London (ANTARA) - Ratusan Indonesianis sekaligus peneliti dari berbagai negara menghadiri Konferensi ke-10 European Association for Southeast Asian Studies (EuroSEAS) yang diadakan di Universitas Humbold, Berlin pada 10 – 13 September lalu.

Dubes RI untuk Jerman, Arif Havas Oegroseno mengundang mereka dalam acara resepsi yang diadakan di KBRI Berlin, Kamis, (12/9) .

Dubes Oegroseno dalam rilisnya yang diterima di London, Minggu, menyebutkan peran para peneliti peserta Euroseas ini sangat besar. Mereka merupakan motor untuk membantu memberikan pemahaman kepada publik di Eropa tentang potensi sebenarnya yang dimiliki oleh Indonesia, serta negara-negara Asia Tenggara pada umumnya.

“Dari pengamatan saya, publik Eropa melihat Indonesia atau Asia Tenggara secara keseluruhan, belum melihat potensi yang sesungguhnya. Perhatian mereka masih terkonsentrasi ke Tiongkok,” ujar Dubes Oegroseno.

Baca juga: Dubes promosi Indonesia sambil bersepeda di Hamburg

Baca juga: Ekonomi digital Indonesia jadi sorotan APW Berlin


Dikatakannya, GDP negara anggota ASEAN saat ini mencapai USD 2,8 triliun. ASEAN memiliki populasi sekitar 650 juta dengan daratan yang luasnya lebih dari 1,7 mil persegi. Selain itu, situasi politik negara-negara ASEAN juga cukup stabil.

Pada acara resepsi yang dihadiri sekitar 90 Indonesianis dan dubes dari negara anggota ASEAN ini, Dubes Oegroseno menceritakan tentang perkembangan hubungan bilateral Indonesia dan Jerman. Ia mengatakan Indonesia akan menjadi Partner Country Hannover Messe 2020 mendatang.

Prof. Vincent Houben dari Universitas Humbold, yang juga sebagai penyeleggara Konferensi EuroSEAS mengapresiasi fasilitasi KBRI Berlin untuk penyelenggaraan resepsi para Indonesianis ini.

Ia menyebutkan bahwa hal tersebut sejalan dengan apa yang ingin dicapai dari penyelenggaraan Konferensi EuroSEAS tersebut. “Justru ini adalah salah satu tujuan utama digelarnya Konferensi EuroSEAS.

Tahun ini 700 peneliti dari seluruh penjuru dunia hadir, dan merupakan jumlah terbanyak sepanjang sejarah konferensi EuroSEAS.

“Kita ingin mendorong supaya para peneliti dapat mempertajam penelitian mereka melalui dialog dan interaksi langsung dengan sebanyak mungkin peneliti dari Asia Tenggara. Dan salah satu yang terpenting di antaranya adalah Indonesia. Mereka yang lebih mengerti realita dan kondisi sebenarnya,” ujar Prof. Houben.

Annisah Smith, peneliti dari Universitas Malaya, Malaysia sempat menanyakan tentang isu kelapa sawit. Ia sebutkan sentimen anti sawit yang digemborkan Uni Eropa sangat berdampak terhadap Indonesia dan Malaysia.

Menanggapi hal ini. Dubes Oegroseno menjelaskan isu sawit di Eropa sangat kental muatan politisnya. Sikap Eropa ini justru dinilai sebagai bentuk diskriminasi terhadap produsen sawit di Asia Tenggara.

“Saat ini terdapat 12 juta ton sawit berkelanjutan. Namun EU hanya butuh 5 ton. Secara matematis sikap anti sawit dan alasan sawit tidak berkelanjutan menjadi tidak masuk akal,” katanya.

Di acara resepsi ini, Dubes Oegroseno mengajak tamu yang hadir mengheningkan cipta, mendoakan arwah Presiden RI ke-3, Prof. Dr. Ing BJ Habibie. Usai acara pembukaan, para peniliti saling berbincang dan bertukar pikiran sambil menikmati kuliner Indonesia yang disediakan KBRI Berlin.*

Baca juga: KBRI Berlin sementara tutup karena ada evakuasi bom PD II

Baca juga: Promosi Wonderful Indonesia di Berlin targetkan kalangan menengah Jerman


Pewarta: Zeynita Gibbons
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2019