Kontrak Bagi Hasil Gross Split sebagaimana dalam Pasal 2 ayat 2 huruf a menggunakan mekanisme bagi hasil awal (base split) yang dapat disesuaikan...
Jakarta (ANTARA) - Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) secara resmi memberikan keleluasaan bagi investor untuk memilih bentuk kontrak kerja sama minyak dan gas bumi.

Berdasarkan data yang dihimpun Antara di Jakarta, Selasa, aturan tersebut tercermin dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 12 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Menteri (Permen)  ESDM Nomor 8 Tahun 2017 tentang Kontrak Bagi Hasil Gross Split, yang diteken Menteri ESDM Arifin Tasrif tanggal 15 Juli 2020. Permen ini berlaku mulai tanggal diundangkan.

Perubahan ini untuk memberikan kepastian hukum dan meningkatkan investasi di bidang kegiatan usaha hulu migas.

Beberapa pasal yang diubah adalah Pasal 2 dan 4 yang mengatur mengenai bentuk dan ketentuan-ketentuan pokok Kontrak Bagi Hasil Gross Split.

Baca juga: Pakar ingatkan investor migas butuh pengakuan kontrak

Pemerintah juga menghapus ketentuan Pasal 24 yang mengatur mengenai pemberlakuan Kontrak Bagi Hasil Gross Split bagi pengelolaan terhadap wilayah kerja yang akan berakhir jangka waktu kontraknya dan tidak diperpanjang, serta wilayah kerja yang akan berakhir dan diperpanjang.

Selain itu Permen ESDM itu menghapus dua hal pada Pasal 25 dan menambahkan satu ketentuan baru.

Ketentuan Pasal 2 mengalami perubahan, sehingga Pasal 2 ayat 1 menyatakan bahwa Menteri (ESDM) menetapkan bentuk dan ketentuan pokok kontrak kerja sama yang akan diberlakukan untuk suatu wilayah kerja dengan mempertimbangkan tingkat resiko, iklim investasi, dan manfaat yang sebesar-besarnya bagi negara.

Baca juga: Pemerintah tetapkan 25 kontrak migas "gross split"

Kemudian Pasal 2 ayat 2 menyatakan penetapan bentuk dan ketentuan pokok kontrak kerja sama dapat menggunakan bentuk yaitu Kontrak Bagi Hasil Gross Split, Kontrak Bagi Hasil dengan mekanisme pengembalian biaya operasi, atau kontrak kerja sama lainnya.

Selanjutnya dalam Pasal 2 ayat 3, dalam hal Menteri (ESDM) menetapkan bentuk dan ketentuan pokok kontrak kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat 2, paling sedikit memuat persyaratan yaitu kepemilikan sumber daya alam tetap di tangan pemerintah sampai pada titik penyerahan, pengendalian manajemen operasi berada pada SKK Migas dan modal serta risiko seluruhnya ditanggung Kontraktor.

"Kontrak Bagi Hasil Gross Split sebagaimana dalam Pasal 2 ayat 2 huruf a menggunakan mekanisme bagi hasil awal (base split) yang dapat disesuaikan berdasarkan komponen variabel dan komponen progresif," demikian bunyi Pasal 4.

Baca juga: Dorong investasi dan produksi, SKK Migas beri insentif KKKS

Aturan baru dari Pasal 25 juga diubah, sehingga menjadi, "Kontrak kerja sama yang telah ditandatangani sebelum Permen ini ditetapkan, dinyatakan tetap berlaku sampai dengan tanggal berakhirnya kontrak yang bersangkutan,". Untuk poin pasal b dihapus. Kemudian poin c berisikan, "Kontraktor yang kontrak kerja samanya telah ditandatangani sebelum Permen ini ditetapkan, dapat mengusulkan perubahan bentuk kontrak kerja samanya menjadi Kontrak Bagi Hasil Gross Split,".

Poin d memuat, "Dalam hal kontraktor mengusulkan perubahan bentuk kontrak kerja sama sebagaimana dimaksud dalam huruf c, biaya operasi dapat diperhitungkan menjadi tambahan split bagian kontraktor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat 1."

Poin e memuat "Terhadap penunjukan PT Pertamina (Persero) atau afiliasinya sebagai pengelola wilayah kerja baru yang kontrak kerja samanya belum ditandatangani, Menteri menetapkan bentuk kontrak kerja samanya."

Baca juga: Pemerintah tetapkan 25 kontrak migas "gross split"

Pewarta: Afut Syafril Nursyirwan
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2020