Abu Dhabi (ANTARA) - Pejabat tinggi Amerika Serikat dan Israel mendarat di Uni Emirat Arab (UAE) pada Senin dalam perjalanan historis untuk memfinalisasi sebuah kesepakatan yang menandakan hubungan terbuka antara Israel dan negara Teluk itu, dan mereka mengatakan pada rakyat Palestina kini waktunya untuk menegosiasikan perdamaian.

Penasihat Senior Gedung Putih Jared Kushner juga mengatakan pada kedatangannya bahwa Washington dapat membantu menjaga military edge atau bantuan militer bagi Israel dalam proses meningkatkan hubungan dengan UAE, yang merupakan ekonomi terbesar kedua di negara-negara Arab dan kekuatan regional.

Diumumkan pada 13 Agustus lalu, kesepakatan normalisasi itu adalah akomodasi pertama antara negara Arab dan Israel dalam lebih dari 20 tahun dan sebagian besar dibentuk melalui ketakutan bersama terhadap Iran.

Warga Palestina kecewa dengan langkah UAE dan melihatnya sebagai pengkhianatan yang akan melemahkan posisi pan-Arab lama yang menyerukan penarikan Israel dari wilayah yang diduduki, dan penerimaan kenegaraan Palestina dengan imbalan hubungan normal dengan negara-negara Arab.

Kushner mengatakan warga Palestina tidak harus "terjebak di masa lalu".

"Mereka harus datang ke meja perundingan. Perdamaian akan siap bagi mereka, sebuah kesempatan akan siap untuk mereka saat mereka siap menerimanya," kata Kushner, bagian dari delegasi AS yang mendampingi para pejabat Israel pada penerbangan pejabat Israel pertama dari Tel Aviv ke UAE.

Dalam pernyataan bersama, Uni Emirat Arab, Israel dan Amerika Serikat mendesak para pemimpin Palestina untuk kembali berhubungan dengan para pimpinan Israel.

Putra mahkota Abu Dhabi sebelumnya menyatakan komitmen UAE atas terbentuknya negara Palestina dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya, sebagaimana dilaporkan kantor berita negara WAM.

"Perdamaian adalah pilihan strategis, namun tidak dengan mengorbankan perjuangan Palestina," demikian diberitakan WAM.

Kushner dan penasihat keamanan nasional AS Robert O'Brien memimpin delegasi AS dalam kunjungan yang berlangsung selama dua hari itu. Sementara itu, tim Israel dipimpin oleh penasihat keamanan nasional Meir Ben-Shabbat.

UAE dan Israel akan mendiskusikan kerja sama ekonomi, ilmu pengetahuan, perdagangan, dan kebudayaan dalam kunjungan tersebut. Penerbangan langsung antara kedua negara juga termasuk dalam agenda tersebut, sebagaimana dikatakan juru bicara Kementerian Luar Negeri Israel kepada stasiun televisi al Arabiya usai mendarat di Abu Dhabi.

"Inilah bentuk perdamaian untuk perdamaian," kata Perdana menteri Benjamin Netanyahu dalam cuitannya di Twitter. Dia juga menggambarkan kesepakatan untuk hubungan formal dengan negara Arab yang tidak memerlukan penyerahan tanah yang direbut Israel dalam perang Timur Tengah 1967.

Pada konferensi pers di Yerusalem pada Senin malam, Netanyahu mengatakan: "Ini akan menjadi perdamaian yang hangat karena akan didasarkan pada kerja sama di bidang ekonomi, dengan ekonomi kewirausahaan seperti kita, dengan kemampuan ekonomi yang luas, dengan keuangan besar yang mencari saluran investasi. "

SAMBUTAN ARAB

Bahkan sebelum mendarat, para delegasi membuat sejarah penerbangan ketika pesawat komersial Israel terbang di atas wilayah Saudi dengan penerbangan langsung dari Tel Aviv ke ibukota Uni Emirat Arab.

Pejabat Israel berharap perjalanan itu akan menghasilkan tanggal untuk upacara penandatanganan di Washington, mungkin pada awal September, antara Netanyahu dan Putra Mahkota Abu Dhabi Sheikh Mohammed bin Zayed al-Nahyan.

Perjanjian itu dapat memberi Presiden AS Donald Trump dorongan kebijakan luar negeri menjelang pencalonannya kembali pada pemilihan presiden bulan November.

Pemerintahan Trump telah mencoba membujuk negara-negara Arab Sunni lainnya, yang khawatir dengan Iran, untuk berhubungan dengan Israel. Yang paling kuat, yakni Arab Saudi, saat membuka wilayah udaranya untuk penerbangan El Al, telah mengisyaratkan bahwa mereka belum siap.

Di dalam pesawat yang penuh, penumpang disambut dalam bahasa Arab, Inggris, dan Ibrani.

"Mengucapkan salam, damai dan shalom bagi kita semua, semoga selamat dalam penerbangan sampai tujuan," kata pilot, Kapten Tal Becker, melalui interkom, menggunakan ketiga bahasa untuk juga mengumumkan nomor penerbangan dan tujuan.

Seperti semua pesawat El Al 737, pesawat itu dilengkapi dengan sistem anti-rudal, kata seorang juru bicara Israel, dan membawa agen keamanan dari Dinas Rahasia AS dan Shin Bet Israel.

Para pemimpin Palestina mengungkapkan kemarahan atas kesepakatan yang mereka yakini semakin mengikis perjuangan mereka untuk menjadi negara merdeka.

"Perdamaian bukanlah kata kosong yang digunakan untuk menormalkan kejahatan dan penindasan. Perdamaian adalah hasil dari keadilan," kata politisi Saeb Erekat dalam cuitan di Twitter.

"Perdamaian tidak dibuat dengan menyangkal hak Palestina untuk hidup dan memaksakan rezim apartheid. Apartheid adalah apa yang dimaksud Netanyahu dengan perdamaian untuk perdamaian."

Kelompok Islam Hamas, yang mengontrol kantong Palestina di Gaza, juga mengutuk UAE.

Penerbangan itu mewakili "tusukan dari belakang terhadap rakyat Palestina, perpanjangan pendudukan, dan pengkhianatan terhadap perlawanan rakyat (Palestina)," kata Hamas dalam sebuah pernyataan.

Beberapa jam sebelum pesawat mendarat, dalam insiden yang tampaknya tidak terkait dan dikaitkan oleh pihak berwenang dengan kerusakan gas, tiga orang tewas dan beberapa lainnya cedera dalam dua ledakan terpisah di pusat pariwisata Abu Dhabi dan UAE, Dubai, kata polisi dan media lokal.

Kantor media pemerintah Abu Dhabi mengatakan dua orang tewas dalam ledakan di ibu kota, yang dilaporkan harian National menghantam restoran KFC dan Hardee's, yang terletak di jalan utama menuju bandara.

Dalam insiden kedua, satu orang tewas ketika tabung gas meledak di sebuah restoran Dubai, sebagaimana dilaporkan media lokal.

Sumber: Reuters
Baca juga: Hamas, Israel sepakat hentikan serangan di perbatasan Gaza
Baca juga: UAE cabut pemboikotan Israel, izinkan kesepakatan perdagangan
Baca juga: Turki: Sejarah tak akan maafkan UAE atas kesepakatan dengan Israel

Penerjemah: Aria Cindyara
Editor: Atman Ahdiat
Copyright © ANTARA 2020