Jakarta (ANTARA) - Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional Republik Indonesia/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional menilai terdapat sejumlah hal yang perlu diperhatikan terkait pembangunan proyek infrastruktur Sistem Penyediaan Air Minum atau SPAM Regional.

"Pertama adalah ketersediaan air bakunya apakah cukup, sehingga terkait dengan neraca airnya," ujar Kepala Subdirektorat Rancang Bangun I Kementerian PPN / Bappenas Astu Gagono Kendarto di Jakarta, Kamis.

Selain itu Astu juga menambahkan bahwa perlu adanya nota kesepahaman atau MoU antara Kementerian PUPR dengan para offtaker termasuk perjanjian kerjasama dengan PDAM.

Kemudian perlu juga memperhatikan rencana bisnis (business plan) atau kesiapan PDAM dalam menampung air curahnya sebagai offtaker.

"Lalu perlu juga memperhatikan kemampuan masyarakat dalam membayar tarifnya. Di samping itu ketersediaan lahan bagi proyek infrastruktur," kata Astu dalam konsultasi publik virtual yang digelar Kementerian PUPR di Jakarta, Kamis.

Dalam paparannya, Astu menyampaikan bahwa hal lainnya yang juga perlu diperhatikan terkait rencana pembangunan proyek SPAM Regional adalah  survei permintaan terhadap kebutuhan konsumen.

Survei i tersebut terdiri dari jenis dan kualitas air, volume air, kapan air dibutuhkan dan kemampuan publik untuk membayar tarifnya.

Menurut Astu, pemerintah saat ini menargetkan 10 juta sambungan rumah untuk akses air minum dalam rencana induk pelaksanaan pembangunan periode 2020-2024.

"Sasaran major project infrastruktur yang menjadi super prioritas sehingga memang harus dilaksanakan. Di sini untuk akses air minum 10 juta sambungan rumah," katanya.

Sebelumnya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menyatakan 10 sistem penyediaan air minum (SPAM) dalam persiapan tahap pembangunan menggunakan skema pembiayaan kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU). Direktur Jenderal (Dirjen) Cipta Karya Kementerian PUPR Danis H Sumadilaga mengatakan bahwa melalui skema KPBU, diharapkan penambahan layanan air minum bisa terlaksana lebih cepat dan masyarakat tetap membayar biaya pengolahan air menjadi air layak minum dengan tarif terjangkau terutama untuk masyarakat berpenghasilan rendah.

Pewarta: Aji Cakti
Editor: Adi Lazuardi
Copyright © ANTARA 2020