Memang sudah terang benderang bahwa proses pengembalian paksa Kompol Rossa ke institusi asalnya yang dilakukan oleh pimpinan KPK mengandung pelanggaran prosedur serius
Jakarta (ANTARA) - Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai pengembalian penyidik Kompol Rossa Purbo Bekti ke Mabes Polri yang dilakukan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengandung pelanggaran prosedur semakin terang benderang.

"Memang sudah terang benderang bahwa proses pengembalian paksa Kompol Rossa ke institusi asalnya yang dilakukan oleh pimpinan KPK mengandung pelanggaran prosedur serius," ucap Peneliti ICW Kurnia Ramadhana melalui keterangan tertulisnya di Jakarta, Kamis.

Diketahui, KPK telah membatalkan pemberhentian dengan hormat Kompol Rossa yang sebelumnya telah diputuskan dikembalikan ke Mabes Polri.

Ia menyebut ada empat argumentasi bahwa pengembalian Kompol Rossa ke Polri memang melanggar prosedur.

Baca juga: WP KPK apresiasi Kompol Rossa batal dikembalikan ke Polri
Baca juga: KPK tak terpengaruh spekulasi Harun Masiku telah meninggal dunia


"Pertama, masa kerja Kompol Rossa baru akan selesai pada September tahun ini. Kedua, Kompol Rossa diyakini tidak pernah melanggar kode etik di KPK. Ketiga, Kompol Rossa pun saat ini masih atau sedang menangani perkara-perkara di KPK. Keempat, pimpinan Polri resmi menolak pengembalian Kompol Rossa ke instansi Kepolisian," ungkap Kurnia.

Untuk itu, kata dia, dalam hal ini Dewan Pengawas KPK harus bertindak atas polemik pengembalian Kompol Rossa tersebut.

"Saya rasa pemberian sanksi pantas dijatuhkan oleh Dewan Pengawas ke Pimpinan KPK atas pelanggaran administrasi terhadap proses pengembalian paksa Kompol Rossa ke instansi Polri," ujar dia.

Di sisi lain, kata Kurnia, penting juga untuk menggali motif dari pimpinan KPK yang terlihat begitu semangat untuk mendepak Kompol Rossa dari KPK.

Sepanjang pengetahuannya, Kompol Rossa tergabung dalam tim yang menangani perkara suap mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan dan mantan Caleg PDI Perjuangan Harun Masiku.

"Apa ada kaitannya proses pengembalian paksa Penyidik KPK ke instansi Polri dengan penegakan hukum yang sedang berjalan di KPK? Atau teori kausalitasnya, apa karena Kompol Rossa menangani kasus suap Wahyu Setiawan dan Harun Masiku sehingga ia "dibuang" oleh pimpinan KPK?," tuturnya.

Sebelumnya, KPK menjelaskan perihal pembatalan pemberhentian dengan hormat Kompol Rossa.

"Berdasarkan rapat pimpinan tanggal 6 Mei 2020, KPK memutuskan telah meninjau kembali dan membatalkan serta menyatakan tidak berlaku Surat Keputusan Sekretaris Jenderal KPK Nomor 123 Tahun 2020 tentang Pemberhentian Dengan Hormat Pegawai Negeri yang Dipekerjakan pada KPK atas nama Rossa Purbo Bekti terhitung mulai 1 Februari 2020," ucap Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri melalui keterangannya di Jakarta, Kamis.

Selanjutnya, kata dia, telah terbit Surat Keputusan Sekjen KPK Nomor 744.1 Tahun 2020 Tentang Pembatalan Keputusan Sekjen KPK Nomor 123 Tahun 2020 Tentang Pemberhentian Dengan hormat Pegawai Negeri yang Dipekerjakan pada KPK tertanggal 6 Mei 2020.

"Bahwa pembatalan surat Keputusan Sekjen KPK tersebut karena memperhatikan dan mengingat antara lain Surat Kapolri tertanggal 3 Maret 2020 perihal Tanggapan Atas Pengembalian Penugasan Anggota Polri di lingkungan KPK guna memperkerjakan kembali Pegawai Negeri yang Dipekerjakan an. Rosa Purbo Bekti sampai tanggal 23 September 2020," ungkap Ali.

Atas surat tersebut, ia mengatakan pimpinan KPK secara kolektif kolegial memutuskan untuk menyetujuinya.

Baca juga: KPK jelaskan pembatalan pemberhentian penyidik Kompol Rossa
Baca juga: Dewas klarifikasi Ketua WP KPK Yudi Purnomo

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2020