Palembang (ANTARA) - Wawan Darmawan, petani Desa Sumber Mulya, Kecamatan Muara Telang, Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan, diliputi kegusaran karena pupuk subsidi yang dijanjikan pemerintah tak kunjung diterimanya. Padahal, musim tanam periode kedua siap dimulai pada April 2021.

Dirinya dan sebagian besar petani di kabupatennya yang menjadi sentra beras Sumsel belum juga mendapatkan pupuk subsidi, padahal mereka sudah masuk dalam daftar Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok Elektronik (e-RDKK) yang dikelola Kementerian Pertanian.

“Walau masuk dalam e-RDKK, ternyata itu tidak jaminan bagi kami. Buktinya sampai sekarang juga belum dapat,” kata Wawan, Sabtu (27/3).

Lebih miris lagi, kisah ini sudah terjadi sejak musim tanam pertama, yang mana rata-rata petani setempat memulai pada Desember 2020 atau Januari 2021.

Alokasi pupuk subsidi yang dijanjikan pemerintah tersebut hingga kini tak kunjung tersedia di agen yang menjadi langganan mereka. Walau petani sudah menyetorkan uang muka ke agen, tetap saja dikatakannya stok sedang kosong.

“Ini agen minta lagi, untuk e-RDKK musim tanam kedua. Gimana kami mau setor, yang pertama saja belum dapat,” kata Wawan.

Adanya program pupuk subsidi itu sebenarnya demikian menolong petani karena dapat menekan biaya produksi mengingat harganya hanya Rp110.000 per karung (50 Kg), sementara pupuk komersil jenis urea Rp270.000 per karung.

Untuk satu hektare (Ha) lahan dibutuhkan setidaknya enam karung pupuk.

Tanpa adanya pemupukan ini, petani akan kesulitan meningkatkan produktivitas lahan, seperti yang dialami Wawan Darmawan pada musim tanam sebelumnya. Biasanya ia memperoleh 6 ton Gabah Kering Giling (GKG) per Ha, tapi kini hanya 3 ton GKG per Ha.

Baca juga: Wamentan: Stok pupuk subsidi sangat cukup segera distribusi

Keadaan pun semakin sulit karena harga gabah juga anjlok menjadi Rp3.500 per Kg dari Rp4.000-Rp4.500 per Kg.

“Inilah masalah yang kami hadapi, kami harus mengadu kemana lagi. Yang di atas bicara stok aman, tapi kenyataannya kami tidak dapat pupuk, mengadu ke dinas juga tidak ada solusinya,” kata Wawan.

Demi menjaga produktivitas lahan pada musim tanam kedua ini, petani akhirnya terpaksa membeli pupuk komersil dengan harga yang sudah melambung yakni Rp295.000 per karung.

Menurutnya, harga pupuk komersil di desanya juga melonjak lantaran kekosongan stok pupuk subsidi selama beberapa bulan. Dengan begitu, berdasarkan hitung-hitungannya, saat ini petani setidaknya mengeluarkan dana Rp10 juta per Ha.

Lantaran itu pula, ia tak mempermasalahkan jika akhirnya program pupuk subsidi ini dicabut, asalkan pupuk mudah didapatkan di pasaran dan harganya relatif terjangkau.

Keinginan ini juga disampaikan, Ilham, petani Desa Muara Dunia, Kecamatan Pemulutan, Kabupaten Ogan Ilir. Dirinya tak mempermasalahkan jika pupuk subsidi ini dihapuskan oleh pemerintah.

“Tidak ada gunanya juga, kami pun sulit mendapatkan pupuk. Masih juga terpaksa beli pupuk komersil yang harganya mahal karena barang sedikit,” kata dia.

Jika dihitung, saat ini modal untuk satu Hektare lahan sawah senilai Rp10 juta, sementara yang didapatkan setelah panen sungguh tidak berimbang. Jika dibagikan hanya dapat Rp10.000 per hari (satu kali musim tanam Rp4 bulan), kata dia.

Khoiril Sabili, petani asal Ogan Komering Ulu Timur yang juga anggota Himpunan Kerukunan Tani Indonesia mengatakan sebagian besar petani di daerahnya mengandalkan pupuk nonsubsidi lantaran alokasi untuk subsidi terbilang terbatas.

Terdapat selisih harga sekitar Rp40 ribu/Kg jika dibandingkan dengan pupuk subsidi.

“Kami mengharapkan pupuk ini jangan langkah. Sudah yang subsidi tidak dapat, ini yang nonsubsidi juga sulit didapatkan,” kata dia.

Petani jagung di Kecamatan Lengkiti, Kabupaten Ogan Komering Ulu, Sumatera Selatan juga mengeluhkan kelangkaan pupuk bersubsidi di pasaran yang dirasakan menghambat proses tanam.

Salah seorang petani asal Desa Way Heling, Kecamatan Lengkiti OKU mengatakan jika pun ada yang menjual maka harga pupuk urea sudah naik dari Rp105.000 menjadi Rp115.000. Sedangkan, pupuk ponska dari Rp120.000 menjadi Rp140.000.

Kepala Desa Way Heling, Kecamatan Lengkiti, Herwadi mengatakan sebelumnya pihaknya sudah membahas permasalahan kelangkaan pupuk bersubsidi ini bersama Dinas Pertanian OKU guna mencari solusinya.

Namun sayangnya sampai sekarang belum ada hasilnya. Para petani sudah mengeluh soal kelangkaan pupuk serta diiringi kenaikan harga ini, kata dia.

Kebutuhan pupuk pada saat musim tanam di Desa Way Heling berkisar 150 ton. Namun dengan ketersediaan pupuk saat ini, dikhawatirkan tidak bisa memenuhi kebutuhan para petani jagung.

"Kalau kondisinya seperti ini terus, bisa-bisa petani di desa kami stop memupuk tanaman," ujarnya.


Stok aman

Direktur Keuangan dan Umum Saifullah Lasindrang PT Pusri mengatakan Pusri sebagai BUMN yang dipercaya negara untuk menyalurkan pupuk subsidi memiliki mekanisme untuk penyalurannya.

Pada 2021, Pusri berkewajiban menyalurkan 230.000 ton pupuk urea dan NPK bersubsidi ke 17 kabupaten/kota di Sumsel. “Tugas kami memastikan 100 persen pupuk itu tersalurkan selama Januari hingga Desember 2021,” kata dia.
Gudang pupuk Pusri di Palembang. (ANTARA/HO/21)



Terkait kebutuhan petani, Pusri juga menyediakan pupuk nonsubsidi, yang mana kapasitas produksi perusahaan dipastikan akan memenuhi kebutuhan Sumsel.

“Kami pun sudah menyakinkan Pemprov Sumsel bahwa siap mendukung target masuk tiga besar lumbung pangan nasional,” kata dia.

Pusri memastikan distribusi pupuk subsidi sesuai dengan mekanisme Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok Elektronik (e-RDKK) yang dikelola Kementerian Pertanian.

Penerapan sistem e-RDKK ini dapat meminimalisir penyelewengan sehingga penyaluran pupuk bersubsidi menjadi tepat sasaran.

Seperti diketahui, usulan kebutuhan pupuk subsidi yang tercantum di e-RDKK dievaluasi Kementan untuk diterbitkan dalam SK Mentan tentang jumlah alokasi. Dari SK tersebut kemudian terbit SK tingkat provinsi dan SK tingkat kabupaten sebagai dasar produsen pupuk menyalurkan ke petani.

Baca juga: Pusri pastikan distribusi pupuk subsidi sesuai e-RDKK Kementan

Dalam menyalurkan pupuk bersubsidi, Pusri mengacu pada Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 15/M-DAG/PER/4/2013 tentang Pengadaan dan Penyaluran Pupuk Bersubsidi untuk Sektor Pertanian secara nasional mulai dari Lini I sampai dengan Lini IV.

Kemudian, Peraturan Menteri Pertanian Nomor 01 Tahun 2020 tentang Alokasi dan Harga Eceran Tertinggi Pupuk bersubsidi sektor pertanian tahun anggaran 2020, Juncto Peraturan Menteri Pertanian Nomor 10 Tahun 2020. Kedua aturan tersebut sebagai pedoman produsen, distributor, dan penyalur yang wajib dipenuhi dalam proses penyaluran pupuk bersubsidi.

Sejauh ini, Pusri memastikan stok pupuk subsidi tersedia sesuai dengan alokasi yang ditetapkan pemerintah.

Selain menjamin terpenuhinya stok pupuk di kios pengecer, Pusri juga memastikan dalam penyaluran pupuk bersubsidi tidak terjadi penyelewengan dan kelangkaan pupuk.

Untuk wilayah Sumatera Selatan, ia mengatakan bahwa sampai dengan 8 Februari 2021, penyaluran pupuk urea subsidi mencapai 11.607,30 ton dan pupuk NPK Subsidi telah tersalurkan sebesar 10.657,55 ton.

Sedangkan untuk wilayah Banyuasin, stok urea subsidi yang tersedia sebesar 5.209,65 ton dan stok NPK Subsidi disiapkan sebanyak 3.704,5 ton.


Kuota terbatas

Sementara itu, Anggota Komisi IV DPR RI Riezky Aprilia mengatakan legislatif sudah mengetahui persoalan yang terjadi di tingkat petani dalam skema penyaluran pupuk subsidi ini.

“Senin (29/3) kami akan rapat dengan tiga kementerian terkait, untuk mempertanyakan persoalan pupuk subsidi ini. Jika memang tidak berdampak ke petani, bisa jadi program ini dicabut saja,” kata Riezky.

Menurutnya, dana yang sudah dialokasikan untuk pupuk subsidi senilai Rp33 triliun itu dapat dialihkan ke program lain yang lebih tepat sasaran semisal program pasca panen subsidi harga gabah.

“Akan ditanya ke pemerintah, bisa tidak pupuk ini dipastikan sampai ke petani. Jika mereka tidak mampu, ya memang sudah ada wacana untuk menghentikan program pupuk subsidi ini,” kata dia.

Sementara itu, Wakil Ketua Himpunan Kerukunan Tani (HKTI) Sumsel M Zain Ismed mengatakan luasan lahan padi di Sumsel tidak sesuai dengan yang dialokasikan untuk pupuk bersubsidi.

Baca juga: Dinas Pertanian Cirebon: kebutuhan pupuk subsidi membengkak

“Kelangkaan pupuk bersubsidi akan selalu terjadi kecuali alokasi subsidinya dilakukan penambahan dari pemerintah pusat,” kata Zain.

Peningkatan produksi pertanian padi di Provinsi Sumatera Selatan menghadapi sejumlah kendala, mulai dari rendahnya produktivitas, tingginya tingkat kehilangan saat panen hingga kurangnya alokasi pupuk bersubsidi.

Hingga kini roduktivitas padi di provinsi itu masih di bawah 6 ton gabah kering giling (GKG) per Ha. Sementara provinsi tetangga, seperti Lampung rata-rata mampu mencapai 7 ton GKG per Ha.

Saat ini Sumsel berada di peringkat kelima dalam produksi padi tertinggi secara nasional, yakni sebanyak 2,69 juta ton GKG pada 2020. Adapun luas lahan berdasarkan catatan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), mencapai 470.602 Ha.

Pada 2021, Sumsel menargetkan dapat memproduksi 3,1 juta ton gabah kering giling (GKG) dengan cara meningkatkan intensitas penanaman dan produktivitas.

Pemprov Sumsel sebetulnya sudah menyadari masalah luasan lahan yang memengaruhi kuota pupuk bersubdisi. Pasalnya, Sumsel tercatat sempat kehilangan luas tanam seluas 250 hektare pada 2017, lantaran tidak terdata di Kementerian ATR/BPN.

“Makanya kami terus membenahi data luasan tanam karena berpengaruh terhadap kuota pupuk yang diterima,” kata Gubernur Sumsel Herman Deru.

Persoalan pupuk bagi petani ini sudah lama menyeruak, dan hingga kini masih saja terjadi. Jika semua pihak selalu berdalih, lantas petani harus mengadu kemana lagi?.


 

Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2021