Jakarta (ANTARA) - Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menunda sidang "bau ikan asin" tahun depan dengan agenda pembacaan pembelaan dari para terdakwa.

"Karena majelis hakim akan cuti akhir tahun, sidang akan ditunda agak panjang ditunda 6 Januari 2020," kata Hakim Djoko Indiarto sesaat sebelum mengetuk palu sidang di PN Jaksel, Senin.

Hakim Djoko juga meminta para kuasa hukum terdakwa kasus pencemaran nama baik 'bau ikan asin' untuk menyiapkan eksepsi selama masa penundaan, dan dibacakan pada sidang selanjutnya tanggal 6 Januari 2020.

"Silahkan kuasa hukum menyiapkan eksepsinya, sidang kembali diagendakan 6 Januari 2020," kata hakim Djoko mengetuk palu sidang.

Sebelumnya Jaksa penuntut umum membacakan dakwaan terhadap ketiga terdakwa kasus 'bau ikan asin'. Ketiga terdakwa yakni Galih Ginanjar, Pablo Benua, dan Rey Utami.

JPU mendakwa ketiganya dengan tiga pasal alternatif yakni melanggar Undang-Undang ITE dengan kesusilaan dan undang-undang ITE mengandung konten penghinaan.

Adapun pasal yang didakwakan yakni Pasal 51 ayat 2 jo Pasal 36 jo Pasal 27 ayat 1 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) jo Pasal 45 ayat 1 KUHP.

Atau Pasal 51 ayat 2 jo Pasal 27 ayat 3 jo Pasal 45 ayat 3 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) jo Pasal 55 ayat 1 KUHP.

Atau Pasal 310 ayat 2 KUHP ju Pasal 55 ayat 1 KUHP.

Kasus pencemaran nama baik dengan vlog "ikan asin" ini telah bergulir sejak Juli 2019, bermula saat Fairuz A Rafiq melaporkan pasangan Rey Utami- Pablo Benua sekaligus mantan suaminya, Galih Ginanjar, ke polisi.

Hal tersebut terjadi setelah Galih mengumpamakan Fairuz dengan "ikan asin" dalam sebuah video YouTube yang diunggah dalam akun YouTube Rey Utami dan Pablo Benua.

Galih dinilai menghina Fairuz dalam video tersebut dan viral. Hinaan tersebut salah satunya terkait bau ikan asin.

Pewarta: Laily Rahmawaty
Editor: Ganet Dirgantara
Copyright © ANTARA 2019