Jakarta (ANTARA) - Berdasarkan Pangkalan Data Pendidikan Tinggi Laporan Tengah Tahunan BAN-PT (2019) dan Data Kemendikbud, total jumlah perguruan tinggi di Indonesia mencapai 4.670 dengan total mahasiswa sebanyak 8.184.058 orang.

Atmosfer pembelajaran dan pendidikan kini menjadi semakin fleksibel, otonom, didukung kultur pembelajaran nan inovatif serta futuristik. Inilah inti kebijakan Merdeka Belajar: Kampus Merdeka. Penulis cenderung memaknai Kampus Merdeka dengan terminologi Kampus 5.0.

Istilah Kampus 5.0 ini terinspirasi dari pidato Sinzo Abe dalam Forum Ekonomi Dunia di Davos tahun 2019. Ia mengemukakan gagasan tentang era society 5.0. Maksudnya, masyarakat saat itu telah memiliki sistem teknologi dan ekonomi yang seimbang, serta terintegrasi secara daring maupun luring.

Masyarakat 5.0 benar-benar merasa nyaman, bahagia, energik, aman, dan sejahtera dari multiaspek.

Kampus 5.0 memiliki kurikulum yang membebaskan, membahagiakan, mencerahkan, memberdayakan, menyejahterakan, serta memajukan peradaban. Terjadi harmonisasi antara teknologi dan tradisi. Tentunya aspek spiritual, moral tetap merupakan aspek fundamental.

Baca juga: Kampus Merdeka dan upaya penanganan COVID-19

Peserta didik akan semakin mudah beradaptasi dengan cloud computing, 3D printing, 5G, sensor, drone, IoT, big data, AI (kecerdasan buatan), 5G, networks, robotik, sel punca, nanoteknologi, bioinformatika, deep learning, machine learning, genetic editing, augmented reality, optogenetics, dan beragam teknologi terkini lainnya.

Dari kurikulum Kampus 5.0 inilah, generasi milenial nantinya akan terbiasa dengan semua yang berakhiran "Tech", seperti: HealthTech, HomeTech, FinTech, GovTech, TourTech, BioTech, EduTech, MediaTech, InfraTech, dan sebagainya.

Kampus 5.0 juga akan menjadi Kampus Global, dengan tetap berorientasikan SDGs (Sustainable Development Goals). Sehingga idealnya, di Kampus 5.0, para mahasiswa dapat mengenali, memahami, mengolah, mengelola, mengaktivasi secara komprehensif tentang sistem e-Learning, pemberdayaan perempuan, smart grid system, sistem deteksi dini kebencanaan, smart agriculture, smart food, smart cities, smart villages, ekosistem inovasi global, penggunaan remote sensing, data oseanografis, data meteorologis, data observasi, dan sebagainya.

Kampus 5.0 hendaklah juga kompetitif, agar siap menghadapi era industri 4.0. Menurut World Economic Forum, United National Development Programme, Indonesia masuk peringkat 113 Human Development Index di dunia, dan pada tahun 2017 sektor manufaktur mulai menguat, naik di angka 4,74 persen.


Solusi Disrupsi

Disrupsi akibat perkembangan teknologi digital sebenarnya telah diprediksi oleh ilmuwan. Fisikawan Michio Kaku telah berasumsi bahwa internet akan menjadi "jaringan otak" yang dapat diberi sensasi, intuisi, serta memori.

Albert Einstein juga pernah mengatakan bahwa dirinya takut pada hari di mana teknologi kelak akan menggantikan interaksi antarmanusia. Dunia akan memiliki generasi idiot.

Era disrupsi teknologi merupakan perpaduan antara domain digital, biologi, dan fisik. Salah satu tantangan revolusi industri 4.0 dan ekonomi digital adalah keberadaan sekitar 375 juta tenaga kerja global yang beralih profesi. Jelaslah bahwa soft skills (seperti: inisiatif, integritas, etika, kemauan belajar, berpikir kritis, komitmen, motivasi, komunikasi lisan, kreatif, kerja sama tim, kepemimpinan, manajemen waktu, fleksibilitas) dan hard skills (contohnya: mengetik cepat, fasih berbahasa asing, operasi mesin, kemampuan program komputer, gelar atau sertifikasi) para pekerja perlu lebih ditingkatkan. Salah satunya melalui teknologi digital.

Baca juga: Google luncurkan program pendidikan Bangkit 2021

Teknologi digital juga perlu didukung oleh ekonomi digital, sebagai bagian dari revolusi industri 4.0. Hal ini merupakan peluang besar bagi Kampus 5.0.

Adapun keterampilan kehidupan (life skills) yang perlu dimiliki oleh para pelajar, mahasiswa, dan generasi milenial antara lain: pemecahan problem kompleks, kecerdasan emosi, menulis kreatif dan saintifik, literasi, kepemimpinan, pembuatan keputusan, media informasi dan teknologi, partisipasi, sinergi dan kolaborasi, koordinasi, negosiasi, kreativitas, berpikir kritis, inovasi, tanggung-jawab, berorientasi pelayanan, kecerdasan multipel.


Kecerdasan

Keterampilan tentunya tidak dapat dipisahkan dari kecerdasan. Berbicara kecerdasan, maka pusat kecerdasan adalah otak.

Otak secara umum dibagi menjadi dua bagian, otak kanan dan otak kiri. Otak kanan bertugas memelajari tentang musik, seni, bentuk 3D, gambaran holistik, pengenalan wajah, emosi, sintesis, subjektivitas, imajinasi, kreativitas, intuisi. Otak kiri berfungsi optimasi kemampuan berbahasa (baik tulisan maupun lisan), keterampilan matematis dan saintifik, objektivitas, analitis, logis, ilmiah.

Baca juga: Pemerintah akselerasi talenta digital berbasis kecerdasan buatan

Di otak pula dikenal pembagian beberapa lobus beserta fungsi mereka. Misalnya: lobus frontal (memori, pergerakan, kreativitas, perilaku, kepribadian, pemecahan masalah), lobus parietal (sensasi, wacana, pemahaman bahasa, inteligensia, fungsi visual), lobus temporal (perilaku, mendengar, memori, penglihatan), lobus oksipital (penglihatan), serebelum (pembelajaran motorik, koordinasi, dan keseimbangan), batang otak (tekanan darah, menelan, pernapasan, denyut/irama jantung).


Kreativitas

Kreativitas membutuhkan keseimbangan antara kemampuan sintetik, analitik, dan praktis. Secara universal, proses kreatif melalui beberapa tahapan.

Pertama, mengidentifikasi tujuan, harapan, dan peluang. Kedua, menyatukan input dan insight. Ketiga, menjelaskan tantangan. Keempat, menghasilkan ide. Kelima, menciptakan prototipe, menguatkan, lalu mengembangkan. Keenam, merencanakan aksi. Ketujuh, implementasi dan evaluasi.

Baca juga: Melatih kreativitas dan kecerdasan emosional anak saat pandemi

Di dalam buku "How to Develop Student Creativity" karya Robert J Sternberg dan Wendy M Williams, disebutkan 25 strategi untuk mengembangkan kreativitas. Misalnya kreativitas pemodelan, membangun efikasi diri, mempertanyakan asumsi, mendefinisikan (ulang) problematika, mendorong munculnya ide, mengkolaborasikan ide, berkontemplasi untuk berpikir kreatif, menginstruksikan dan menilai kreativitas, memberi apresiasi terhadap beragam produk dan ide kreatif, berani mengambil risiko yang rasional, menoleransi ambiguitas, membolehkan kesalahan, mengidentifikasi dan mengatasi hambatan, mengajar tanggung-jawab diri, mempromosikan regulasi diri, menunda gratifikasi, berkaca dari pengalaman orang kreatif atau kreator, mendorong kolaborasi kreatif, mencari perspektif atau paradigma lain, beradaptasi dengan lingkungan, menemukan semangat, mencari lingkungan kondusif, bermain dengan kekuatan, tumbuh secara kreatif, dakwah untuk kreativitas.

Di dalam Kampus 5.0, kreativitas ini bertujuan untuk mengintegrasikan antara pembelajaran formal, informal, nonformal, dan sosial. Pada taksonomi Bloom, kreativitas merupakan kompetensi mahasiswa level enam, yakni "menciptakan" (creating).


Gamifikasi

Salah satu bentuk pembelajaran berbasis kreativitas di masa Pandemi COVID-19 adalah gamifikasi. Gamifikasi merupakan kombinasi antara desain pembelajaran yang berbasis game (permainan), sehingga mahasiswa atau pelajar merasa bahagia.

Tujuan gamifikasi lainnya adalah untuk pemecahan masalah, persahabatan, retensi, kompetitif, melatih fokus, pilihan bermakna, pengambilan keputusan secara cepat, produktivitas, optimisme, eksplorasi.

Baca juga: Agate rambah gamifikasi untuk kesehatan mental

Gamifikasi dibuat berlandaskan filosofi manusia sebagai homo ludens, yakni makhluk yang suka bermain dan menyenangi permainan.

Penulis mengistilahkan gamifikasi ini sebagai eduhealthtainment. Maksudnya: edukasi yang menyehatkan sekaligus membahagiakan.

Di masa Pandemi COVID-19 ini, platform Kampus 5.0 merupakan manifestasi nyata dari kebijakan Merdeka Belajar: Kampus Merdeka. Tentunya, perlu sinergi dan kolaborasi pentaheliks (akademisi, media, komunitas/masyarakat, pemerintah, pengusaha) serta lintas-sektoral untuk mewujudkan Indonesia jaya.

*) dr Dito Anurogo MSc adalah mahasiswa S3 di IPCTRM TMU Taiwan, dosen FKIK Unismuh Makassar, Dewan Pembina dan Penasihat MLI dan Menusa, penulis The Miracle of Medicine.

Copyright © ANTARA 2021