Hampir setiap musim kemarau tiba wilayah Gunung Kidul selalu diiringi bencana kekeringan
Yogyakarta (ANTARA) - Lembaga Kemanusiaan Aksi Cepat Tenggap (ACT) Daerah Istimewa Yogyakarta memperbanyak pembangunan sumur wakaf di sejumlah titik di DIY untuk mengatasi kekeringan saat musim kemarau.

Koordinator Program Sumur Wakaf ACT DIY Kharis Pradana melalui keterangan tertulis di Yogyakarta, Kamis, mengatakan musim kemarau menjadi tantangan tersendiri bagi beberapa wilayah di DIY terutama di Kabupaten Gunung Kidul.

Baca juga: ACT DIY gencarkan penyaluran wastafel portabel cegah COVID-19

"Hampir setiap musim kemarau tiba wilayah Gunung Kidul selalu diiringi bencana kekeringan, bahkan sampai pada tingkat kelangkaan air bersih," kata Kharis.

Menurut dia, sumur wakaf berupa sumur bor yang dibangun di beberapa titik di DIY memiliki kedalaman hingga 100 meter.

Dari total 27 sumur wakaf yang sudah terbangun di wilayah Yogyakarta, sedikitnya ada 5 titik sumur wakaf yang masih dalam proses pembangunan pada April 2020 yaitu berada di Desa Candirejo, Kecamatan Semin, Desa Mertelu, Kecamatan Gedangsari, Desa Plembutan Kecamatan Playen, Desa Watusigar Kecamatan Ngawen, dan Desa Bendung, Kecamatan Semin.

Baca juga: Selama pandemi COVID-19, ACT DIY bagikan makanan gratis

Selama April, kata Kharis, pembangunan difokuskan di Kabupaten Gunung Kidul karena berdasarkan pengalaman tahun-tahun sebelumnya, Gunung Kidul merupakan wilayah dengan tingkat kekeringan paling ekstrem dibanding wilayah lain di DIY.

"Pada 2019 kemarin dari total 17 kecamatan di Gunung Kidul, 14 kecamatan mengalami kekeringan yang luar biasa, permintaan dari masyarakat untuk droping air bersih dan pembangunan sumur sangat tinggi," kata dia.

Adapun kendala saat proses pembangunan sumur, menurut Kharis, adalah postur tanah yang didominasi bebatuan hitam yang menyebabkan lamanya proses pengeboran.

Baca juga: Pertamina-ACT DIY siapkan wastafel portabel di pasar Yogyakarta

"Seperti di Kecamatan Patuk, Gunungkidul dan Kecamatan Dlingo, Bantul, tanahnya banyak ditemukan bebatuan hitam yang keras," kata dia.

Selain kendala kerasnya bebatuan, lanjut Kharis, di Wilayah Gunungkidul juga didominasi bebatuan karst (bebatuan kapur), yang posturnya berupa tanah berongga. Saat pengeboran berlangsung akan menghabiskan banyak air, dan terkadang sampai 40 tangki, karena airnya tersedot habis ke dalam tanah.

Meski begitu, kata dia, upaya mengentaskan bencana kekeringan tahunan secara perlahan terus di upayakan ACT DIY.

Dari keseluruhan sumur wakaf yang telah dibangun di Gunung Kidul dan sekitarnya, Kharis menyebutkan seluruhnya memperoleh debit air yang baik, dan air bersihnya dialirkan ke masjid, pesantren hingga ke dusun-dusun setempat untuk keperluan sehari-hari masyarakat.

"Pembangunan sumur wakaf kali ini juga merupakan ikhtiar Global Wakaf-ACT DIY agar di masa pandemi corona kebutuhan sanitasi warga terpenuhi, untuk mendukung kesehatan masyarakat," kata Kharis.

Baca juga: "Humanity Food Truck" dihadirkan ACT DIY pada Hari Juang TNI-AD


 

Pewarta: Luqman Hakim
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2020