Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua Komisi I DPR RI Abdul Kharis Almasyari mengatakan Komisi I DPR telah mengambil sikap tegas menentang upaya aneksasi Tepi Barat, dan menolak upaya yang merupakan legalisasi penjajahan Israel atas Palestina tersebut.

"Karena perampasan Tepi Barat akan menambah daftar panjang pelanggaran hak asasi manusia di Palestina terhadap masyarakat sipil terutama perempuan dan anak-anak," kata Abdul Kharis dalam keterangannya di Jakarta, Selasa.

Menurut dia, Komisi I DPR RI mencermati situasi terkini Timur Tengah terkait rencana aneksasi Israel untuk menduduki dan memperluas pemukiman bagi warga Israel di wilayah pendudukan Palestina yang meliputi sebagian besar Lembah Yordan yang merupakan sepertiga dari wilayah Tepi Barat dan Bagian Utara Laut Mati.

Dia mengatakan, okupasi militer Israel atas wilayah tersebut tidak hanya akan melibatkan Israel dan Palestina akan tetapi semakin mempersulit penyelesaian konflik Palestina-Israel, memperuncing instabilitas kawasan dan berdampak pada situasi global.

"Komisi I DPR RI memandang aneksasi Israel atas Tepi Barat dan Lembah Yordan adalah cita-cita penjajah Israel untuk menyita seluruh tanah Palestina dan memusnahkan bangsa Palestina," ujarnya.

Politisi PKS itu mengatakan, Komisi I DPR RI mengecam dan mengutuk keras aneksasi Israel atas Tepi Barat dan tindakan tersebut bertentangan dengan hukum, parameter, prinsip, dan kesepakatan internasional terutama dengan resolusi-resolusi Dewan Keamanan dan Majelis Umum PBB terkait konflik Palestina-Israel.

Abdul Kharis mengatakan, Komisi I DPR RI sebagai representasi rakyat Indonesia secara konsisten memberikan dukungan bagi perjuangan rakyat dan bangsa Palestina untuk meraih kemerdekaan dan kedaulatan.

"Sejalan dengan itu, Komisi I DPR-RI meminta Kemlu RI untuk mengoptimalkan diplomasi secara bilateral maupun multilateral untuk bersama-sama masyarakat dunia melakukan sikap penolakan yang nyata terhadap upaya perampasan wilayah Tepi Barat dan menyuarakan perjuangan Palestina untuk kebebasan, kemanusiaan, keadilan, dan hak untuk kembali ke tanah leluhur mereka," katanya.

Dia mendesak PBB, organisasi dan komunitas internasional untuk mengintervensi situasi krisis di Palestina dengan mengutamakan tindakan kemanusiaan untuk perlindungan warga sipil Palestina yang menjadi korban memburuknya situasi kemanusiaan termasuk korban penangkapan, penyiksaan dan bahkan pembunuhan oleh otoritas Israel.

Baca juga: Israel berencana aneksasi Tepi Barat, AS belum pasti dukung

Dia juga menyerukan kepada seluruh anggota Parlemen dan Pemerintah di seluruh dunia beserta komunitas internasional untuk memperjuangkan resolusi damai untuk Palestina merdeka.

"Para pemimpin negara dan anggota parlemen se-dunia harus bersatu untuk mencegah aneksasi dan melindungi prospek solusi dua negara dan resolusi yang terbaik untuk mengakhiri penjajahan Israel atas Palestina," katanya.

Hal itu menurut dia sejalan dengan resolusi Majelis Umum PBB Nomor 181 tahun 1947 yang memberikan mandat berdirinya negara Arab (Palestina) dan negara Yahudi (Israel) yang masing-masing berstatus merdeka dengan Yerusalem sebagai wilayah di bawah kewenangan internasional atau "Special International Regime" dan diberikan status hukum dan politik yang terpisah atau "separated body".

Abdul Kharis mengatakan Komisi I DPR RI menyerukan kepada masyarakat internasional untuk mempertahankan prinsip-prinsip multilateralisme yang berdasarkan tatanan dunia berbasis aturan untuk terciptanya stabilitas dan keamanan dunia dalam jangka panjang.

"Kegagalan dunia untuk merespon ancaman aneksasi Israel atas Tepi Barat ini merupakan ancaman serius terhadap pola hubungan internasional dan hanya akan memberikan celah bagi banyak negara-negara lain melakukan perampasan/aneksasi dengan klaim teritorial yang mengabaikan prinsip-prinsip hukum internasional," katanya.

Baca juga: FPKS kecam rencana Israel aneksasi Tepi Barat

Baca juga: Pengamat: ada tiga faktor Israel bergerak cepat aneksasi Tepi Barat

Baca juga: Dubes: menolak aneksasi atas Palestina akan penuhi janji KAA Bandung

Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2020