Edukasi ini sangat penting, terutama mengenai gizi dan susu kental manis sebagai komitmen untuk menciptakan generasi emas 2045
Jakarta (ANTARA) -  Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muslimat Nahdlatul Ulama Dr Hj Ulfah Masfufah mengatakan pihaknya melakukan pendidikan kepada kadernya untuk mencegah "stunting" (kekerdilan pada anak).

"Edukasi ini sangat penting, terutama mengenai gizi dan susu kental manis sebagai komitmen untuk menciptakan generasi emas 2045," katanya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat.

Dia menambahkan pelatihan pada kader tersebut, difokuskan di Kendari, Sulawesi Tenggara. Hal itu dikarenakan pada tahun sebelumnya, Kendari menjadi sorotan karena anak dengan gizi buruk akibat mengkonsumsi susu kental manis.

Melalui pendidikan itu, kata dia, diharapkan dapat memberi pemahaman kepada masyarakat bahwa penggunaan susu kental manis sebenarnya tidak untuk dikonsumsi sebagai minuman, terutama pada anak-anak.

"Susu kental manis adalah penambah rasa pada makanan dan pencampur minuman. Sayangnya masih banyak orang tua yang memberikan susu kental manis kepada anak karena mereka belum teredukasi," kata Ulfah Masfufah.

Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan Kota Kendari, Sultra Erny menegaskan bahwa susu kental manis bukanlah pengganti air susu ibu (ASI).

"Untuk mengantisipasi kebiasaan masyarakat mengkonsumsi susu kental manis, kami telah lakukan sosialisasi dan melatih kader-kader kesehatan untuk tidak memberikan susu kental manis pada balita. Semoga jangan ada lagi kasus gizi buruk di Kendari," kata Erny.

Pada 2018, terdapat kasus gizi buruk pada bayi berusia 7 dan 10 bulan. Selain berat badan yang jauh dari berat badan normal, tubuhnya lemas dan pada kulitnya terlihat luka-luka.

Salah satu bayi yang mengalami gizi buruk itu, Arisandi, akibat mengonsumsi susu kental manis sejak berusia empat bulan. Arisandi meninggal dunia setelah dirawat kurang lebih dua minggu.

Kemudian Yayasan Abhipraya Insan Cendikia Indonesia (YAICI) bersama Yayasan Peduli Negeri di Kendari melakukan survei mengenai persepsi ibu terhadap susu kental manis. Survei dilakukan dengan metodologi kualitatif dan kuantitatif dengan teknik sampel acak.

Hasilnya, sebagian besar masyarakat kota Kendari memiliki persepsi bahwa susu kental manis adalah susu. Dengan sumber informasi utama sebesar 97 persen dari iklan produk di televisi dan 14 persen dari kemasan produk.

“Survei yang sama juga kami lakukan di beberapa kota lainnya seperti Batam, Aceh, Sulawesi Utara dan Manado, hasilnya kurang lebih sama. Masyarakat masih beranggapan bahwa susu kental manis adalah susu. Salah satu penyebabnya adalah pengaruh iklan susu kental manis di televisi yang selama bertahun-tahun dicitrakan sebagai minuman bergizi untuk keluarga," kata Ketua Harian YAICI, Arif Hidayat.

BPOM kemudian mengeluarkan kebijakan yang mengatur tentang label, iklan dan penggunaan susu kental manis yang tertuang pada PerBPOM No 31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan, yaitu pada pasal 54 yang menyatakan bahwa susu kental manis bukan untuk anak dibawah 12 bulan, serta pasal 67 point W dan X yang mengatur larangan pernyataan/ visualisasi yang menampilkan anak dibawah usia lima tahun.

“Kami mengapresiasi langkah BPOM tersebut dengan kebijakan yang telah ditetapkan. Meski kami masih melihat terdapat celah-celah bagi produsen, namun kami berharap BPOM dapat lebih berpihak pada konsumen dan masyarakat," katanya.

 Karena itu, YAICI bersama PP Muslimat dan mitra lainnya akan ikut serta mengedukasi masyarakat agar tidak lagi memberikan susu kental manis sebagai minuman anak dan juga aktif mengawal penerapannya oleh produsen, baik dari sisi label maupun iklan di televisi," katanya.

Baca juga: Susu kental manis dan persepsi masyarakat

Baca juga: Muslimat NU: Edukasi pangan sehat mendesak dilakukan

Baca juga: Didik masyarakat tentang gizi anak, 1.000 kader Aisyiyah diterjunkan

Baca juga: Riset temukan peningkatan gizi buruk pada anak akibat konsumsi krimer

Pewarta: Indriani
Editor: Andi Jauhary
Copyright © ANTARA 2020