Apalagi, Presiden menambah kegiatan BPNT ini menjadi Rp60 triliun, semakin banyak uang yang dikorupsi
Jakarta (ANTARA) - Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso menyebut kerugian yang ditanggung negara akibat ulah oknum atau mafia yang melakukan kejahatan pada penyaluran beras Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) mencapai Rp5 triliun.

Budi Waseso atau akrab disapa Buwas menjelaskan Pemerintah melalui Kementerian Sosial menganggarkan Rp20,8 triliun untuk program BPNT yang dialokasikan untuk 15,6 juta keluarga. Namun, adanya penyimpangan penyaluran beras BPNT telah merugikan Negara setidaknya 25 persen dari anggaran tersebut.

"Kurang lebih yang disimpankan setiap tahun Rp5 triliun, lebih dari sepertiga anggaran. Apalagi, Presiden menambah kegiatan BPNT ini menjadi Rp60 triliun, semakin banyak uang yang dikorupsi," kata Buwas pada konferensi pers di Kantor Perum Bulog Jakarta, Senin.

Buwas membeberkan oknum atau mafia penyalur beras program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) bisa meraup keuntungan setidaknya hingga Rp9 miliar per bulan.

Ia mengungkapkan berbagai modus kejahatan yang dilakukan para penyalur beras BPNT. Salah satunya adalah oknum mengoplos atau mengganti beras premium dengan beras medium.

Setelah ditelusuri di lapangan, Keluarga Penerima Manfaat (KPM) yang menerima bantuan tersebut tidak pernah mendapatkan beras premium, melainkan beras medium dengan harga Rp7.500 per kilogram.

Modus lainnya yang dilakukan adalah menukar beras Bulog dengan beras lain yang kualitasnya lebih rendah ke dalam kantung bermerek Bulog. Akibatnya, masyarakat penerima bantuan mengira bahwa beras bermutu rendah, yakni bau, berkutu dan kusam, adalah beras produksi Bulog.

Buwas menegaskan bahwa beras yang disalurkan untuk program BPNT adalah produk yang berkualitas. Ia pun menduga bahwa karung beras berlogo Bulog diperjualbelikan secara bebas di situs online dengan harga Rp1.000 per karung.

Kerugian akibat praktik penipuan oleh oknum penyalur BPNT ini ditaksir mencapai Rp30.000 per keluarga. Ada pun besaran BPNT yang ditetapkan sebesar Rp110.000 per keluarga penerima manfaat (KPM) per bulan.

"Selama ini pemasok banyak yang tidak mau bekerja dengan Bulog karena sudah nyaman bekerja dengan oknum-oknum itu. Di Bulog, marginnya sudah ditetapkan, tidak boleh mendapatkan untung dari yang ditetapkan," kata Buwas.
 

Pewarta: Mentari Dwi Gayati
Editor: Ahmad Wijaya
Copyright © ANTARA 2019