Jakarta (ANTARA) - Seiring dibentuknya Tim Percepatan Pencegahan Anak Kerdil (TP2AK), semua sepakat bahwa isu penurunan angka kasus stunting di Indonesia sejatinya adalah prioritas yang utama.

Semua pihak boleh saja disibukkan dengan program-program dan target kinerja yang menjadi core-nya namun kasus stunting adalah tanggung jawab semua.

Sebab bagaimana mungkin Indonesia akan berkualitas dalam beberapa tahun ke depan jika sumber daya manusia di dalamnya tersandera dalam keadaan kerdil dan kurang gizi.

Padahal sumber daya manusia yang berkualitas dalam kunci utama bangsa ini untuk mengejar kemajuan dan tinggal landas jauh-jauh dari keterbelakangan yang menyedihkan.

Tak terkecuali ketika generasi muda pun turut serta untuk disadarkan agar berkontribusi dalam kampanye anti stunting. Kesadaran mereka untuk “aware” tentu akan menjadi modal besar yang baik untuk menumpas kasus gizi buruk hingga anak kerdil di tanah air.

Wakil Presiden KH Ma’ruf Amin pun menekankan bahwa penurunan prevalensi stunting pada balita adalah agenda utama Pemerintah.

Bahkan Sekretariat Wakil Presiden sedang terus mengkoordinasikan upaya percepatan pencegahan stunting agar konvergen, baik pada perencanaan, pelaksanaan, termasuk pemantauan dan evaluasinya di berbagai tingkat pemerintahan, termasuk desa.

Setwapres mendorong keterlibatan semua pihak dalam percepatan pencegahan stunting agar prevalensi turun hingga 14 persen pada 2024.

Setwapres juga memperoleh mandat untuk memastikan pencapaian tujuan dari Pilar 5 yaitu membangun sistem pemantauan dan evaluasi terpadu dari semua program prioritas yang terdiri dari intervensi gizi spesifik dan intervensi gizi sensitif.

Baca juga: Nol stunting jadi target terwujud di Kota Solo pada 2022

Baca juga: Tangani stunting di desa, Kemendes PDTT-BKKBN integrasikan data


Stunting di Indonesia

Menurut data Survei Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI) 2019, kasus stunting di Indonesia mencapai 27,7 persen yang artinya sekitar 1 dari 4 anak balita atau lebih dari 8 juta anak mengalami stunting.

Ahli gizi, Dr. Rita Ramayulis, DCN, M. Kes, mengatakan permasalahan gizi banyak dialami oleh para remaja di Indonesia, terutama dalam hal pemenuhan mikronutrien.

Sebagaimana data Kementerian Kesehatan RI 2018, sekitar 12 persen remaja laki-laki dan 23 persen remaja perempuan mengalami anemia, yang sebagian besar diakibatkan kekurangan zat
besi (anemia defisiensi besi).

Menurut dia, anemia pada remaja perempuan akan mempunyai efek jangka panjang bahkan ketika mereka menjadi ibu yang akan hamil dan melahirkan seorang bayi. Risiko tersebut yakni kematian ibu saat melahirkan, bayi lahir prematur dan berat bayi lahir rendah (BBLR).

Oleh karena itu, sebagai calon orang tua dan “agent of change” (agen perubahan), remaja memiliki peran yang krusial dalam pencegahan stunting.

Maka keterlibatan dan mendorong kesadaran generasi muda akan bahaya stunting menjadi agenda yang mendesak.

Baca juga: Menko PMK sebut stunting berdampak negatif pada SDM usia produktif

Baca juga: BKKBN atasi stunting lewat edukasi pengasuhan pada keluarga


Keterlibatan Swasta

Untuk kepentingan semakin luasnya keterlibatan banyak pihak, pemerintah juga mendorong swasta untuk turut serta berperan dalam upaya penurunan angka stunting di Tanah Air.

Salah satu yang memiliki concern penuh atas persoalan stunting di antaranya Tanoto Foundation, organisasi filantropi independen yang didirikan oleh Sukanto Tanoto dan Tinah Bingei Tanoto pada 1981.

Organisasi tersebut bahkan telah meluncurkan buku pencegahan stunting untuk remaja yang ditulis oleh 16 mahasiswa-mahasiswi yang tergabung dalam Tanoto Scholars Association.

Buku berjudul ‘Cegah Stunting Sebelum Genting: Peran Remaja Dalam Pencegahan Stunting’ merupakan upaya organisasi itu dalam mendukung target pemerintah Indonesia untuk menurunkan prevalensi stunting menjadi 14 persen pada tahun 2024.

Buku yang diluncurkan dalam kerja sama dengan Kepustakan Populer Gramedia (KPG) dan didukung oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi ini disusun dalam empat tema bermanfaat yang dapat diterapkan oleh para remaja di kehidupan sehari-hari, baik bagi diri sendiri hingga masyarakat.

Kategori-kategori tersebut meliputi pola konsumsi, pola pengasuhan anak usia dini, pelayanan kesehatan dasar, dan kesehatan lingkungan.

Dr. J. Satrijo Tanudjojo, CEO Global, Tanoto Foundation, menekankan pentingnya kesadaran para remaja dan peran mereka dalam pencegahan stunting di Indonesia.

Ia mengatakan stunting merupakan masalah besar yang memerlukan atensi dari berbagai lapisan masyarakat termasuk kaum muda. Pencegahan stunting perlu dilakukan dengan harapan akan semakin banyak para remaja Indonesia yang paham mengenai stunting.

Sementara Eddy Henry, Head of Early Childhood Education and Development (ECED) Tanoto Foundation menambahkan, dengan komitmen untuk meningkatkan kualitas manusia sedini mungkin, salah satunya melalui peran remaja dalam pencegahan stunting, buku ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran kesehatan dan gizi bagi remaja-remaja Indonesia, sehingga dapat memberikan dampak positif berkepanjangan bagi masyarakat Indonesia di masa depan.

Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Prof. ir. Nizam, M.Sc, DiC, Ph.D menyampaikan apresiasi atas upaya untuk mendorong generasi muda berperan serta dalam upaya penurunan stunting.

Buku ‘Cegah Stunting Sebelum Genting: Peran Remaja dalam Pencegahan Stunting’ dinilainya merupakan buku bacaan yang sesuai untuk anak muda karena disusun oleh remaja guna memberikan edukasi dan promosi mengenai isu stunting dan kontribusi nyata yang mahasiswa dapat lakukan dalam mengurangi angka stunting di Indonesia, serta mewujudkan Generasi Emas Indonesia.

Buku Cegah Stunting Sebelum Genting: Peran Remaja dalam Pencegahan Stunting versi cetak dapat dibeli dengan harga terjangkau di berbagai toko buku di Indonesia sementara versi e-book bisa diunduh secara gratis melalui https://sigap.tanotofoundation.org/p/cegah- stunting-sebelum-genting-peran-remaja-dalam-pencegahan-stunting/

Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2021