UU Administrasi Negara juga mau enggak mau dievaluasi karena berkaitan dengan proses perizinan juga diatur di situ
Jakarta (ANTARA) - Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono mengatakan bahwa saat ini pemerintah sedang fokus dalam membenahi penataan kewenangan sebelum melakukan perombakan terhadap pasal-pasal UU terkait perizinan melalui omnibus law.

“Untuk awal kita lakukan penataan kewenangan dulu,” katanya saat saat ditemui di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Selasa.

Ia menuturkan hal tersebut dilakukan karena masih dianggap tumpang tindih antara kewenangan pemerintah pusat dan daerah sebab UU yang telah ada memberi kewenangan kepada masing-masing pemangku jabatan terutama terkait perizinan.

Baca juga: Menkeu: Pemerintah fokus identifikasi penghalang investasi

“Kewenangan itu selalu dibilang tumpang tindih antara pemerintah pusat dan daerah mulai dari Presiden, menteri, lembaga, gubernur, bupati, walikota karena undang undang lah yang memberi kewenangan itu kepada mereka,” katanya.

Oleh sebab itu, terdapat dua UU berkaitan dengan pentaaan kewenangan pemerintah yang sudah pada tahap finalisasi pembahasan yaitu UU Pemerintah Daerah (Pemda) dan UU Administrasi Pemerintahan.

“Bagaimana posisi presiden sebagai penyelenggara kekuasaan tertinggi, kewenangan menteri, kepala lembaga, kepala daerah seperti apa. Jadi salah satu solusinya untuk mengatasi persoalan ini adalah bagaimana kita mendudukan kembali kewenangan ini,” ujarnya.

Staf Ahli Bidang Hubungan Ekonomi dan Politik, Hukum dan Keamanan Kemenko Bidang Perekonomian Elen Setiadi melanjutkan dalam UU Pemda akan ada sekitar 10 hingga 12 pasal yang direvisi atau dicabut.

“UU Administrasi Negara juga mau enggak mau dievaluasi karena berkaitan dengan proses perizinan juga diatur di situ,” katanya.

Menurut Elen penataan kewenangan merupakan langkah yang penting dalam mereformasi ekosistem perizinan sebab jika tidak jelas maka realisasi omnibus law tidak akan efektif.

Ia memberikan contoh seperti implementasi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik (OSS).

“Ketika penerapan PP nomor 24 banyak hal yang tidak bisa jalan dan akhirnya naik ke omnibus law ini,” ujarnya.

Setelah melakukan penataan terhadap dua UU tersebut pemerintah baru akan melakukan pembahasan untuk 72 UU lainnya.

“Itu dulu baru bergerak ke aturan yang sektor DNI (Daftar Negatif Investasi) yang sementara kita identifikasi dari 72 sektor,” ujarnya.

Selain itu ia mengatakan bahwa pembahasan omnibus law sebenarnya sudah dilakukan sejak Juli 2018, yaitu saat pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik.

“Ini kan proses panjang, kalau teman-teman liat omnibus law sudah sejak 2018. Saat PP 24/2018 itu waktu bergulir awal niatnya omnibus law,” katanya.

Baca juga: Kemendagri sebut omnibus law tidak akan rugikan pendapatan daerah
Baca juga: Kemendagri dukung Omnibus Law tingkatkan investasi

Pewarta: Astrid Faidlatul Habibah
Editor: Ahmad Wijaya
Copyright © ANTARA 2019