Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami pengetahuan tiga saksi perihal peran tersangka Bupati Banjarnegara Budhi Sarwono (BS) mengatur calon pemenang lelang proyek di Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah.

KPK, Kamis (16/9) memeriksa ketiganya untuk tersangka Budhi dalam penyidikan kasus dugaan korupsi turut serta dalam pemborongan, pengadaan atau persewaan di Dinas PUPR Pemkab Banjarnegara Tahun 2017-2018 dan penerimaan gratifikasi.

"Didalami pengetahuannya, antara lain terkait dengan peran tersangka BS maupun tersangka KA (Kedy Afandi/orang kepercayaan Budhi) untuk mengatur para calon pemenang lelang paket pekerjaan di Kabupaten Banjarnegara," ucap Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta, Jumat.

Tiga saksi tersebut, yakni Siti Munifah selaku wiraswasta/Direktur CV Putra Blambangan, Hestiyani Analiza selaku wiraswasta/Direktur CV Aztra, dan Jamal Arifudin selaku Direktur CV Surya Banjar.

Selain itu, KPK pada Kamis (16/9) juga memeriksa dua saksi lainnya, yaitu Dwi Nugroho selaku Direktur PT Kalierang Agung Jaya dan Widjilaksono Dwi Anggoro selaku Direktur PT Purnama Putra Wijaya.

Baca juga: KPK dalami pembahasan anggaran proyek Gereja Kingmi Mile 32 Mimika

"Dwi Nugroho didalami pengetahuannya terkait dengan perusahaan milik saksi yang diduga turut diwajibkan untuk menggunakan surat dukungan dari PT SW (Sambas Wijaya)," kata Ali.

Sedangkan saksi Widjilaksono didalami pengetahuannya terkait dengan dugaan adanya arahan oleh tersangka Budhi baik secara langsung maupun oleh pihak lain kepada saksi dalam pengerjaan proyek di Kabupaten Banjarnegara.

Adapun pemeriksaan lima saksi tersebut digelar di Gedung Perwakilan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Kabupaten Bantul, DIY.

KPK telah menetapkan Budhi dan Kedy sebagai tersangka pada 3 September 2021.

Baca juga: Dua tersangka kasus kegiatan fiktif Asuransi Jasindo segera disidang

Keduanya disangkakan melanggar Pasal 12 huruf i dan atau Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Dalam konstruksi perkara, KPK menyebut pada September 2017, Budhi memerintahkan Kedy memimpin rapat koordinasi (rakor) yang dihadiri oleh para perwakilan asosiasi jasa konstruksi di Kabupaten Banjarnegara.

Dalam pertemuan tersebut, disampaikan sebagaimana perintah dan arahan Budhi, Kedy menyampaikan bahwa paket proyek pekerjaan akan dilonggarkan dengan menaikkan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) senilai 20 persen dari nilai proyek dan untuk perusahaan-perusahaan yang ingin mendapatkan paket proyek dimaksud diwajibkan memberikan komitmen "fee" sebesar 10 persen dari nilai proyek.

Pertemuan lanjutan kembali dilaksanakan di rumah pribadi Budhi yang dihadiri oleh beberapa perwakilan Asosiasi Gapensi Banjarnegara dan secara langsung Budhi menyampaikan diantaranya menaikkan HPS senilai 20 persen dari harga saat itu. Dengan pembagian lanjutannya adalah senilai 10 persen untuk Budhi sebagai komitmen "fee" dan 10 persen sebagai keuntungan rekanan.

Baca juga: KPK panggil dua saksi kasus suap pengesahan RAPBD Jambi

Selain itu, Budhi juga berperan aktif dengan ikut langsung dalam pelaksanaan pelelangan pekerjaan infrastruktur diantaranya membagi paket pekerjaan di Dinas PUPR Kabupaten Banjarnegara, mengikutsertakan perusahaan milik keluarganya, dan mengatur pemenang lelang.

Kedy juga selalu dipantau serta diarahkan oleh Budhi saat melakukan pengaturan pembagian paket pekerjaan yang nantinya akan dikerjakan oleh perusahaan milik Budhi yang tergabung dalam grup Bumi Rejo.

Penerimaan komitmen "fee" senilai 10 persen oleh Budhi dilakukan secara langsung maupun melalui perantaraan Kedy.

KPK menduga Budhi telah menerima komitmen "fee" atas berbagai pekerjaan proyek infrastruktur di Kabupaten Banjarnegara sekitar Rp2,1 miliar.

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Herry Soebanto
Copyright © ANTARA 2021