Kuala Lumpur (ANTARA) - Pertemuan Tingkat Menteri ke-2 Negara-Negara Penghasil Minyak Sawit (MMPOPC ke-2) diadakan di Kuala Lumpur, Malaysia, pada 18 hingga 19 November 2019.

Pertemuan tersebut diselenggarakan oleh Malaysia dan dihadiri oleh perwakilan dari negara-negara penghasil minyak sawit dari Indonesia, Kolombia, Thailand, Nigeria, Papua Nugini, Ghana, Honduras, dan Brasil.

Pertemuan kedua ini diselenggarakan berdasarkan Pertemuan Perdana Negara-negara Penghasil Minyak Sawit (IMMPOPC) yang diadakan di Bali, Indonesia, pada 2 November 2017.

Pada pertemuan tersebut Menko Perekonomian Republik Indonesia Airlangga Hartarto dan Menteri Industri Primer Malaysia Teresa Kok memimpin rapat tersebut.

Dalam sambutan pembukaannya Menteri Teresa Kok menekankan perlunya kolaborasi yang kuat antara para produsen minyak sawit untuk mengatasi masalah yang muncul di industri tersebut.

Dia mengungkapkan keprihatinannya tentang kebijakan dan peraturan diskriminatif di beberapa negara yang secara tidak adil menargetkan industri minyak kelapa sawit.

Teresa Kok mendesak negara-negara penghasil kelapa sawit untuk bekerja bahu-membahu dan bersatu untuk membela industri kelapa sawit tanpa mengorbankan tujuan keberlanjutan.

Teresa menyampaikan pada pertemuan tersebut tentang kontribusi sektor minyak kelapa sawit untuk pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan PBB 2030 di negara-negara penghasil minyak sawit.

Dia juga menekankan pentingnya CPOPC ( Council of Palm Oil Producing Countries) _untuk memainkan peran perantara bagi negara-negara penghasil kelapa sawit untuk bekerja dengan badan dan asosiasi internasional lainnya untuk kepentingan industri minyak sawit.

CPOPC juga harus memberikan konsultasi di antara produsen minyak sawit dan menyoroti pentingnya strategi kolaboratif dalam mengelola keseimbangan penawaran dan permintaan untuk mempertahankan harga minyak sawit.

Selain itu, dia menekankan pentingnya meningkatkan produktivitas petani kecil.

Teresa juga menyambut semua negara penghasil kelapa sawit untuk menjadi anggota CPOPC, karena akan menjadi platform penting bagi negara-negara anggota untuk bergerak dalam solidaritas dan memperkuat industri minyak sawit.

Sementara itu Airlangga Hartarto memberitahu peserta tentang perkembangan baru kebijakan Indonesia untuk implementasi biodiesel B30 mulai awal Januari 2020.

Menteri Airlangga menggarisbawahi kebutuhan untuk terus mendukung petani kecil yang menyumbang 40 persen dari produksi minyak sawit global.

Sambil mendorong negara-negara penghasil kelapa sawit untuk bekerja bersama melalui CPOPC, ia menggarisbawahi prioritas bagi negara-negara penghasil kelapa sawit untuk secara serius mengatasi kampanye negatif dan hitam melawan minyak sawit.

Bersamaan dengan pentingnya SDGs, sebagai kriteria untuk minyak kelapa sawit berkelanjutan, ia menyerukan pengakuan internasional atas kemajuan yang dibuat pada keberlanjutan minyak sawit seperti melalui skema sertifikasi yang ada seperti Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO)

Dua pembicara terkemuka, Dr James Fry dan Prof Pietro Paganini, sebagai narasumber, berbagi wawasan tentang analisis situasi terkini dari industri minyak kelapa sawit seperti ekspansi pasar, permintaan baru, harga CPO dan melawan kampanye negatif.

Keterlibatan para ahli dalam pertemuan ini adalah untuk menjalin kerja sama yang lebih erat dan kolaborasi dengan "teman-teman kelapa sawit" dengan mengundang mereka untuk menghadiri pertemuan tersebut.

Keterlibatan seperti itu penting untuk membangun aliansi yang lebih luas dengan berbagai pemangku kepentingan, termasuk individu yang berpengaruh dan organisasi yang sepaham yang mendukung minyak kelapa sawit.

Juga disarankan agar CPOPC memainkan peran koordinasi dalam memajukan upaya yang lebih efektif, koheren, dan berkelanjutan dalam menghadirkan citra minyak sawit yang lebih baik.

Dalam kapasitasnya sebagai Direktur Eksekutif CPOPC Dr Tan Sri Yusof Basiron menyampaikan presentasi yang menyoroti peran CPOPC dalam kemitraan global dan pengembangan minyak sawit berkelanjutan di masa depan.


 

Pewarta: Agus Setiawan
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2019