Sampit (ANTARA) - Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), Kalimantan Tengah melalui Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) membongkar stan berupa rangka besi baliho atau reklame ilegal dalam rangka menyelenggarakan ketertiban dan menjaga keindahan kota.
“Kami bersama instansi terkait melakukan pembongkaran stan baliho, dimana sebelumnya pelaku usaha yang bersangkutan sudah diberikan teguran dan peringatan tetapi tidak diindahkan,” kata Kepala Bidang Penegakan Perundang - undangan Daerah Satpol PP Kotim Sugeng Riyanto di Sampit, Kamis.
Penertiban stan baliho ini bekerjasama dengan pihak ketiga. Pihaknya membongkar paksa stan baliho berkonstruksi besi permanen yang berlokasi di Jalan Pelita dan Jalan DI Panjaitan simpang tiga traffic light.
Sugeng menjelaskan, stan baliho berukuran 4x6 meter ini dinyatakan ilegal karena tidak memiliki izin, selain itu pelaku usaha juga tidak membayar pajak dan pembangunannya tidak sesuai dengan standar konstruksi yang dipersyaratkan dalam peraturan daerah.
Pembongkaran stan baliho ini dilakukan setelah melalui proses panjang. Sebelumnya Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) selaku instansi yang berwenang atas perizinan telah memberikan surat teguran kepada pelaku usaha yang memasang stan baliho tanpa izin namun tidak dihiraukan.
Kemudian, Satpol PP Kotim juga telah melayangkan tiga kali surat peringatan dan tak juga dihiraukan hingga akhirnya terbit surat perintah dari Bupati Kotim untuk melakukan pembongkaran terhadap stan baliho ilegal tersebut.
“Jadi kami sudah mencoba untuk koordinasi dengan pelaku usaha agar mereka bisa membongkar sendiri, tetapi tetap tidak diindahkan oleh mereka, sehingga Satpol PP yang membongkar stan baliho tersebut,” ujarnya.
Baca juga: Deteksi dini narkoba, ratusan pelajar di Kotim dites urine
Sugeng melanjutkan, bukan hanya terkait pelanggaran izin stan baliho itu dipasang tidak sesuai standar konstruksi, bahkan pelaku usaha tidak memiliki gambaran konstruksi dari stan baliho itu.
Berdasarkan hasil inspeksi lapangan, pihaknya mendapati stan baliho itu langsung dipasang satu hari dari pengecoran pondasi, sedangkan secara teknis tiang besi dengan pondasi beton butuh waktu 28 hari baru boleh dipasang untuk memastikan pondasi sudah kering.
“Dari hasil rapat bersama dinas teknis hal seperti itu tidak diperbolehkan. Kami takutnya nanti kalau itu roboh dan menimpa pengguna jalan maka akan berbahaya, sedangkan dinas teknis tidak mendapatkan gambar konstruksinya,” ucapnya.
Sugeng menambahkan, pada dasarnya pemerintah daerah tidak melarang pelaku usaha untuk memasang stan baliho, karena itu juga menjadi salah satu peluang untuk menambah pendapatan asli daerah (PAD), bahkan pelaku usaha di Kotim diajak untuk bersama-sama menaikkan PAD.
Namun yang perlu diperhatikan oleh pelaku usaha adalah sebelum membangun stan baliho wajib untuk mengurus perizinan terlebih dahulu. Karena proses penerbitan izin ini bukan hanya sekadar administratif atau di atas kertas tetapi juga ada kajian lapangan.
Dinas teknis akan turun ke lapangan untuk melakukan survei dan memastikan beberapa indikator terkait pemasangan stan baliho telah terpenuhi dan layak, setelah itu baru surat izin bisa diterbitkan.
“Pemerintah tidak melarang pemasangan stan baliho sepanjang memenuhi ketentuan yang berlaku, karena sektor ini juga menjadi sumber PAD. Jadi, silakan saja kalau pelaku usaha mau memasang asalkan sudah diselesaikan izinnya,” demikian Sugeng.
Baca juga: Dua daerah berminat jadi tuan rumah Porprov Kalteng
Baca juga: Legislator Murung Raya salurkan usulan tiga rumah ibadah di Olung Hanangan
Baca juga: Legislator Murung Raya salurkan usulan tiga rumah ibadah di Olung Hanangan