Jakarta (ANTARA) - Ketua Program Studi Kajian Pengembangan Perkotaan Sekolah Kajian Stratejik dan Global (SKSG) Universitas Indonesia (UI) Dr. Chotib Hasan, M.Si. menyatakan harus dipastikan protokol kesehatan (prokes) diterapkan secara ketat di tempat-tempat wisata untuk mencegah penularan COVID-19.

"Tetap menerapkan protokol kesehatan dengan ketat," kata Chotib saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Senin.

Chotib menuturkan penerapan protokol kesehatan itu sangat penting dilakukan sebagai bagian dari upaya mewujudkan berwisata aman di tengah pandemi COVID-19.

Baca juga: Optimisme Presiden untuk "Re-Open Border" Bali

Baca juga: Presiden Jokowi: Ubud Sanur Nusa Dua jadi contoh wisata zona hijau


Menurut dia, harus dipastikan daerah wisata berada di zona hijau dan ada ketersediaan fasilitas penerapan protokol kesehatan, seperti tempat cuci tangan, petugas pemeriksa, dan tempat pemeriksaan.

Protokol kesehatan meliputi, antara lain mencuci tangan, menjaga jarak dan tidak berkerumun.

Penerapan protokol itu juga berlaku di fasilitas-fasilitas pendukung wisata seperti hotel, restoran, dan transportasi.

Tempat wisata di zona hijau juga dibuka secara bertahap dengan 50 persen kapasitas maksimal.

Chotib mengatakan sebelum membuka tempat wisata, wajib didahului dengan tahap prakondisi yang mencakup edukasi, sosialisasi, dan simulasi terkait penerapan protokol kesehatan yang disesuaikan dengan kondisi tempat pariwisata dan karakteristik masyarakat setempat.

Sebelumnya Kepala Kepolisian Republik Indonesia Jenderal Listyo Sigit Prabowo menegaskan pelarangan pada wilayah dengan zona merah pandemi COVID-19 untuk membuka kawasan lokasi objek wisata untuk mencegah peningkatan kasus COVID-19.

Baca juga: Wali Kota Denpasar: Turis wajib bebas COVID-19 di zona hijau

Sementara untuk wilayah-wilayah wisata di luar zona merah tetap dilakukan penyekatan dengan melakukan penguatan pengawasan dan pemeriksaan kepada pengunjung atau wisatawan.

Begitu juga hotel-hotel harus mematuhi protokol kesehatan untuk mengantisipasi penularan penyakit yang mematikan itu.

Pewarta: Martha Herlinawati Simanjuntak
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2021