Jaksa beberkan aliran dana kasus suap pengurusan KTP bagi WNA Suriah di Denpasar

id kasus suap pengurusan KTP,WNA Suriah,Denpasar,Kalteng,Kejaksaan Negeri Denpasar ,Bali

Jaksa beberkan aliran dana kasus suap pengurusan KTP bagi WNA Suriah di Denpasar

Ilustrasi - ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya/nym/pri.

Denpasar (ANTARA) - Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Denpasar membeberkan aliran dana kasus pengurusan KTP, Kartu Keluarga serta akta kelahiran bagi warga negara Suriah Mohammad Nizar Zghaib (32) menjadi warga Kota Denpasar, Bali dalam sidang di Pengadilan Negeri Denpasar, Selasa.
 
JPU Kejari Denpasar Rudy Hartono dalam dakwaannya menyatakan bahwa untuk pembuatan Kartu Keluarga, akta kelahiran dan Kartu Tanda Penduduk (KTP) Indonesia atas nama Agung Nizar Santoso tersebut, terdakwa Mohammad Nizar Zghaib telah membayar total uang sebesar Rp15.500.000.
 
Di hadapan Majelis Hakim yang dipimpin oleh Agus Akhyudi, Rudy Hartono yang juga menjabat sebagai Ketua Pengadilan Negeri Denpasar menyatakan pada Senin 5 September 2022 sekitar Pukul 19.00 Wita, bertempat di sekitar Rumah Makan Doubel Bee di Jalan Diponegoro Denpasar, terdakwa menyerahkan uang tunai sebesar Rp8 juta kepada Patari Nur Pujud (anggota TNI yang dilakukan penyidikan dan penuntutan tersendiri).
 
Pada tanggal 23 September 2022 sekitar pukul 21.28 Wita, terdakwa kembali melakukan transfer dengan metode BI Fast dari rekening Bank BCA atas nama Agubg Nizar ke rekening Bank BRI atas nama Patari Nur Pujud dengan jumlah Rp4 juta.
 
Selanjutnya kata Rudy, pada tanggal 26 September 2022 sekitar pukul 23.19 Wita, terdakwa melakukan transfer dengan metode BI Fast dari rekening Bank BCA atas nama Agung Nizar ke rekening Bank BRI Patari Nur Pujud sebesar Rp500.000.
 
Setelah itu, sekitar bulan September tahun 2022 bertempat di sekitar Rumah Sakit Umum Angkatan Darat (RSAD) Jalan PB. Sudirman Kota Denpasar, terdakwa menyerahkan uang tunai sebesar Rp3 juta kepada Patari Nur Pujud.
 
Keterlibatan anggota TNI, Patari Nur Pujud dalam kasus tersebut pun pertama kali dihubungi oleh Nur Kasinayati Marsudiono (berkas perkara tersendiri) yang dikenali oleh terdakwa.
 
Dalam dakwaan tersebut Rudy Hartono juga mengungkap motif terdakwa untuk membuat identitas palsu karena terdakwa ingin mengajukan permohonan pembukaan Rekening Bank di Bank Permata KCP Sunset Road Jalan Sunset Road, Kecamatan Kuta Kabupaten Badung. Namun, permintaan tersebut ditolak oleh pihak Bank Permata dengan alasan terdakwa tidak memiliki Kartu Izin Tinggal Tetap (KITAP) sebagai salah satu syarat pembukaan Rekening Bank bagi WNA dan negara Syria termasuk dalam Negara Beresiko Tinggi (Hight Risk Countries).
 
Setelah itu, lanjut Rudy, sekitar Agustus 2022 terdakwa bertemu dengan Nur Kasinayati Marsudiono untuk menanyakan mekanisme membeli property atau berinvestasi bisnis di Indonesia dan Nur menyarankan terdakwa memiliki identitas berupa Kartu Tanda Penduduk (KTP) Indonesia dan uang yang cukup.
 
Terdakwa pun meminta bantuan kepada Nur untuk mencarikan orang yang bisa membantu membuat Rekening Bank. Pada saat itu, Nur menyanggupinya dan pada September 2022, Nur menghubungi Patari Nur Pujud dan dia pun menyanggupinya meskipun tahu bahwa terdakwa adalah orang asing.
 
Masih pada September 2022, Patari melalui Handphone menghubungi dan meminta bantuan I Ketut Sudana alias Rene (berkas perkara terpisah) untuk membuat Kartu Keluarga, Akta Kelahiran dan Kartu Tanda Penduduk (KTP) Indonesia bagi terdakwa.
 
I Ketut Sudana merupakan seorang tenaga honorer atau kontrak pada Kantor Kecamatan Denpasar Utara yang berperan sebagai orang yang mengatur verifikasi, pengambilan data dan foto pada saat di kantor Dinas Pendudukan dan Catatan Sipil kota Denpasar, Bali.
 
I Ketut Sudana pun meminta terdakwa melakukan cek iris mata di Kantor Catatan Sipil Kota Denpasar sebagai syarat pembuatan Kartu Tanda Penduduk Indonesia dengan menyediakan uang sebesar Rp17 juta dengan catatan Rp2 juta diserahkan sebagai uang muka. Terdakwa pun disuruh untuk mencari nama Indonesia.
 
Masih pada bulan September 2022, terdakwa melakukan cek iris mata di Kantor Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Denpasar dengan menggunakan nama Agung Nizar Santoso diantar oleh Nur Kasinayati Marsudiono dan Patari Nur Pujud atas arahan dari I Ketut Sudana.
 
Setelah dokumen tersebut jadi, terdakwa memberikan uang Rp15 juta untuk pembuatan kartu identitas tersebut. Setelah itu, I Ketut Sudana meminta biaya pembuatan Kartu Keluarga, Akta Kelahiran dan Kartu Tanda Penduduk (KTP) Indonesia sebesar Rp17.500.000 dimana uang sebesar Rp1 juta akan diserahkan kepada I Wayan Sunaryo selaku Kepala Dusun Banjar Kangin Sidakarya Denpasar.
 
Kemudian, setelah menerima uang I Wayan Sunaryo mengisi data kependudukan palsu/ tidak benar/ tidak sesuai dengan kenyataanya atas nama Agung Nizar Santoso di Formulir Biodata Keluarga (F1.01), Formulir Pendaftaran Peristiwa Kependudukan (F1.02), Surat Pernyatan Tidak Memiliki Dokumen Kependudukan (F1.04), Surat Pernyataan Perubahan Elemen Data Kependudukan (F1.06), Biodata Penduduk di Wilayah NKRI dan WNI di Luar Wilayah NKRI (F1.08).

Selain itu, Formulir Pelaporan Pencatatan Sipil Didalam Wilayah NKRI (F.2.01), Surat Penyataan Tanggung Jawab Mutlak (SPTJM) Kebenaran Sebagai Pasangan Suami Istri (F.2.04), Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak (SPTJM) Kebenaran Data Kelahiran, Surat Keterangan Pengganti Tanda Identitas dan Surat Pengantar dari Kepala Dusun Banjar Kangin Desa Sidakarya Denpasar mengetahui Prebekel/Kepala Desa Sidakarya Denpasar. Setelah itu I Wayan Sunaryo mengupload data tersebut ke aplikasi TARINGDUKCAPIL Kota Denpasar.
 
Dengan demikian, JPU menyatakan bahwa terdakwa Mohammad Nizar Zghaib bersama-sama dengan Nur Kasinayati Marsudiono, I Ketut Sudana dan Patari Nur Pujud melakukan suap terhadap I Wayan Sunaryo.
 
"Berdasarkan Pasal 35 Ayat (1), Ayat (2) Undang-Undang RI Nomor 46 Tahun 2009 Tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, sebagai orang yang melakukan atau yang turut serta melakukan perbuatan, yaitu telah memberi atau menjanjikan sesuatu kepada Pegawai Negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya," kata Rudy Hartono.
 
Karena itu, terdakwa Mohammad Nizar Zghaib diancam pidana dalam Pasal 5 Ayat (1) huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP dan Kedua, Pasal 5 ayat (1) huruf b UU Tipikor jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP atau Pasal 5 ayat (2) UU No. 20 Tahun 2001 juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP.
 
Setelah pembacaan surat dakwaan, Hakim memerintahkan penasihat hukum terdakwa agar menerjemahkan dakwaan dalam bahasa Inggris agar dimengerti oleh terdakwa Nizar Zghaib Santoso. Selama persidangan berlangsung terdakwa duduk didampingi oleh seorang penerjemah.
 
Setelah itu, hakim menutup persidangan dan memutuskan sidang dilanjutkan pada Selasa 6 Juni 2023 dengan agenda pembelaan terdakwa.
 
Hakim juga memerintahkan terdakwa tetap dalam tahanan.