Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi VI DPR RI Fraksi PDI Perjuangan Deddy Yevri Sitorus menilai perlu langkah-langkah efektif dan sistematis untuk menangani kasus pandemi COVID-19 di Indonesia.

"Pemerintah harus segera mengerahkan seluruh kemampuannya untuk memutus tren peningkatan pasien terinfeksi COVID-19," kata Deddy dalam keterangannya di Jakarta, Selasa.

Menurut Deddy, peningkatan jumlah orang yang terinfeksi bahkan terjadi di daerah-daerah yang sebelumnya sudah berstatus "hijau" dan merambah daerah pedalaman membuktikan proyeksi Gugus Tugas bahwa puncak pandemi akan berakhir pada akhir Juni 2020 meleset.

Baca juga: Bamsoet: Perlu perhatian khusus daerah dengan COVID-19 tertinggi

Politikus PDI Perjuangan itu menyampaikan beberapa saran untuk pemerintah, pertama, harus segera mengumpulkan seluruh kepala daerah dan Gugus Tugas COVID-19 di daerah untuk menyusun strategi bersama yang harus dilaksanakan secara ketat.

"Daerah-daerah itu harus dibagi atas kelompok-kelompok sesuai tantangan atau status masing-masing daerah, melakukan sinergi, dan kolaborasi," ujarnya.

Kedua, menurut Deddy, mengukur kapasitas penanggulangan, hambatan, dan kebutuhan dalam upaya bersama melawan pandemi. Dia menilai selama ini terkesan masing-masing daerah berjalan sendiri-sendiri dan bahkan banyak kasus konflik atau perbedaan secara horizontal maupun vertikal.

Ketiga, pemerintah perlu merumuskan target yang lebih konkret dan terukur berdasarkan kerangka kerja dan kerangka waktu yang jelas.

"Keempat, memastikan sosialisasi dan penegakan standar kesehatan baku diimplementasikan secara massif, terukur, dan efektif," katanya.

Baca juga: Anggota DPR RI: Perlu kebijakan luar biasa untuk hadapi wabah

Kelima, menurut dia, merumuskan terobosan regulasi dan hukum untuk memastikan penanganan di bidang kesehatan dan sosial berjalan secara baik, dalam arti tepat waktu dan tepat sasaran.

Menurut dia, penyebaran COVID-19 biasanya terjadi saat masyarakat tidak disiplin dengan protokol kesehatan di tempat-tempat interaksi seperti pasar, tempat ibadah, fasilitas transportasi, pesta/hajatan, dan gedung-gedung pelayanan publik atau perkantoran.

Deddy mengatakan masih ada masyarakat yang menganggap COVID-19 tidak ada dan protokol kesehatan itu seolah-olah beban. Hal itu terjadi karena disinformasi yang berkembang di tengah masyarakat, khususnya yang menyebar melalui media sosial.

"Oleh karena itu, tidak heran semakin banyak orang yang tidak peduli dan lalai, bahkan di banyak tempat mulai terjadi tindakan ekstrem seperti merampas jenazah pasien COVID-19," ujarnya.

Baca juga: Puan serukan ASEAN tingkatkan sinergi hadapi COVID-19

Dia menyarankan agar pemerintah juga dapat mengembangkan strategi pendekatan berbasis komunitas untuk meningkatkan dan menjaga partisipasi masyarakat dalam menangani pandemi COVID-19.

Menurut dia, caranya dengan menjadikan RT/RW serta desa/kelurahan sebagai basis utama pemutusan penyebaran COVID-19, pengurus lingkungan juga memungkinkan diberikan kewenangan berdasarkan konsensus bersama untuk melakukan penegakan standar kesehatan di lapangan.

"Dengan demikian, aparatur pemerintah bisa berkonsentrasi mencegah penyebaran COVID-19 di wilayah-wilayah interaksi publik di luar permukiman," ujarnya.

Deddy mengatakan pemerintah bisa menugaskan BUMN yang bergerak di bidang teknologi informasi dan komunikasi untuk mengembangkan sistem dan aplikasi yang bisa memantau pergerakan para penderita COVID-19 secara "real time" di semua daerah.

Baca juga: Puan ingatkan masyarakat bahwa adanya COVID-19 itu nyata

Dia menilai hal itu merupakan langkah mudah, tinggal memasukkan telepon genggam para pasien COVID-19 dan Orang Tanpa Gejala (OTG) ke dalam sistem berbasis GPS untuk memantau aktivitas dan pergerakannya.

"Saya khawatir jika kita tidak melakukan langkah-langkah yang drastis, sistematis, dan konsisten, maka pandemi ini menjadi lebih sulit diatasi, biayanya lebih besar, korbannya semakin banyak dan akhirnya krisis akan berubah menjadi bencana multi-dimensi," ujarnya.

Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2020