Pergerakan harga sebagai parameter ketersediaan beras di pasar perlu terus dipantau untuk menjaga daya beli masyarakat
Jakarta (ANTARA) - Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Galuh Octania menginginkan pemerintah dapat benar-benar mengantisipasi fenomena gejolak harga beras yang kerap terjadi setiap akhir tahun, apalagi beberapa bulan belakangan harga beras terus naik.

"Pergerakan harga sebagai parameter ketersediaan beras di pasar perlu terus dipantau untuk menjaga daya beli masyarakat," kata Galuh Octania di Jakarta, Minggu.

Baca juga: Mendag minta Bulog segera operasi pasar beras, agar harga turun

Menurut dia, faktor yang paling memengaruhi kenaikan harga beras adalah kekeringan yang melanda sebagian besar wilayah penghasil beras di Indonesia yang terjadi hingga saat ini.

Kekeringan, lanjut Galuh Octania, menyebabkan naiknya harga Gabah Kering Panen (GKP) dan Gabah Kering Giling (GKG) yang pada akhirnya akan berimbas pada kenaikan harga beras di tingkat konsumen.

Ia mengungkapkan, per September 2019, harga GKP di tingkat petani tercatat berada di posisi Rp4.905 per kilogram. Berdasarkan data BPS, jumlah ini meningkat sebesar 3,07 persen dari bulan sebelumnya sebesar Rp4.759 per kilogram.

"Upaya antisipasi perlu terus dilakukan untuk menjaga ketersediaan beras di pasar. Bulog juga perlu berinovasi agar proses serapan berasnya bisa berjalan lancar dan memenuhi target. Walaupun hal ini agak sulit karena Bulog terkendala HPP dan juga terkena imbas dari kekeringan yang terjadi," ujar Galuh.

Baca juga: Tak perlu tunggu hujan, petani Banyumas diminta bersiap tanam padi

Galih berpendapat, walaupun kenaikan yang terjadi terbilang tipis, namun hal ini sudah berlangsung selama lima bulan terakhir dan dikhawatirkan akan terus berlanjut hingga akhir tahun.

Belum lagi ketika musim panen sudah lewat dan memengaruhi penyerapan gabah petani yang nantinya akan terus berkurang.

Ditambah dengan adanya perayaan natal dan tahun baru yang akan datang, diprediksi bahwa permintaan akan beras akan terus meningkat.

Untuk mengatasi hal ini, lanjutnya, pemerintah dapat tetap menjaga ketersediaan pasokan dengan harga yang stabil lewat operasi pasar yang dijalankan oleh Bulog.

Sedangkan terkait solusi jangka panjang, ujar dia, koordinasi antar pihak terkait harus dilangsungkan agar fenomena kenaikan ini tidaklah menjadi kejadian yang akan selalu berulang dari tahun ke tahun.

Baca juga: Kemendag tekankan pentingnya pendataan kebutuhan beras

Sebelumnya Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita di Jawa Timur, Jumat (4/10), meminta Perum Bulog melakukan operasi pasar beras kualitas medium di berbagai wilayah Indonesia, untuk menekan kenaikan harga bahan pangan tersebut.

Enggartiasto menjelaskan operasi pasar yang dilakukan bukan berupa penjualan beras medium oleh Perum Bulog di depan pasar rakyat, seperti pada waktu yang lalu. Namun, seluruh pedagang di pasar rakyat harus menyediakan beras Bulog sesuai Harga Eceran Tertinggi (HET).

Sementara itu, Perum Bulog menyatakan siap untuk menggelar operasi pasar beras di berbagai wilayah di Indonesia dengan menggelontorkan kurang lebih sebanyak 600.000 ton beras medium untuk menurunkan harga komoditas tersebut.

Direktur Operasional dan Pelayanan Publik Perum Bulog Tri Wahyudi Saleh mengatakan, pada sisa waktu di penghujung tahun 2019 ini, pihaknya akan menggelontorkan beras medium ke pasar rakyat untuk menurunkan harga, dan menjamin ketersediaan pasokan beras kualitas medium kepada masyarakat.

Baca juga: Pengamat nilai stok Bulog belum mampu tahan kenaikan harga beras

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2019