuarai turnamen ini. Sayang, Argentina tak ikut unjuk gigi di Indonesia karena gagal menjadi salah satu dari empat wakil zona Amerika Selatan yang kali ini diwakili Brazil, Kolombia, Ekuador, dan Uruguay.

Dengan tim-tim semenarik itu, Piala Dunia U-20 2023 menjanjikan suguhan menarik, apalagi ajang ini kerap menjadi kawah candradimuka untuk calon-calon bintang sepak bola dunia, seperti Erling Haaland yang bersinar dalam Piala Dunia U-20 di Ukraina pada 2019.

Namun, Piala Dunia U20 di Indonesia mungkin menjadi turnamen U-20 FIFA yang paling menyita perhatian dunia, karena kehadiran Israel di negara yang tak mengakui keberadaannya.

Sejumlah kalangan di Indonesia sudah menyatakan menolak timnas Israel, bahkan Gubernur Bali I Wayan Koster menyurati Menteri Pemuda dan Olah Raga bahwa Bali enggan menjadi tempat pertandingan-pertandingan Israel selama turnamen itu.


Paling menyita perhatian

Penolakan ini bisa dipahami, sekalipun muatan politiknya sangat kental.

Meskipun demikian, tak perlu alergi dengan politisasi olah raga, apalagi belakangan ini hal seperti itu acap terjadi, termasuk larangan kepada atlet-atlet Rusia dan Belarus mengikuti turnamen-turnamen olah raga akibat invasi Rusia ke Ukraina tahun lalu.

Tetapi, hampir tak ada satu negara yang berinisiatif memboikot atlet-atlet Rusia, kecuali melalui rekomendasi dan keputusan badan-badan olah raga dunia.

Inggris memang pernah melarang petenis-petenis Rusia dan Belarus beraksi dalam Wimbledon 2022, tapi ini karena Inggris menjadi penyelenggara turnamen Grand Slam itu yang berbeda dari Piala Dunia U-20 2023 yang meskipun diadakan di Indonesia, penyelenggaranya adalah FIFA.

Dalam kata lain, Piala Dunia U-20 2023 adalah turnamen FIFA, bukan turnamen yang dikelola Indonesia.

Untuk itu, Indonesia tak bisa meminta Israel tidak mengikuti turnamen ini. FIFA juga bakal bergeming kepada keputusannya dalam mengikutkan negara ini, karena memang lolos dari sistem kompetisi yang benar dan diakui FIFA.

Jika pun Indonesia memilih mundur menjadi tuan rumah Piala Dunia U-20 karena persoalan pelik menyangkut Israel ini, maka itu bisa menjadi bumerang karena Indonesia mungkin bakal kesulitan mendapatkan lagi kepercayaan dari FIFA, padahal Indonesia berencana menjadi tuan rumah Piala Dunia FIFA suatu saat nanti.

Pemunduran yang terjadi karena persoalan politik juga bisa menjadi bahan perhatian badan-badan olah raga dunia lainnya, termasuk badan bulu tangkis dunia dan Komite Olimpiade Internasional (IOC).

Padahal Indonesia memiliki rencana besar menjadi tuan rumah Olimpiade 2036.

Sungguh tak terbayangkan jika Indonesia tak bisa bermimpi menjadi tuan rumah Olimpiade atau turnamen-turnamen olah raga akbar global lainnya, gara-gara persoalan yang dihadapi saat ini.

Ajang-ajang seperti Olimpiade dan Piala Dunia FIFA sendiri bukan sekadar panggung olah raga, tetapi juga panggung prestise nasional bagi sebuah negara yang berusaha mencapai tingkat lebih tinggi dalam pergaulan internasional.

Olimpiade 2036 sendiri menjadi impian Arab Saudi dan Qatar yang sama dengan Indonesia, tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Israel.

Setelah sukses menggelar Piala Dunia 2022, Qatar berniat mencalonkan diri menjadi tuan rumah Olimpiade 2036, termasuk dengan opsi menggandeng Arab Saudi. Saudi sendiri tak mengesampingkan kesempatan itu.

"Pastinya Olimpiade adalah tujuan terakhir kami. Kami terbuka untuk itu," kata Menteri Olah Raga Arab Saudi Pangeran Abdulaziz bin Turki Al-Faisal, pada 22 Agustus 2022.

Bayangkan Arab Saudi dan Qatar menjadi tuan rumah ajang olah raga global yang pasti menghadirkan atlet-atlet seluruh dunia tanpa kecuali, termasuk atlet-atlet Israel.


Komitmen kepada FIFA

Politisasi olah raga memang tak selalu buruk karena dalam beberapa sisi bisa membantu menekan pihak-pihak yang menyalahi kepatutan dalam tata hubungan internasional.

Namun politisasi itu seharusnya tak merusak kemuliaan kompetisi olah raga yang berperan sebagai media yang menyatukan segala perbedaan antar manusia, walau hanya sementara.

Jika semua hal dipolitisasi, dunia bisa kehilangan tempat yang bisa memupus perbedaan, yang selama ini diperankan oleh olah raga.

Ide membuat turnamen-turnamen olah raga, mulai Olimpiade sampai turnamen regional pun dilatarbelakangi oleh semangat menyatukan pihak-pihak yang berbeda, bukan untuk semakin memisahkan yang sudah berbeda.

Meskipun demikian, bukan berarti suara-suara yang menolak Israel mesti dibungkam. Namun juga harus dipahami bahwa pemerintah Indonesia dan otoritas olahraga nasional, terikat kepada konsensus-konsensus olah raga global yang dalam sepak bola diwadahi oleh FIFA.

Dalam kerangka ini, adalah kewajiban Indonesia untuk mewujudkan turnamen ini sampai tuntas.

Jika akhirnya Piala Dunia U-20 2023 menjadi turnamen U-20 terpanas yang pernah ada, sisi baiknya adalah Indonesia dan turnamen itu menjadi mendapatkan perhatian luas dari dunia.

Keadaan ini justru menciptakan panggung bagi rakyat Indonesia untuk menunjukkan dukungan kepada Palestina, seperti dilakukan suporter negara-negara Arab yang mengikuti Piala Dunia 2022 di Qatar akhir tahun lalu.

Di sisi lain, dinamika ini menjadi tantangan bagi pemerintah dan otoritas olahraga Indonesia dalam meyakinkan dunia bahwa Indonesia mampu memberikan jaminan keamanan kepada siapa pun yang berkompetisi di sini, termasuk terhindar dari kemungkinan tindakan-tindakan lebih dari sekadar unjuk rasa.

Ketika jaminan itu diwujudkan, maka itu pun bukan demi Israel, melainkan demi komitmen Indonesia kepada FIFA yang telah mempercayai negeri ini menggelar salah satu turnamen yang dikelola badan sepak bola dunia tersebut.

Lagi pula, turnamen Piala Dunia U-20 yang berjalan tuntas, tak akan pernah memudarkan dukungan total Indonesia kepada Palestina.