Jakarta (ANTARA) - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) mendukung keberadaan lembaga yang khusus menangani perdagangan manusia untuk memudahkan penindakan terhadap kasus-kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) yang melibatkan perempuan dan anak.

"Kita sebenarnya sudah punya gugus tugas untuk trafficking, tapi untuk penindakan kadang-kadang juga mengalami kendala. Artinya tidak bisa secara langsung, paling melewati polisi. Kalau ada badan atau institusi tersendiri yang menangani mungkin akan jauh lebih efektif," kata Deputi Bidang Partisipasi Masyarakat Kementerian PPPA Indra Gunawan ketika ditemui dalam diskusi media di Gedung Kementerian PPPA di Jakarta Pusat pada Jumat.

Korban TPPO kebanyakan adalah perempuan dan anak-anak jika dilihat dari laporan yang diterima oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).

Menurut data lembaga tersebut, dalam empat tahun terakhir dari 318 korban TPPO, setidaknya 215 di antaranya adalah perempuan dan 52 orang berada dalam kategori usia anak-anak.

Baca juga: Komnas HAM soroti pemenuhan hak korban TPPO bersama Jarnas

Baca juga: Pernikahan modus baru sindikat internasional perdagangan manusia


Untuk kasus yang melibatkan perempuan sendiri, menurut data LPSK, muncul modus baru yang menggunakan metode pernikahan untuk menjaring korban yang kemudian diperkerjakan di negara-negara lain. Seperti yang terjadi pada awal September ketika Kementerian Luar Negeri berhasil memulangkan 14 warga Indonesia korban "pengantin pesanan" dari China yang berasal dari DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Kalimatan Barat.

Indra sendiri mengatakan Kementerian KPPA menyadari pentingnya isu pencegahan dalam masalah perdagangan manusia, terutama untuk korban perempuan dan anak-anak.

Gugus Tugas Pendidikan Pencegahan TPPO sendiri sudah melakukan berbagai koordinasi untuk melakukan upaya pencegahan dan penanganan perdagangan orang.

Kementerian PPPA sendiri, ujarnya, ingin mendorong lebih banyak penindakan karena selama ini penindakan atau pengungkapan akan kasus-kasus perdagangan manusia tidak sebanyak kejahatan lain seperti narkotika.*

Baca juga: Ekonomi masih jadi penarik utama korban perdagangan manusia

Baca juga: Aktivis Lebak sosialisasi pencegahan perdagangan manusia

Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2019