Jakarta (ANTARA) - Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Hilmar Farid mengatakan perubahan nomenklatur seperti hilangnya Direktorat Kesenian, Sejarah dan Cagar Budaya dikarenakan mengikuti UU 5/2017 tentang Pemajuan Kebudayaan.

"Perubahan pada unit kerja yang dipimpinnya adalah perubahan karena mengikuti, UU 5/2017 tentang Pemajuan Kebudayaan. Sejak puluhan tahun keragaman budaya dikelola pemerintah berdasarkan objek dengan prosesnya sendiri-sendiri, namun dengan nomenklatur baru diharapkan proses menjadi hal yang utama dengan tidak mengabaikan seluruh objek-objek kebudayaan baik yang bersifat kebendaan maupun tak benda," ujar Hilmar dalam keterangan tertulis di Jakarta, Senin.

Hilmar menambahkan sebenarnya tidak ada yang dihilangkan, justru dengan nomenklatur baru seluruh unsur kebudayaan akan dikelola dengan proses yang mengacu pada Undang-Undang pemajuan Kebudayaan, yakni pelestarian kebudayaan yang meliputi pelindungan, pengembangan, pemanfaatan dan pembinaan kebudayaan.

Baca juga: Kemendikbud: Perlu pengkajian benda yang dikembalikan Belanda

Baca juga: Kemendikbud : Rakornas perkuat upaya pemajuan kebudayaan

Baca juga: Indeks Pembangunan Kebudayaan bisa meningkat lewat silat, sebut dirjen


Selain menjalankan amanah Undang-Undang, nomenklatur baru juga menyikapi perkembangan zaman dengan adanya direktorat yang menangani perfilman, musik dan media baru. Hal ini mengacu pada dokumen Visi Misi Presiden Joko Widodo halaman 21 tentang Seni Budaya.

Saat ini, direktorat yang ada di bawah Direktorat Jenderal Kebudayaan yakni Direktorat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Masyarakat Adat, Direktorat Perfilman, Musik, dan Media Baru, Direktorat Pelindungan Kebudayaan, Direktorat Pengembangan dan Pemanfaatan Kebudayaan, Direktorat Pembinaan Tenaga dan Lembaga Kebudayaan.

Perubahan struktur dan nomenklatur tersebut tertuang di dalam Permendikbud No 45 Tahun 2019 Tentang Tata Kerja Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Pengamat seni dan budaya, Suhendi Apriyanto, mengeluhkan perubahan nomenklatur di lingkungan Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

"Banyak yang resah setelah hilangnya direktorat seni dan sejarah, karena direktorat itu tempat bernaung pata pelaku seni," kata Suhendi.

Suhendi meminta agar penghapusan direktorat tersebut ditinjau ulang, karena akan berdampak pada arah Undang-undang Nomor 5 tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan yang menganut empat prinsip yakni pelestarian, pengembangan, pemanfaatan, serta pembinaan sektor kebudayaan daerah.*

Pewarta: Indriani
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2020