Saya kira kan pintunya bisa melalui uji materi. Uji materi secara akademik, sehingga apa yang menjadi aspirasi masyarakat itu bisa terwadahi
Malang, Jawa Timur (ANTARA) - Wali Kota Malang Sutiaji menyarankan kepada para pihak yang tidak menyetujui pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja, untuk bisa mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstritusi (MK).

"Saya kira kan pintunya bisa melalui uji materi. Uji materi secara akademik, sehingga apa yang menjadi aspirasi masyarakat itu bisa terwadahi," kata Sutiaji, di Kota Malang, Jawa Timur, Jumat.

Menurut politisi Partai Demokrat tersebut, RUU Cipta Kerja perlu dibedah secara mendalam, untuk mengetahui seluruh poin-poin yang diatur dalam beleid yang baru saja disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) itu.

Sutiaji menambahkan, dengan mengetahui seluruh aspek yang terkandung dalam RUU Cipta Kerja tersebut, diharapkan seluruh masyarakat Indonesia bisa terlindungi, dan tidak ada pihak-pihak yang dirugikan termasuk para buruh.

Baca juga: Pemerintah pastikan izin Amdal tidak dihapus dalam UU Cipta Kerja
Baca juga: Bahlil: UU Cipta Kerja adalah UU masa depan
Baca juga: Bahlil sebut 153 perusahaan akan masuk RI setelah Omnibus Law disahkan
Baca juga: Selesaikan lewat "JR" atau perpu ketimbang di jalanan


"Apapun kita adalah anak bangsa yang harus dilindungi, termasuk bagaimana kesejahteraan buruh kedepan," kata Sutiaji.

Menurut Sutiaji, keberadaan RUU Cipta Kerja tersebut untuk memberikan akses, dan berbagai kemudahan kepada para investor untuk berinvestasi di Indonesia. Namun, diharapkan tidak ada pihak-pihak yang dirugikan.

"Secara ruhnya, Omnibus Law itu bagaimana para investor bisa masuk ke Indonesia. Tapi jangan sampai nanti mungkin nilai-nilai yang substansi, bagaimana kesejahteraan, hak-hak buruh jangan dikebiri," kata Sutiaji.

Pada 5 Oktober 2020, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyetujui RUU Cipta Kerja untuk dijadikan Undang-Undang. Pada saat pengambilan keputusan, enam fraksi di DPR menyatakan setuju, satu fraksi memberikan catatan, dan dua fraksi menyatakan menolak.

Dalam RUU Cipta Kerja yang telah disahkan tersebut, mencakup 15 bab, dan 174 pasal. Usai disetujui oleh DPR, terjadi berbagai aksi penolakan RUU Cipta Kerja tersebut di berbagai wilayah di Indonesia, termasuk Kota Malang.

Di Kota Malang, pada Kamis (8/10), ribuan buruh dan mahasiswa berkumpul di depan Gedung DPRD, dan Balai Kota Malang untuk melakukan aksi unjuk rasa, menolak RUU Cipta Kerja, yang diwarnai kericuhan.

Sutiaji menyayangkan adanya kericuhan tersebut, yang menyebabkan kerusakan pada fasilitas umum, dan kendaraan dinas milik Pemerintah Kota Malang, termasuk dari kepolisian. Sutiaji menyatakan memang aksi unjuk rasa tersebut sejatinya dilindungi undang-undang.

Namun, lanjut Sutiaji, jika aksi unjuk rasa tersebut diwarnai kericuhan dan merugikan warga Kota Malang, dirinya mengecam kejadian tersebut. Diharapkan, tidak ada lagi kejadian serupa di Kota Malang.

"Menyuarakan aspirasi dilindungi UU, tapi jika anarkis, kita kecam. Penyampaian aspirasi itu adalah dinamika demokrasi kita," kata Sutiaji.

Akibat kericuhan tersebut, puluhan petugas kepolisian, dan para pengunjuk rasa mengalami luka-luka. Selain itu, berbagai fasilitas umum di Kota Malang rusak, ada juga kendaraan dinas milik Pemerintah Kota Malang yang dibakar, dan kendaraan milik Polri yang dirusak.

Pihak kepolisian telah mengamankan sebanyak 129 orang terkait kericuhan dalam unjuk rasa yang dilakukan di kawasan Tugu Kota Malang tersebut, dimana sebanyak 20 orang dinyatakan reaktif usai menjalani tes cepat COVID-19.

Baca juga: Polresta dalami dalang aksi unjuk rasa ricuh di Kota Malang
Baca juga: Polisi amankan 634 pelaku kerusuhan demonstrasi di Surabaya dan Malang


Pewarta: Vicki Febrianto
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2020