Badung kembali harmonis, rahayu dan rahajeng
Badung (ANTARA) - Pemerintah Kabupaten Badung, Bali, melakukan ritual upacara 'Ngaben Bikul' atau tikus sebagai salah satu upaya untuk memohon agar wilayah tersebut bersih dan bebas dari hama yang menyerang tanaman petani.

"Upacara Ngaben Bikul (tikus) ini mengandung nilai kearifan lokal dan juga nilai filosofi yang menyangkut aspek-aspek penting dalam kehidupan manusia," ujar Sekretaris Daerah Badung I Wayan Adi Arnawa saat puncak Upacara Ngaben Bikul di Pantai Seseh, Badung, Kamis.

Ia mengatakan, aspek kehidupan manusia tersebut yang pertama dapat dilihat dari aspek lingkungan. Pelaksanaan Ngaben Bikul bertujuan untuk membersihkan hama tanaman dan juga menghilangkan pengaruh-pengaruh buruk dari aspek niskala (rohani).

"Apabila dicermati lebih jauh tradisi ini tentunya sangat membantu dalam hal menjaga keseimbangan ekosistem lahan pertanian," katanya.

Baca juga: Desa Adat Karangsari adakan Ngaben Massal 5 tahun sekali

Sekda Adi Arnawa menjelaskan, upacara Ngaben Bikul dilakukan juga sebagai wujud keberpihakan Pemkab Badung pada sektor pertanian, terlebih saat ini Badung menjadi daerah yang sangat terdampak akibat adanya pandemi COVID-19, karena sebelumnya Badung sangat mengandalkan sektor pariwisata.

"Melalui upacara Ngaben Bikul ini, kami pemerintah daerah berupaya mewujudkan ketahanan pangan yang ada di wilayah Kabupaten Badung," ungkapnya.

Sementara itu, Ketua Panitia Upacara Ngaben Bikul, I Gede Arjana menjelaskan, upacara tersebut dilaksanakan karena adanya wabah tikus di lahan pertanian Kabupaten Badung.

"Hari ini kami melaksanakan upacara Ngaben Bikul agar alam ini utamanya di wewidangan (wilayah) subak bisa harmonis. Diharapkan dengan adanya upacara ini, Badung kembali harmonis, rahayu dan rahajeng," terangnya.

Baca juga: Warga Desa Adat Kapal Badung ikuti tradisi Perang Ketupat

Sebelum puncak upacara ngaben, lada Rabu (18/11) lalu, dilakukan upacara 'ngeringkes bangkai bikul' yang bermakna menyucikan tikus. Pada proses tersebut, tikus dipilih sesuai jenis kelaminnya, setelah itu dimandikan dan dibungkus dengan kain kafan dan diberikan aksara suci.

Selain itu, sebelumnya juga telah dilakukan upacara 'matur piuning' di Pura Subak di Badung dan kegiatan 'meboros' atau 'ngeropyok' dengan bikul atau tikus yang mati dikumpulkan di masing-masing kelian subak untuk dibawa ke lokasi upacara ngaben. Total ada sekitar 300 bangkai tikus dikumpulkan untuk diaben dengan memakai tingkatan pengabenan 'sarwa preteka' dalam pelaksanaan upacara itu.

Baca juga: Desa Adat Pecatu Badung serahkan bantuan senilai Rp1,3 miliar

Pewarta: Naufal Fikri Yusuf
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2020