Dari survei diketahui kecilnya kesadaran itu karena masalah pemahaman masyarakat
Bandung (ANTARA) - Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) melalui Deputi Fasilitasi Hak Kekayaan Intelektual (HKI) bakal menggelar kampanye antipembajakan di Kota Bandung, Jawa Barat, tanggal 14-15 September 2019 sebagai upaya untuk mencegah kasus pembajakan di Indonesia yang tergolong tinggi.

"Sejumlah tokoh penting akan hadir di acara  kampanye ini seperti Gubernur Jabar Ridwan Kamil Wali Kota Bandung dan penyanyi Sandy Canester," kata Deputi Fasilitasi HKI dan Regulasi Bekraf Ari Juliano Gema, di Gedung Sate Bandung, Selasa.

Menurut dia angka pembajakan di Indonesia masih sangat tinggi dan kerugiannya mencapai triliunan rupiah akibat rendahnya kesadaran masyarakat terhadap penghargaan HKI.

Ari mengatakan Indonesia termasuk salah satu negara yang tingkat pembajakannya tinggi dan hal ini terjadi karena masih rendahnya kesadaran masyarakat dalam menghargai HKI orang lain.

Sebagai contoh, kata dia, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia pernah melakukan survei untuk mengetahui angka pembajakan film.

Dia mengatakan hasilnya dari empat kota yang disurvei yakni Jakarta, Bogor, Tangerang, dan Deli Serdang, kerugian mencapai Rp1,4 triliun akibat pembajakan DVD dan pengunduhan ilegal.

"Survei di kota-kota itu mewakili kota besar, kota sedang, dan kota kecil," katanya.

Selain itu, dia juga mengungkapkan data dari Asosiasi Industri Rekaman Indonesia (Asiri) pada 2017 yang menyebut kerugian akibat pembajakan musik sebesar Rp8,4 triliun.

"Kemudian ada lagi untuk pembajakan perangkat lunak kerugiannya sekitar Rp12 triliun. Ini berdasarkan laporan dari Masyarakat Indonesia Antipembajakan," katanya.

Lebih lanjut ia mengatakan rendahnya kesadaran masyarakat dalam menghargai HKI orang lain dikarenakan belum baiknya pemahaman mereka akan hal itu.

"Dari survei diketahui kecilnya kesadaran itu karena masalah pemahaman masyarakat," katanya.

Dia mengatakan jangangkan hal teknis mendalam, masyarakat pun sering salah dalam penggunaan istilah.

"Mempatenkan merek. Itu salah, karena paten dan merek dua jenis hal yang berbeda," katanya.

Ari menambahkan praktik pembajakan ini merugikan semua pihak baik negara, pembuat karya, maupun masyarakat itu sendiri.

Negara dipastikan kehilangan pendapatan pajak dari barang asliyang terjual sedangkan pembuat karya akan kehilangan pendapatan HKI dari setiap karyanya yang dikonsumsi masyarakat.

"Konsumen juga dirugikan karena kualitas (barang yang dikonsumsinya) tak bisa dipertanggungjawabkan," katanya.

Pihaknya mengakui masih sedikit pembuat karya yang mendaftarkan hak ciptanya seebagai contoh, dari 8,2 juta pelaku ekonomi kreatif, baru 11 persen unit usaha yang terdaftar HKI.

"Masih rendahnya pendaftaran HKI ini dikarenakan berbagai hal seperti biaya dan teknis dan banyak pelaku ekonomi kreatif yang enggan mendaftar HKI karena memerlukan biaya yang cukup mahal yakni Rp2 juta," kata dia.

Untuk mengatasi persoalan itu, menurut Ari pihaknya membantu pelaku ekonomi kreatif mulai dari sisi teknis hingga biaya.

"Kami memfasilitasi pendaftaran HKI gratis. Selama ini kita sudah fasilitasi 5.000 pelaku ekonomi kreatif. Bantuan secara biaya dan teknis," kata dia.

Pewarta: Ajat Sudrajat
Editor: Ahmad Wijaya
Copyright © ANTARA 2019