Palangka Raya (ANTARA) - Program transmigrasi di Kalimantan Tengah (Kalteng) telah lama menjadi salah satu kebijakan strategis pemerintah Indonesia untuk mengatasi kepadatan penduduk di pulau Jawa, sekaligus mendorong pembangunan di wilayah-wilayah terpencil.
Dengan potensi sumber daya alam yang melimpah, seperti lahan luas dan kekayaan hutan, Kalteng menjadi destinasi utama transmigrasi sejak era Orde Baru. Namun, setelah puluhan tahun berjalan, pertanyaan mendasar muncul apakah transmigrasi benar-benar menjadi jalan menuju pemerataan ekonomi dan sosial, atau justru memicu ketimpangan baru di tengah masyarakat Kalteng? Jalan Menuju Pemerataan Transmigrasi di Kalteng pada awalnya dirancang untuk menciptakan keseimbangan pembangunan antara wilayah pusat dan periferi.
Dengan memindahkan penduduk dari daerah padat seperti Jawa dan Bali ke Kalteng, pemerintah berharap dapat mengurangi tekanan demografis, membuka lahan pertanian baru, dan meningkatkan kesejahteraan transmigran melalui pemberian lahan, rumah, dan fasilitas dasar.
Di Kalteng, program ini berhasil membuka wilayah-wilayah seperti Palangka Raya, Kapuas, dan Pulang Pisau menjadi kawasan produktif, khususnya dalam sektor pertanian dan perkebunan. Data menunjukkan bahwa hingga tahun 2020, ribuan keluarga transmigran telah menetap dan berkontribusi pada perekonomian lokal, di sektor pertanian dengan komoditas seperti padi, kelapa sawit yang menjadi tulang punggung ekonomi daerah.
Keberhasilan ini juga terlihat dari peningkatan akses infrastruktur di wilayah transmigrasi. Pembangunan jalan, sekolah, dan puskesmas di kawasan transmigrasi telah meningkatkan kualitas hidup masyarakat, baik transmigran maupun penduduk lokal.
Selain itu, interaksi budaya antara transmigran dan masyarakat asli Dayak mulai menunjukkan adanya harmonisasi, dengan munculnya komunitas multikultural yang saling mendukung.
Dalam konteks ini, transmigrasi tampak sebagai katalis pemerataan, membawa angin segar bagi pembangunan wilayah terpencil. Pemicu ketimpangan baru namun, di balik capaian tersebut, transmigrasi di Kalteng juga menuai kritik keras baik pro maupun kontra hingga memunculkan ketimpangan sosial dan ekonomi.

Menimbang Dua Sisi
Transmigrasi di Kalteng bagaikan pedang bermata dua. Di satu sisi, program ini telah membawa kemajuan ekonomi dan infrastruktur, membuka peluang baru bagi ribuan keluarga transmigran, dan mendukung visi pemerataan pembangunan nasional.
Namun, di sisi lain, kurangnya sensitivitas terhadap hak-hak masyarakat adat, ketimpangan akses sumber daya, dan dampak lingkungan telah menciptakan ketimpangan baru yang sulit diabaikan.
Keberlanjutan program ini bergantung pada kemampuan pemerintah untuk menyeimbangkan kepentingan transmigran dan masyarakat lokal, dengan memastikan keadilan dalam pengelolaan lahan, pemberdayaan ekonomi yang inklusif, dan pelestarian lingkungan.
Baca juga: Desa Rangda jadi fokus program transmigrasi nasional di Kobar
Sebelumnya, Kepala Dinas Transmigrasi dan Tenaga Kerja (Distransnaker) Kabupaten Kapuas, Kalteng, Salman melalui, Sekretaris Teguh Setio Utomo, menyatakan masih menunggu petunjuk lebih lanjut terkait pelaksanaan program transmigrasi nasional.
“Hingga sampai saat ini, kami belum ada menerima laporan salah satu tujuan dari program transmigrasi nasional,” kata Teguh Setio Utomo di Kuala Kapuas, Jumat.
Menurutnya, saat ini tengah berjalan yaitu program transmigrasi Patriot yang merupakan program unggulan Kementerian Transmigrasi.
Terkait dengan adanya tiga kabupaten di Provinsi Kalimantan Tengah yang menjadi lokasi pelaksanaan program transmigrasi nasional, salah satunya di Kabupaten Kapuas, Teguh mengaku sangat mendukung apa yang menjadi program prioritas pemerintah pusat.
Baca juga: Kapuas tunggu petunjuk pelaksanaan transmigrasi nasional
“Tentunya apapun yang menjadi program pemerintah pusat, kami sangat menyambut baik serta mendukung semua program-program tersebut, dan akan kami jalankan. Termasuk program transmigrasi Patriot,” ujarnya.
Selanjutnya, Bupati Sukamara, Kalteng, Masduki, mengatakan bahwa Sukamara mendapatkan kuota sebanyak 290 kepala keluarga untuk transmigrasi di Desa Pulau Nibung dan Desa Sungai Baru, Kecamatan Kuala Jelai.
“Sebelumnya, kuota kita 90 kepala keluarga saja. Alhamdulillah, setelah bertemu langsung dengan Bapak Menteri Transmigrasi, sehingga kuota untuk Sukamara bertambah menjadi 290 kepala keluarga,” kata Masduki belum lama ini.
Menurutnya, 90 kepala keluarga transmigrasi tersebut merupakan sisa daya tampung (SDT) SP 1 di Desa Pulau Nibung. Dan penambahan kuota transmigrasi sebanyak 200 kepala keluarga untuk SP2 di Desa Sungai Baru.
Baca juga: Transmigrasi di Sukamara jadi pendorong pertumbuhan ekonomi
“Kita tentunya sangat berharap dengan adanya transmigrasi ini selain menambah jumlah penduduk, juga mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang ada di wilayah ini,” harap Masduki.
Kepala Disnakertrans Sukamara, Wariyanto, menyampaikan bahwa saat ini pihaknya masih melakukan pendataan dan seleksi terhadap warga lokal yang ikut dalam program transmigrasi di SDT SP1 Pulau Nibung yang ada di wilayah setempat.
“Dari SDT SP1 sebanyak 90 kepala keluarga sudah dilakukan pendataan dan verifikasi bagi warga lokal yang akan menjadi warga transmigrasi. Sebab, dari jumlah kuota yang ada akan diambil sebanyak 40 persen untuk warga lokal dan 60 persen warga pendatang,” ungkapnya.
Sementara itu, untuk lahan transmigrasi di SP2 Sungai Baru masih menunggu hasil kadaster dari pihak BPN Sukamara yang nantinya digunakan sebagai lahan bagi warga transmigrasi dengan jumlah 200 kepala keluarga.
Baca juga: DPRD Kapuas dukung program transmigrasi lokal bantu warga terdampak banjir
Selanjutnya, Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Barat (Kobar), Kalteng, menjadi salah satu kabupaten yang terpilih menjadi tujuan dalam program Transmigrasi Nasional Indonesia yakni di Desa Rangda.
Nama transmigrasi di Kotawaringin Barat tersebut yaitu Arut Selatan - Kotawaringin Lama (Arsel-Kolam), kata Pelaksana Tugas Kepala Dinas Transmigrasi melalui Bidang Penelaah Teknis Kebijakan Hendrajaya Eka Putra di Pangkalan Bun, Senin.
"Sesuai dengan studi kajian kita tahun 2018 itu terdapat lima desa yang di rekomendasikan diantaranya Desa Rangda, Desa Tanjung Putri, Desa Rungun, Desa Kondang dan Desa Lalang. Namun yang menjadi fokus kita saat ini Desa Rangda," katanya.
Desa Rangda merupakan transmigrasi pola pugar yang apabila berhasil maka akan menjadi desa percontohan di Indonesia. Untuk transmigrasi pola pugar tersebut yang berati desa yang sudah ada akan dilakukan penataan ulang.
Dia menjelaskan, alasan pihaknya di tahun 2025 ini memfokuskan pada Desa Rangda. Karena lokasi desa tersebut terlepas dari kawasan hutan.
Serta Kabupaten Kobar di tahun 2025 sampai 2029 mendatang, masuk dalam kawasan prioritas pembangunan yang masuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN).
Transmigrasi di Kalteng memiliki potensi besar sebagai jalan menuju pemerataan, namun tanpa perbaikan mendasar dalam perencanaan dan pelaksanaannya, program ini berisiko menjadi pemicu ketimpangan yang justru memperlebar kesenjangan sosial dan ekonomi.
Diperlukan pendekatan yang lebih inklusif, transparan, dan berkelanjutan untuk memastikan bahwa transmigrasi tidak hanya menjadi solusi bagi satu kelompok, tetapi juga membawa kesejahteraan bagi seluruh masyarakat Kalteng, baik transmigran maupun penduduk asli.
Dengan demikian, transmigrasi dapat benar-benar menjadi jembatan menuju pemerataan, bukan jurang yang memisahkan.
Baca juga: DPRD Kotim ingatkan pogram transmigrasi jangan sampai menimbulkan kecemburuan sosial
Sebelumnya, pemerintah pusat melalui Kementerian Transmigrasi, memprioritaskan tiga kabupaten di Kalteng, menjadi tujuan program transmigrasi nasional, yakni Kabupaten Kotawaringin Barat, Sukamara dan Kapuas.
Ketiga daerah tersebut akan menerima transmigran dari Jawa Tengah, Jawa Timur, Yogyakarta, Jawa Barat, Banten, dan Bali.
