Beijing (ANTARA) - Pemerintah China diyakini telah memerintahkan sejumlah media utamanya untuk tidak menyiarkan berita terkait Mulan, film produksi Disney, setelah banyak kalangan mengkritik hubungan film tersebut dengan isu pelanggaran hak asasi manusia di Xinjiang.

Informasi itu disampaikan oleh empat orang narasumber yang mengetahui surat edaran pemerintah tersebut, tetapi mereka tidak bersedia disebutkan namanya.

Larangan pemberitaan itu kemungkinan akan merugikan Disney, yang menghabiskan biaya 200 juta dolar AS (sekitar Rp2,96 triliun) untuk memproduksi Mulan.Baca juga: Berperan sebagai kaisar di "Mulan", Jet Li bantah sakit keras
Baca juga: Joshua Wong serukan pemboikotan film Mulan


Pihak Disney berharap Mulan dapat ditonton banyak warga China mengingat negara itu menempati urutan kedua untuk penonton sinema terbesar dunia. Terkait tujuan itu, film Mulan, yang kisahnya berasal dari legenda rakyat China, menampilkan banyak aktor legendaris asal Tiongkok seperti Gong Li, Donnie Yen, dan Liu Yifei.

Walaupun demikian, sebelum pemerintah melarang pemberitaan Mulan, film itu kemungkinan sulit menembus box office — istilah yang digunakan saat pendapatan film melebihi biaya produksi.

Pasalnya, otoritas setempat membatasi kapasitas penonton di bioskop dan ulasan penonton terhadap film Mulan tidak sepenuhnya positif.

Tiga narasumber menyampaikan sejumlah media menerima surat edaran dari pemerintah. Namun hanya dua dari mereka yang menyebut surat edaran itu berasal dari Badan Ruang Siber China.

Narasumber keempat yang bekerja di salah satu koran utama di China mengatakan ia menerima sebuah pesan singkat dari seniornya berisi perintah yang sama dengan maklumat surat edaran.

Surat edaran itu tidak menjelaskan alasan pelarangan, tetapi mereka meyakini instruksi itu diberikan karena kritik komunitas internasional terhadap hubungan film tersebut dengan isu HAM di Xinjiang.

Sejauh ini, Badan Ruang Siber China dan Disney belum menanggapi pertanyaan terkait masalah tersebut.

Beberapa nama pejabat di Xinjiang masuk dalam pemberian ucapan terima kasih yang ditayangkan di akhir film. Alasannya, beberapa adegan film berlokasi di Xinjiang. Penyebutan nama itu membuat sejumlah orang menyerukan dan mengajak boikot terhadap film Mulan.

Kebijakan Pemerintah China terhadap masyarakat etnis Uighur di Xinjiang kerap dikritik oleh pihak asing, di antaranya termasuk Amerika Serikat dan beberapa lembaga pembela HAM.

Global Times, tabloid yang dikelola People’s Daily, pada Rabu membalas kritik terhadap film dalam tajuknya yang berbahasa Inggris. Redaksi Global Times menyebut kritik tersebut sebagai “salah satu ideologi ekstrem dari opini masyarakat AS yang ditujukan (menyerang, red) China”. People’s Daily dan Global Times merupakan media yang bernaung di bawah Partai Komunis China.

Disney telah berupaya memastikan Mulan diterima dengan baik oleh masyarakat China. Direktur keuangan Disney pada Rabu menyampaikan kabar ke investor bahwa pihaknya “sangat senang” melihat hasil awal peluncuran film di tempat lain.

Sebelum tayang di bioskop, Mulan telah lebih dulu diluncurkan di aplikasi Disney+ mengingat adanya pandemi COVID-19.

Menurut Maoyan, Mulan kemungkinan akan tayang di lebih dari 40 persen bioskop di China, Jumat. Maoyan merupakan aplikasi penyedia tiket bioskop buatan perusahaan multinasional yang berpusat di Shenzhen, China.

Pengelola bioskop di China saat ini mengurangi kapasitas penonton sampai 50 persen.

Sejauh ini, nilai tiket film Mulan yang telah terjual per hari ini (10/9) sebanyak 9,78 juta yuan (sekitar Rp21,2 miliar). Setidaknya, 55 persen dari seluruh tiket film Mulan yang akan dijual untuk penayangan di China, Jumat telah terjual.

Seorang pengamat, yang menolak disebut namanya, memprediksi film itu akan menerima pendapatan relatif rendah sebanyak 150 juta yuan (sekitar Rp327,96 miliar) dari penjualan tiket di China.

Laman media sosial Douban menilai film Mulan dengan rating 4,7 dari 10.

Sumber: Reuters

Baca juga: Disney "sangat senang" dengan hasil awal perilisan "Mulan"
Baca juga: Gerakan #BoycottMulan mencuat di Hong Kong sampai Thailand, mengapa?


Penerjemah: Genta Tenri Mawangi
Editor: Mulyo Sunyoto
Copyright © ANTARA 2020