Flores Timur (ANTARA) - Sita kembali ke kaki gunung api Ile Ape di Desa Waimatan, Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur, pada Minggu, hari kelimanya mendukung upaya pencarian jasad korban bencana tanah longsor di daerah itu.

Anjing bertubuh tegap itu menyelinap di antara pecahan kaca dan lempengan besi sisa bangunan yang tertimbun longsoran tanah. Moncongnya mengendus hingga ke celah-celah sempit bebatuan di permukaan tanah yang sudah bercampur lahar dingin. Lidah yang menjulur di sela taringnya tiada henti meneteskan air liur.

Anjing gembala Jerman betina berumur tiga tahun itu sudah terlatih mendeteksi bau organ tubuh manusia yang membusuk.

Dengan menggunakan cakar kaki depannya, Sita mencari jasad korban bencana di area longsoran tanah seluas lapangan bola di dekat lereng bukit di daerah pesisir Lembata.

"Kalau dia yakin menemukan mayat orang, biasanya dia tidak berhenti menggaruk-garuk tanah sambil menggonggong dengan interval 10 sampai 15 kali suara berturut-turut," kata Wakil Kepala Tim K9 Mabes Polri Bripka Anton Mulyono.

Petugas mempersempit area pencarian berdasarkan area yang banyak dikeruk-keruk oleh anjing hitam itu menggunakan cakarnya. 

Tim dari Kantor Pencarian dan Pertolongan bersama pawang membagi area tanah longsor menjadi dua titik masing-masing seluas 100x50 meter persegi.

"Tinggal delapan lagi penduduk yang belum ditemukan. Korban hilang seluruhnya ada 26 orang," kata Anton.

Sebelum dikirim untuk mendukung upaya pencarian jasad korban bencana di Lembata, Sita pernah membantu menemukan jasad korban bencana alam di Makassar (Sulawesi Selatan), Bogor (Jawa Barat), dan Banten.

Anjing itu mampu membedakan bau bangkai hewan dan jasad manusia berkat latihan rutin mengendus aroma serupa jasad manusia yang sudah membusuk dari bahan kimia yang hanya boleh digunakan oleh fasilitas pelatihan bersertifikat.

Dalam setiap pelatihan, anjing pelacak dilatih mempertajam kemampuan mendeteksi jasad manusia yang sudah membusuk menggunakan ampul-ampul bahan kimia tersebut.

"Kalau dulu, yang kita gunakan adalah potongan jenazah manusia asli dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM). Tapi belakangan ini sudah kita stop karena khawatir dengan bakterinya," kata Anton.
 
Seorang pawang menyiramkan air ke tubuh anjing pelacak yang kepanasan saat mencari jenazah korban bencana  di Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur, Minggu (11/4/2021). (ANTARA/Andi Firdaus)


Hambatan

Setelah tiba di Kabupaten Lembata pada Rabu (7/4), Sita diinapkan di Angkara, Desa Lawoleba, Kecamatan Nubatukan, Kabupaten Lembata, sekitar 15 menit perjalanan menuju lokasi tanah longsor.

Menurut dokter hewan pendamping, Sita sempat kelelahan setelah menempuh perjalanan melalui laut, darat, dan udara dari Jakarta.

Karena tubuhnya masih lelah dan cuaca di lokasi pencarian yang cukup terik berpotensi membuat anjing pelacak mengalami kejang-kejang, petugas membatasi jam tugas Sita dari pukul 07.30 hingga 10.00 supaya dia bisa bekerja dengan baik.

Anggota Satuan Polisi Satwa Mabes Polri Bripda Agung Purnama mengatakan bahwa hambatan terberat yang dihadapi oleh Sita dan empat anjing pelacak lain dalam mencari jasad korban bencana adalah longsoran tanah bercampur pasir yang bisa membuat bau jenazah mengendap di bawah permukaan tanah.​​​​

Hambatan lainnya, ia melanjutkan, adalah keberadaan batu-batu besar dan kayu gelondongan di lokasi tanah longsor.

"Ditambah lagi kepadatan kontur tanah. Tadinya masih agak lembek karena ada campuran air, sekarang sudah padat karena paparan matahari sehingga tanah tidak berpori," katanya.

Sejumlah personel kepolisian dan Kantor Pencarian dan Pertolongan menancap-nancapkan batang besi sehingga membentuk lubang kecil di permukaan tanah guna memudahkan anjing pelacak mengendus bau jasad korban bencana yang tertimbun.

Petugas juga menggemburkan beberapa bagian tanah menggunakan ekskavator agar bau jasad korban bencana bisa menyeruak ke permukaan.

Selain itu, pawang berusaha menyemangati anjing pelacak bekerja dengan menepuk-nepuk atau mengelus bagian dadanya.

"Dia bisa lebih semangat kalau ditepuk dadanya dan dielus. Saya juga memberikan makanan khusus supaya dia lebih semangat," kata Agung.

Hasil kerja Sita dalam melacak jejak bau jasad sangat bermakna bagi keluarga korban bencana alam yang menunggu kabar mengenai keberadaan anggota keluarga mereka setelah bencana.
 
Polisi duduk di kursi bersama anjing pelacak Sita di Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur, Minggu (11/4/2021). (ANTARA/Andi Firdaus)



Kerja Bersama

Kepala Seksi Tim Khusus Kantor Pencarian dan Pertolongan (Basarnas) Harrendra mengatakan bahwa Basarnas dan Polri telah bergabung dalam Tim Indonesia Search and Rescue (INASAR).

Tim INASAR telah berhasil mendapat predikat tim dengan klasifikasi medium dari Badan Penasihat Internasional bagi Pencarian dan Penyelamatan di bawah naungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (International Search and Rescue Advisory Group/INSARAG).

Capaian tersebut diperoleh setelah melalui proses klasifikasi yang telah dilaksanakan selama 36 jam dari 27 sampai 28 November 2019.

Dengan sertifikasi tersebut, tim INASAR menjadi bagian dari INSARAG dan bisa memberikan bantuan kemanusiaan ke negara-negara yang terdampak bencana.

"Basarnas membutuhkan anjing pelacak terlatih untuk menembus berbagai medan yang tidak memungkinkan ditembus oleh manusia. Kami bekerja sama dengan baik selama ini," kata Harrendra.

Dengan dukungan anjing-anjing pelacak, tim INASAR menemukan jasad korban di daerah-daerah yang terdampak bencana serta membantu warga mengetahui kondisi dan keberadaan kerabat mereka yang terdampak bencana.

Baca juga:
Anjing pelacak dukung pencarian korban bencana di Adonara dan Lembata
Kejelian anjing pelacak endus korban tanah longsor di Nganjuk


 

Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2021