Jakarta (ANTARA) - Komite Nasional Pengendalian Tembakau meminta pemerintah untuk menekan konsumsi rokok sebagai salah satu upaya menangani pandemi COVID-19.

"Berbagai studi telah menyebutkan korelasi erat antara konsumsi rokok dan COVID-19," ujar Ketua Umum Komnas Pengendalian Tembakau, Hasbullah Thabrany dalam konferensi pers daring di Jakarta, Rabu.

Maka itu, ia meminta kepada pemerintah agar penanganan COVID-19 juga dibarengi dengan penguatan regulasi untuk menekan konsumsi rokok di Indonesia.

Ia menambahkan konsumsi rokok adalah faktor risiko utama penyakit-penyakit tidak menular mematikan, yang di antaranya ternyata merupakan penyakit-penyakit penyerta pasien COVID-19, yaitu hipertensi, kardiovaskular, paru kronis, dan kanker.

Baca juga: IDI minta media publikasikan hubungan rokok dan COVID-19

Baca juga: Sosiolog: Larangan bansos untuk beli rokok sudah tepat


Disampaikan, pada diabetes melitus pun, rokok meningkatkan faktor risiko seseorang terkena penyakit Diabetes Mellitus Tipe 2. Zat adiktif nikotin dalam rokok dapat menyebabkan resistensi hormon insulin dan mengurangi respon pankreas untuk menghasilkan insulin.

"Kami percaya, Pak Menkes saat ini memiliki prioritas yang sangat baik yang lebih memilih pada upaya preventif kesehatan daripada kuratif. Karena itu, program vaksin yang sedang berlangsung harus dibarengi dengan penguatan regulasi kesehatan, yang di antaranya paling mendesak saat ini adalah revisi PP 109/2012 untuk mengendalikan konsumsi rokok," katanya.

Hal senada juga disampaikan Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi. Dikatakan, hendaknya penanganan COVID-19 di Indonesia juga memperhatikan pengendalian konsumsi rokok, baik rokok konvensional maupun rokok elektronik.

"Namun sayangnya, jangankan menjadi salah satu fokus bagian dari upaya penanganan COVID-19, pengendalian konsumsi rokok cenderung stagnan bahkan diabaikan," katanya.

Untuk itu, ia menyampaikan, YLKI mendesak pemerintah agar segera memproses amandemen PP 109/2012 untuk melindungi konsumen Indonesia," ucapnya.

Dalam kesempatan sama, Ketua Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, Agus Dwi Susanto mengatakan tingginya jumlah perokok membuka peluang kasus COVID-19 juga tinggi.

"Jika dibandingkan dengan beberapa Negara lain di Asia Tenggara, Indonesia memiliki prevalensi perokok tertinggi diikuti dengan jumlah kasus COVID-19 tertinggi," katanya.*

Baca juga: Sampoerna: Penjualan rokok anjlok akibat kenaikan cukai dan COVID-19

Baca juga: Yogyakarta akan perkuat KTR untuk dukung pencegahan COVID-19

Pewarta: Zubi Mahrofi
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2021