jumlah anak mencapai sepertiga penduduk Indonesia
Jakarta (ANTARA) - Deputi Tumbuh Kembang Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Lenny N Rosalin mengatakan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan mengharuskan pengadilan mendengarkan pendapat anak yang dikawinkan dalam pemberian dispensasi perkawinan.

"Dispensasi perkawinan anak hanya bisa diberikan oleh pengadilan agama dan pengadilan negeri dengan alasan sangat mendesak disertai bukti-bukti pendukung yang cukup," kata Lenny dalam sebuah seminar daring yang diikuti dari Jakarta, Selasa.

Lenny mengatakan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 mengubah hanya satu pasal dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, yaitu Pasal 7 tentang batas usia perkawinan.

Baca juga: KPPPA harapkan perempuan aktif cegah perkawinan anak
Baca juga: Menteri PPPA ingatkan perkawinan anak langgar hak anak, harus disetop


Sebelumnya, batas usia perkawinan adalah 19 tahun untuk laki-laki dan 16 tahun untuk perempuan, diubah menjadi 19 tahun baik untuk laki-laki maupun perempuan.

"Soal pemberian dispensasi juga diubah, dari sebelumnya dapat diberikan pengadilan dan pejabat lain menjadi hanya pengadilan saja," tuturnya.

Hal yang juga berubah adalah pengadilan harus mendengarkan pendapat anak yang dikawinkan sebelum memberikan dispensasi sehingga dapat mencegah pemaksaan perkawinan.

Lenny mengatakan perkawinan anak harus dicegah untuk memastikan kepentingan terbaik bagi anak. Perkawinan anak merupakan pelanggaran hak anak sehingga pencegahan perkawinan anak adalah salah satu upaya untuk melindungi dan memenuhi hak anak.

"Pencegahan perkawinan anak adalah tanggung jawab semua pihak. Jumlah anak mencapai sepertiga penduduk Indonesia yang merupakan masa depan bangsa," katanya.

Baca juga: KPPPA: Pengadilan harus mencegah perkawinan anak
Baca juga: Perkawinan anak hambat pembangunan manusia dan SDG's

Pewarta: Dewanto Samodro
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2020