Kemandirian dalam berpenghasilan yang dimaksud adalah dapat memenuhi kebutuhan keluarganya sehari-hari dan tidak lagi mengharapkan bantuan dari orang lain
Jakarta (ANTARA) - Kemerdekaan finansial pada zaman modern dapat dimaknai beragam. Misalnya adalah Sandi Okta, seorang pengusaha milenial sukses asal Cianjur yang memaknai kemerdekaan dengan cara menghargai uangnya melalui investasi di bidang yang dikuasainya.

Sedangkan pakar perencana keuangan terkemuka Aidil Akbar Madjid berpendapat bahwa merdeka secara finansial yaitu ketika seseorang bebas melakukan apa pun yang ia suka tanpa harus takut, cemas, serta berpikir besok ia dan keluarganya hendak makan apa, sehingga ia dapat mengerjakan apapun pekerjaannya tersebut dengan rasa suka, passion dan rasa syukur.

Lalu bagaimana definisi kemerdekaan finansial dan cara mewujudkannya jika merujuk pada falsafah Trisakti yang digagas oleh Bung Karno sang Proklamator?

Merujuk pada buku yang berjudul Maulwi Saelan Penjaga Terakhir Soekarno, Maulwi berkata bahwa yang disebut dengan Trisakti menurut Soekarno adalah berdaulat secara politik, berdikari (berdiri diatas kaki sendiri) secara ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan.

Sedangkan merujuk Pengurus Divisi Litbang Yayasan Bung Karno, Timbul Hamonangan Simanjutak berkata bahwa menurut Soekarno, yang dimaksud berdikari secara ekonomi yaitu ekonomi kita nanti kita buat atas kemampuan kita sendiri, dengan modal kita sendiri, dengan tenaga kita sendiri, dan dengan kepandaian kita sendiri.

Baca juga: Lima langkah cerdas atur keuangan untuk "generasi sandwich"

Maulwi melanjutkan bahwa pemikiran Bung Karno itu akan dapat menyusun kekuatan dan pembangunan bangsa sekaligus membangun karakter rakyat. Pemikiran ini lanjut Maulwi, sangat relevan untuk menjawab dan memecahkan problematika sosial yang dihadapi bangsa Indonesia.

Kemerdekaan finansial tentu erat kaitannya dengan falsafah berdikari secara ekonomi yang digagas Bung Karno.

Staf ahli bidang relevansi dan produktivitas Kemenristekdikti Agus Puji Prasetyono berpendapat, berdikari secara ekonomi berarti harus dimaknai bahwa bangsa Indonesia mampu memenuhi kebutuhan dasar bangsa yaitu sandang, papan dan pangan dengan menjamin kepastian dan keberlanjutannya.

Sedangkan berdikarinya ekonomi suatu negara tentu sangat bergantung dari seberapa baik berdikarinya ekonomi keluarga sebagai unit terkecil masyarakat untuk memenuhi kebutuhan dasarnya dan memberi kebermanfaatan yang semakin luas untuk orang banyak.

Maka dalam usaha mencapai kemerdekaan finansial sesuai falsafah Trisakti Bung Karno, terdapat tiga syarat utama yang harus dipenuhi. Kabar baiknya, karena ilmu ini menurut keyakinan saya bersumber dari bendahara negara terbaik sepanjang sejarah yaitu Nabi Yusuf AS, Insya Allah keyakinan untuk semakin dekat tercapainya kemerdekaan finansial bagi segenap warga bangsa Indonesia akan lebih dapat diharapkan.

Baca juga: Cerdaslah kelola keuangan bisnis agar kemerdekaan finansial tercapai
 

Mandiri

Kemandirian dalam berpenghasilan yang dimaksud adalah dapat memenuhi kebutuhan keluarganya sehari-hari dan tidak lagi mengharapkan bantuan dari orang lain.

Kebutuhan dasar yang dimaksud antara lain, membayar tagihan listrik, tagihan PDAM, tagihan BPJS, bayar sewa rumah/kamar kos, membeli beras, kebutuhan dapur, memenuhi biaya transportasi, biaya sekolah anak, membayar utang, dan bersedekah.

Agar sebuah keluarga dapat mencapai kemandirian dalam berpenghasilan, maka sang pencari nafkah sudah selayaknya dapat mengenali serta mengembangkan potensi dirinya sehingga dapat membantunya mencapai hasil maksimal dan meraih banyak hal di dalam kehidupannya.

Menemukan dan menyadari bakat memang bukan hal mudah. Rama Royani penemu metode talents mapping berkata bahwa selama ini masyarakat menganggap bakat hanyalah kelebihan pancaindra, seperti jago memasak, olahraga, menari, dan lain sebagainya. Padahal ada dua sumber bakat manusia yaitu pancaindra dan sifat.
 

ilustrasi : Mandiri dalam Berpenghasilan

Bakat berupa sifat positif (teratur, senang meneliti, pekerja keras, penyayang, dan lain sebagainya) dengan penanganan yang benar akan berubah menjadi potensi kekuatan untuk dioptimalkan.

Ketika bakat telah dapat dioptimalkan, maka gairah (passion) dalam bekerja pun akan menjadi sepenuh hati. Sehingga ketika seseorang telah menemukan passion-nya dalam usaha mencari nafkah, maka ia berpotensi tinggi untuk mendapatkan penghasilan yang mampu memenuhi kebutuhan dasar dirinya dan keluarganya secara berkelanjutan.
 

Jaga Harta

Harta yang telah diraih tentu harus dapat dijaga dengan baik. Oleh karena itu, sesuai gagasan Trisakti Bung Karno yang menekankan pada pembangunan karakter bangsa. Maka setiap pencari nafkah (kepala keluarga) dituntut untuk memiliki karakter fundamental yang kokoh sehingga tidak mudah tergoda akan bisikan keinginan yang menyesatkan.

Untuk dapat memiliki karakter yang kokoh dalam pengelolaan harta, tentu membutuhkan proses yang tidak sebentar, harus dilatih dengan benar dan diukur hasilnya. Kebiasaan-kebiasaan yang perlu dibuat adalah sebuah kebiasaan yang dirancang untuk tujuan tertentu, dalam hal ini bertujuan membentuk karakter sebagai pengelola harta yang dapat dipercaya/diandalkan.

Baca juga: Rupiah berpotensi melemah hari ini, pasar tunggu pidato Gubernur Fed

 

Ilustrasi: Karakter kokoh menjadi benteng yang kuat untuk menjaga harta. ANTARA/Baratadewa/Qureta

Sebuah kebiasaan tidak hanya menyangkut aktifitas fisik saja, aktivitas jiwa/hati/mental pun menunjukkan gejala yang sama. Apa yang kita pikirkan dan rasakan secara berulang-ulang, selanjutnya akan berubah menjadi kebiasaan.

Kebiasaan ini akan menimbulkan respons otomatis dalam berbagai kesempatan. Jika kita terbiasa berpikir positif, maka fakta atau kejadian apapun yang kita hadapi, pikiran positiflah yang akan muncul lebih dominan.

Begitu pula jika kita selalu membiasakan berbelanja sesuai daftar belanjaan yang sudah kita buat sebelumnya, maka kita tidak akan mudah tergoda meski bahasa promosi diciptakan sedemikian rupa menariknya.

Jadi bisa juga dikatakan tepat, apabila kehidupan ini dianggap sebagai kumpulan kebiasaan. Segala karakter dan sikap kita saat ini, adalah hasil dari kebiasaan yang kita lakukan setiap hari dan setiap kesempatan.

Kebiasaan yang kita lakukan haruslah berdasarkan pemahaman yang benar, dan pemahaman tersebut terbentuk oleh niat yang diwujudkan dalam pemikiran yang matang, sehingga bila kita ingin membangun karakter diri yang kokoh dalam menjaga harta, kita harus mulai melatih diri, membuat kebiasaan, dan hal ini harus dilakukan dengan perencanaan yang matang.

Baca juga: Tujuh strategi sukses pekerja serabutan dalam mengelola uang


Mengelola Harta

Kemerdekaan finansial tak cukup diraih hanya dengan berbekal kemandirian dalam berpenghasilan dan memiliki karakter yang kokoh, namun juga bekal penting lainnya berupa kompetensi pada pengelolaan harta.

Ilustrasi: Kompetensi menjadi pilar utama pengelolaan finansial harus dimiliki. ANTARA/Baratadewa/Viljoenconsulting

Dengan kecakapan yang dimiliki ini, akan membuat sang kepala keluarga dapat memenuhi kebutuhan dasar keluarganya secara berkelanjutan, tak lagi mudah tergoda atas bisikan keinginan yang menyesatkan dan dapat mengambil suatu keputusan strategis bukan berdasarkan atas imajinasinya, melainkan karena pengetahuan dengan data-data yang spesifik, terukur, dan realistis.

Kompetensi ini akan menjadikan seseorang memiliki daya pikir berupa filter yang dapat berjalan otomatis ketika menghadapi penawaran-penawaran berupa investasi bodong yang tampak manis namun sesungguhnya menghancurkan atau keinginan yang serampangan karena mengelola bisnis pada bidang yang tak dikuasainya.


*) Baratadewa Sakti Perdana, ST, CPMM, AWP, Praktisi Keuangan Keluarga & Pendamping Bisnis UMKM​​​​​​

 

Copyright © ANTARA 2020