Pontianak (ANTARA) - Ketua Dewan Pimpinan Daerah Real Estate Indonesia (DPD REI) Kalimantan Barat, Muhammad Isnaini menjelaskan para pengembang sektor perumahan bersubsidi yang memanfaatkan Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan ( FLPP) saat ini berada dalam kondisi sulit karena kuota pembiayaan rumah subsidi habis.

“Kita sudah merasakan adanya tanda-tanda akan habis kuota FLPP ini sejak bulan Juni 2019. Berdasarkan itu, REI melakukan pendataan dan evaluasi berapa kebutuhan untuk anggota REI Kalbar kemudian kita laporkan kepada DPP REI dan DPP mendata seluruh Indonesia untuk dilaporkan kepada Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat," ujarnya di Pontianak, Jumat.

Ia menambahkan bahwa tanda-tanda yang dirasakan tersebut menurutnya terbukti benar dan sejak Juli hingga awal Agustus 2019 memang sudah habis. Pemerintah melakukan relokasi kuota dari 44 bank pelaksana dengan melakukan evaluasi dan dinilai penyerapan anggaran dari 44 Bank tersebut.

"Bagi yang penyerapannya belum mencapai 50 persen akan diambil sebagian, dikumpulkan kemudian dibagi lagi kepada bank-bank yang sudah habis kuota nya," kata Isnaini.

Menurutnya, untuk Bank Kalbar itu mendapat jatah 200 unit tambahan tetapi jatah itu juga sudah habis.

“Bank BTN hanya mendapatkan penambahan 1.500 unit, itu pun untuk seluruh Indonesia, di Kalbar kita belum tahu berapa mereka (BTN) dapat, dan kabarnya jatah tambahan untuk BTN itu juga sudah habis,” jelas dia.

REI Kalbar,  menurut Isnaini, pada Juni 2019 mengusulkan permintaan 3.500 unit tambahan. Namun mulai Juli sampai Agustus diakui Isnaini dirinya belum tahu realisasi pengembang (anggota REI) sudah pada angka berapa.

"Kalau untuk yang belum akad ini atau rumah-rumah yang belum akad ini berjumlah 2.605 unit," imbuhnya.

Saat ini menurutnya, DPP REI sudah mengusulkan kepada Menteri PUPR untuk tambahan kuota sebanyak 80.000 sampai dengan 100.000 unit untuk anggota REI seluruh Indonesia.

"Menteri sudah menulis surat permohonan anggaran subsidi rumah ke Menteri Keuangan dan mendapat respons positif. Saat ini kita sedang menunggu keputusan Menteri Keuangan, mudah-mudahan pemerintah pusat bisa segera merealisasikan penambahan anggaran ini," harap dia.

Disinggung soal dampak dari keadaan tersebut, Isnaini mengatakan saat ini pengembang tidak bisa merealisasikan akad KPR kepada masyarakat yang butuh rumah yang berakibat pengembang terganggu aliran kasnya.

"Dengan cash flow terganggu tidak bisa bayar kredit ke bank, maka tingkat kredit macet akan bertambah, peforma bank juga terganggu kemudian pengembang tentu akan menyetop dulu proyeknya yang mengakibatkan tukang-tukang tidak ada pekerjaan dan pengangguran bertambah," sebut dia.

Dampak lain lanjutnya, masyarakat yang sudah ingin punya rumah terkendala tidak bisa pindah menempati rumah baru. Di sisi lain, Isnaini mengatakan hal itu berdampak pada 174 jenis industri yang menopang sektor perumahan seperti industri keramik, cat, paku dan lainnya.

"Solusinya kita berharap segera ada penambahan kuota anggaran rumah subsidi. Kedua sambil menunggu proses di pusat, keuangan dan segala macam itu kan itu tidak sebentar, nah kita berharap bank-bank juga buatlah program-program kredit untuk MBR misalnya dengan bunga yang single digit, bunga yang murah ditambah subsidi dari pengembang, kan bank bisa buat seperti itu," sarannya.


Baca juga: Ketum Himppera sebutkan minat masyarakat akan rumah subsisi tinggi
Baca juga: Menteri PUPR pastikan 18 bank telah salurkan FLPP
Baca juga: Appernas keberatan harga rumah subsidi naik

Baca juga: Permintaan terhadap rumah subsidi melalui KPR FLPP bertambah
 

Pewarta: Dedi
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2019