Krisis literasi di Kotim juga terjadi pada kalangan pendidik
Sampit (ANTARA) - Dinas Pendidikan (Disdik) Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), Kalimantan Tengah mengungkap Kotim tengah mengalami krisis literasi yang terjadi bukan hanya di kalangan anak-anak atau pelajar tapi juga orang dewasa, bahkan tenaga pendidik.
“Budaya literasi di kalangan peserta didik saat ini dalam kondisi mengkhawatirkan, bahkan hal yang memprihatinkan ini juga terjadi kalangan orang dewasa bahkan kita selaku pendidik,” kata Kasubag Umum dan Kepegawaian Disdik Kotim Prapti Budi Astuti di Sampit.
Prapti menjelaskan, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) literasi adalah kemampuan menulis atau membaca. Secara luasnya literasi merupakan sebuah kegiatan untuk membudidayakan gerakan menulis atau membaca untuk mendapatkan informasi atau pengetahuan yang terdapat di dalamnya.
Di negara Indonesia, literasi sudah menjadi budaya, apalagi di bidang pendidikan. Mengaplikasikan budaya literasi ini pada jenjang pendidikan mulai dari Sekolah Dasar (SD) hingga Sekolah Menengah Atas (SMA).
Namun, pada kenyataannya budaya literasi di tengah masyarakat, khususnya peserta didik saat ini dalam kondisi yang mengkhawatirkan.
Prapti pun menceritakan pengalamannya ketika mensosialisasikan sistem cuti online ke sekolah-sekolah ada banyak guru yang ternyata baru tau bahwa mereka memiliki hak cuti, bahkan ada yang bertanya jika peraturan cuti untuk guru baru dibuat.
“Hal ini menunjukkan bahwa guru tersebut kurang literasi, karena peraturan terkait cuti ASN khususnya guru bisa dicari dan dibaca di internet. Ini juga membuktikan bahwa kurangnya literasi bisa merugikan diri sendiri,” sebutnya.
Kondisi ini juga menunjukkan bahkan krisis literasi tidak hanya terjadi pada peserta didik tapi juga orang dewasa, sehingga perlu untuk meningkatkan budaya literasi supaya bisa terus berkembang.
Baca juga: Kotim perlu tambahan pengawas sekolah
Ia melanjutkan, rendahnya minat baca membuat peserta didik sering kali tidak menghiraukan adanya budaya literasi. Oleh sebab itu, budaya literasi harus dimasukkan ke dalam proses pembelajaran. Sebab, hal ini dinilai mampu membantu peserta didik dalam meningkatkan pengetahuannya.
Kondisi mengkhawatirkan dari rendahnya minat baca masyarakat Indonesia, terutama di kalangan peserta didik juga dampak dari minimnya buku-buku bacaan yang disediakan oleh pemerintah. Sehingga, permasalahan ini perlu ada solusi atau tindak perbaikan untuk membangkitkan kembali budaya literasi.
“Budaya literasi sangat erat kaitannya dengan membaca karya sastra atau buku. Hal ini sejalan dengan tujuan utama Kurikulum Merdeka Belajar pada pendidikan anak usia dini, dasar dan menengah,” imbuhnya.
Kemampuan literasi lebih dari sekadar bisa membaca tetapi mampu mengolah informasi dan memahami makna yang terkandung dalam suatu teks. Kemampuan ini sangat diperlukan oleh anak-anak dalam tahapan pembelajaran dan menjadi bekal yang sangat berguna untuk kehidupan sekolah menyelesaikan pendidikan formal.
Penguatan sastra dalam upaya peningkatan literasi di sekolah merupakan bagian dari implementasi Kurikulum Merdeka Belajar.
Hal ini sebagai upaya untuk membangun kompetensi dan karakter murid bukan hanya membaca tetapi juga daya nalar dan empati sehingga berdampak pada terwujudnya generasi berkarakter profil pelajar pancasila serta meningkatkan kreatifitas guru dan imajinasi murid.
“Untuk itu perlu kepedulian bersama untuk membangkitkan budaya literasi di Kotim. Salah satunya melalui seminar meningkatkan literasi yang dilaksanakan di Bapperida Kotim belum lama ini. Kami berharap kegiatan serupa kedepannya bisa lebih digalakkan,” demikian Prapti.
Baca juga: Disdik catat 201 guru di Kotim menjadi guru penggerak
Baca juga: Disdik Kotim gelar festival panen hasil belajar CGP angkatan 10
Baca juga: Disdik Kotim selektif terkait izin pinjam pakai rumah dinas guru
“Budaya literasi di kalangan peserta didik saat ini dalam kondisi mengkhawatirkan, bahkan hal yang memprihatinkan ini juga terjadi kalangan orang dewasa bahkan kita selaku pendidik,” kata Kasubag Umum dan Kepegawaian Disdik Kotim Prapti Budi Astuti di Sampit.
Prapti menjelaskan, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) literasi adalah kemampuan menulis atau membaca. Secara luasnya literasi merupakan sebuah kegiatan untuk membudidayakan gerakan menulis atau membaca untuk mendapatkan informasi atau pengetahuan yang terdapat di dalamnya.
Di negara Indonesia, literasi sudah menjadi budaya, apalagi di bidang pendidikan. Mengaplikasikan budaya literasi ini pada jenjang pendidikan mulai dari Sekolah Dasar (SD) hingga Sekolah Menengah Atas (SMA).
Namun, pada kenyataannya budaya literasi di tengah masyarakat, khususnya peserta didik saat ini dalam kondisi yang mengkhawatirkan.
Prapti pun menceritakan pengalamannya ketika mensosialisasikan sistem cuti online ke sekolah-sekolah ada banyak guru yang ternyata baru tau bahwa mereka memiliki hak cuti, bahkan ada yang bertanya jika peraturan cuti untuk guru baru dibuat.
“Hal ini menunjukkan bahwa guru tersebut kurang literasi, karena peraturan terkait cuti ASN khususnya guru bisa dicari dan dibaca di internet. Ini juga membuktikan bahwa kurangnya literasi bisa merugikan diri sendiri,” sebutnya.
Kondisi ini juga menunjukkan bahkan krisis literasi tidak hanya terjadi pada peserta didik tapi juga orang dewasa, sehingga perlu untuk meningkatkan budaya literasi supaya bisa terus berkembang.
Baca juga: Kotim perlu tambahan pengawas sekolah
Ia melanjutkan, rendahnya minat baca membuat peserta didik sering kali tidak menghiraukan adanya budaya literasi. Oleh sebab itu, budaya literasi harus dimasukkan ke dalam proses pembelajaran. Sebab, hal ini dinilai mampu membantu peserta didik dalam meningkatkan pengetahuannya.
Kondisi mengkhawatirkan dari rendahnya minat baca masyarakat Indonesia, terutama di kalangan peserta didik juga dampak dari minimnya buku-buku bacaan yang disediakan oleh pemerintah. Sehingga, permasalahan ini perlu ada solusi atau tindak perbaikan untuk membangkitkan kembali budaya literasi.
“Budaya literasi sangat erat kaitannya dengan membaca karya sastra atau buku. Hal ini sejalan dengan tujuan utama Kurikulum Merdeka Belajar pada pendidikan anak usia dini, dasar dan menengah,” imbuhnya.
Kemampuan literasi lebih dari sekadar bisa membaca tetapi mampu mengolah informasi dan memahami makna yang terkandung dalam suatu teks. Kemampuan ini sangat diperlukan oleh anak-anak dalam tahapan pembelajaran dan menjadi bekal yang sangat berguna untuk kehidupan sekolah menyelesaikan pendidikan formal.
Penguatan sastra dalam upaya peningkatan literasi di sekolah merupakan bagian dari implementasi Kurikulum Merdeka Belajar.
Hal ini sebagai upaya untuk membangun kompetensi dan karakter murid bukan hanya membaca tetapi juga daya nalar dan empati sehingga berdampak pada terwujudnya generasi berkarakter profil pelajar pancasila serta meningkatkan kreatifitas guru dan imajinasi murid.
“Untuk itu perlu kepedulian bersama untuk membangkitkan budaya literasi di Kotim. Salah satunya melalui seminar meningkatkan literasi yang dilaksanakan di Bapperida Kotim belum lama ini. Kami berharap kegiatan serupa kedepannya bisa lebih digalakkan,” demikian Prapti.
Baca juga: Disdik catat 201 guru di Kotim menjadi guru penggerak
Baca juga: Disdik Kotim gelar festival panen hasil belajar CGP angkatan 10
Baca juga: Disdik Kotim selektif terkait izin pinjam pakai rumah dinas guru