"Pak SBY menyatakan kesediaannya untuk hadir pada acara pelantikan Presiden dan Wapres RI hasil Pemilu 2019 sekaligus ingin memberikan pesan bahwa suhu politik Indonesia sangat kondusif dan pemimpinnya kompak," kata Bamsoet.
Cikeas (ANTARA) -
Ketua MPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) mengatakan Presiden keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono bersedia menghadiri pelantikan Presiden dan Wapres terpilih Joko Widodo (Jokowi)-Ma'ruf Amin, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Minggu (20/10).

"Pak SBY menyatakan kesediaannya untuk hadir pada acara pelantikan Presiden dan Wapres RI hasil Pemilu 2019 sekaligus ingin memberikan pesan bahwa suhu politik Indonesia sangat kondusif dan pemimpinnya kompak," kata Bamsoet, seusai menyampaikan undangan pelantikan Presiden-Wapres terpilih kepada SBY, di Cikeas, Jawa Barat, Rabu malam.
Baca juga: Pimpinan MPR sampaikan undangan ke SBY di Cikeas

Bamsoet menyampaikan bangsa Indonesia tidak banyak memiliki bapak dan ibu bangsa. Dia mengatakan setidaknya hanya tinggal dua Presiden RI yang sekarang menjadi tokoh bangsa, yakni Presiden kelima RI Megawati Soekarnoputri dan Presiden keenam RI SBY.

"Ini aset, guru, yang harus kita teladani dari kedua beliau. Kehadiran beliau-beliau nanti tentu akan memberikan keteduhan bagi perpolitikan tanah air kita sekaligus beri pesan baik bagi kepemimpinan Pak Jokowi-Ma'ruf lima tahun ke depan," kata dia.
 
Pimpinan MPR RI seusai menyampaikan undangan pelantikan Presiden dan Wapres terpilih kepada Presiden keenam RI SBY, di Cikeas, Jawa Barat, Rabu (16/10/2019). (ANTARA/Rangga)

Lebih lanjut Bamsoet mengatakan bahwa dalam pertemuan itu, pimpinan MPR yang hadir juga membicarakan dengan SBY soal berbagai diskursus terkait dengan amendemen UUD 1945 sebagai rekomendasi MPR 2014-2019.

"Pesan beliau kalau ada gagasan, pemikiran aspirasi tentang rencana perubahan amendemen UUD 1945 khususnya tentang GBHN jangan dipadamkan, tampung, terima masukan," ujar Bamsoet lagi.
Baca juga: Jokowi dan SBY bahas kondisi politik bangsa

Menurut Bamsoet, SBY berpandangan masih ada waktu emas, sehingga perlu memberikan kesempatan publik untuk menyampaikan masukan atas berbagai perkembangan zaman dan perlu tidaknya UUD 1945 dilakukan perubahan kembali.

"Dalam bahasa beliau, beliau hanya ingin menyebut sebagai penyempurnaan," kata dia.

Pewarta: Rangga Pandu Asmara Jingga
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2019