Jakarta (ANTARA) - Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) sekaligus pembina Pondok Pesantren Luhur Al Tsaqafah Jakarta, Said Aqil Siradj menekankan persahabatan antara NU dengan partai nasionalis seperti PDI Perjuangan sudah terjalin sejak dulu dan harus dijaga.

"Persahabatan NU dengan kaum nasionalis sangat penting dan harus kita jaga," kata Said Aqil saat menerima kunjungan silaturahmi PDI Perjuangan ke Ponpes Luhur Al Tsaqafah, Jakarta, Selasa malam.

Baca juga: Nilai-nilai Pancasila harus terus dijaga untuk ketahanan bangsa

Baca juga: Akademisi: Pengamalan kearifan lokal mampu tangkal konflik sosial

Baca juga: Ansor Lebak nilai TNI tetap berkomitmen jaga NKRI dan Pancasila


Said mengatakan sejak dulu, saat ini dan seterusnya, antara NU yang berbasis pesantren dengan kalangan nasionalis dan partai nasionalis seperti PDI Perjuangan, sangat bersahabat.

Dia mengingatkan persatuan santri dengan kalangan nasionalis telah membawa kemerdekaan bagi Bangsa Indonesia pada 17 Agustus 1945.

Selain itu ketika terjadi disintegrasi bangsa pasca kemerdekaan, atau pada 1948, Presiden pertama RI Soekarno meminta pendapat tokoh NU Kiai Wahab Chasbullah mengenai upaya menyatukan bangsa.

Kala itu Kiai Wahab mengusulkan agar Bung Karno menggelar bersilaturahmi dengan para tokoh bangsa. Kiai Wahab pun mencetuskan istilah halal bi halal.

Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto yang hadir mewakili DPP PDI Perjuangan pada kesempatan itu menyampaikan bahwa sejarah antara Soekarnois dengan kalangan Nahdliyin sangat panjang.

Dia mengatakan wajar jika ada pihak yang tidak senang dengan persatuan Nahdliyin dengan Soekarnois.

"Ketika Soekarnois dan Nahdliyin bersatu, banyak pihak tidak senang. Kita harus menjawab tantangan ini bersama-sama," kata Hasto.

Lebih jauh dalam kesempatan itu, Hasto juga menekankan bahwa persahabatan PDIP dengan NU membuktikan bahwa fitnah yang menyebut PDI Perjuangan anti Islam tidak benar.

"Bagaimana mungkin anti Islam, terbukti PDI Perjuangan dekat dengan NU," tegas dia.

Pewarta: Rangga Pandu Asmara Jingga
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2019