Garut (ANTARA) - Sejumlah mahasiswa tergabung dam Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) menggelar aksi di Simpang Lima, Kabupaten Garut, Jawa Barat, Selasa, menyampaikan aspirasi menolak Rancangan Undang-undang (RUU) Pertanahan karena tidak mementingkan hak kepentingan rakyat.

Koordinator aksi, Bung Resta Edo, mengatakan, bertepatan di Hari Tani Nasional 2019, mahasiswa dari Kabupaten Garut ikut menyuarakan tentang penolakan RUU Pertanahan dan berharap negara menjamin kesejahteraan masyarakat.

"RUU Pertanahan tidak sesuai dengan Pancasila, dan UU 1945," kata Resta dalam orasinya.

Baca juga: Ratusan mahasiswa dan perwakilan petani 'kepung' DPRD Banten

Ia menuturkan Undang-undang nomor 5 tahun 1960 tentang peraturan dasar pokok agraria bertujuan menghapus UU Kolonial Belanda, dan memastikan tanah, air serta kekayaan yang terkandung di dalamnya digunakan untuk kesejahteraan rakyat sebagai pemegang tertinggi kekuasaan.

Namun RUU Pertanahan saat ini, kata dia, jauh dari prinsip keadilan agraria, ekologis dan keberlangsungan kebutuhan hidup rakyat Indonesia, terbukti dengan persoalan yang terjadi di Garut, yakni lahan garapan petani dimanfaatkan oleh perusahaan.

"Di Kabupaten Garut sendiri begitu marak terjadi persoalan-persoalan, lingkungan yang menjadi lahan garapan korporat yang tidak sesuai aturan," katanya.

Baca juga: Sofyan Djalil : RUU pertanahan tidak gantikan UU Pokok Agraria

Dalam persoalan itu mahasiswa melalui aksinya menyatakan sikap menolak RUU Pertanahan, meminta hentikan ekploitasi kawasan lahan produktif dan konservasi di Garut.

Selain itu mahasiswa mendesak pemerintah untuk melaksanakan reforma agraria di Garut dengan menjadikan tanah untuk kepentingan rakyat bukan perusahaan.

Dalam pemberitaan sebelumnya Ketua DPR RI Bambang Soesatyo mengatakan DPR melalui forum Badan Musyawarah (Bamus) pada Senin (23/9) dan forum lobi hari ini sepakat untuk menunda RUU KUHP dan RUU Lembaga Permasyarakatan untuk memberikan waktu kepada DPR maupun pemerintah untuk mengkaji dan mensosialisasikan kembali secara masif isi dari kedua RUU tersebut agar masyarakat lebih bisa memahaminya.

Sedangkan dua RUU lainnya, menurut dia, yaitu RUU Pertanahan dan RUU Minerba masih dalam pembahasan di tingkat I dan belum masuk dalam tahap pengambilan keputusan.

Sebelumnya Presiden Joko Widodo juga meminta penundaan pengesahan sejumlah rancangan undang-undang kepada DPR RI.

"Sekali lagi, RUU Minerba, RUU Pertanahan, RUU Pemasyarakatan, RUU KUHP, itu ditunda pengesahannya. Untuk kita bisa mendapatkan masukan-masukan mendapatkan substansi-substansi yang lebih baik, sesuai dengan keinginan masyarakat," kata Presiden dalam jumpa pers di Istana Merdeka, Jakarta pada Senin sore (23/9).

Presiden berharap pengesahan sejumlah RUU itu akan dilakukan oleh DPR RI periode 2019-2024.

Baca juga: Pakar Hukum Agraria setuju pembahasan RUU Pertanahan ditunda

Pewarta: Feri Purnama
Editor: Joko Susilo
Copyright © ANTARA 2019