Balikpapan (ANTARA) - Teknologi membuka pasar dan kesempatan. M Asror Maulana, 33 tahun, tidak punya gerobak, warung, apalagi toko, tapi cukup sukses berjualan penganan martabak dan kue terang bulan.

“Saya buka di rumah saja. Mengolah adonan, memasak kue terang bulan dan martabaknya cukup di dapur di rumah,” kata Asror, Ahad.

Jualannya, apalagi kalau bukan lewat aplikasi lapak berjualan daring dan dipadukan dengan jasa antaran online.

Oleh Asror, kue terangbulan atau martabak manis dan penganan martabaknya dikasih nama Jutawan. Harapannya tentu agar bisa membawa rezeki dan bisa membawa dirinya dan keluarganya jadi jutawan.

Setiap hari Asror buka lapak martabak dan terang bulan dari rumah di Karang Rejo, Balikpapan Tengah, mulai dari lepas Ashar hingga jelang tengah malam. Asror membuka usaha ini bersama istrinya, Tri Wahyuningsih. Berdua mereka mengolah adonan dan menyiapkan pesanan yang datang melalui aplikasi daring. Mereka juga siap mengerjakan pesanan dalam jumlah banyak untuk sajian pertemuan atau kumpul-kumpul orang banyak.

“Cari aja di GrabFood, terang bulan dan martabak Jutawan,” kata Asror sumringah seraya berpromosi.

Dengan berjualan di aplikasi daring itu, menurut Asror, asal dia buka saja, maka ada saja pesanan yang masuk. Apalagi kalau cuaca sedang hujan yang membuat orang segan keluar rumah.

Baca juga: Kemendag: Konsultasi perdagangan daring diminati pelaku usaha

Baca juga: Rajin ikut pelatihan daring, pebisnis toko busana muslim majukan usaha


Pelajaran pertama

Ilmu membuat adonan martabak dan terang bulan, didapat Asror dari pamannya. Sang paman ini sudah terlebih dahulu merantau ke Balikpapan dari tempat asal mereka di Tegal, Jawa Tengah. Asror pun belajar sambil bekerja bersama pamannya itu.

“Saat itu 2004, usia saya 15 tahun,” kenang Asror.

Setelah beberapa lama, Asror merasa harus mandiri. Apalagi ketika kemudian memutuskan menikah di tahun 2008 dengan pacarnya Tri Wahyuningsih yang sudah beberapa lama dikenalnya di Balikpapan..

Berbagai pekerjaan pun dilakoni Asror untuk nafkah keluarga. Selama 10 tahun terakhir, Asror pernah jadi loper koran, kuli, juga sopir, dan kemudian ojek daring. Dalam rentang 10 tahun ini juga, ia pun punya 3 anak bersama Tri.

“Baru setelah jadi pengendara ojek online inilah saya punya penghasilan agak lebih. Hati jadi lebih tenang karena selalu ada beras di rumah,” ujarnya.

Dengan begitu, Asror jadi mengamati pekerjaannya. Sebagai pengemudi ojek online, Asror juga melayani pesan antar makanan. Ia memperhatikan, sering kali ada order GrabFood yang lapak penjualnya di sebuah gang di tengah kota, yang kalau tidak disebutkan di aplikasi, tidak akan ada yang memperhatikan gang itu.

“Pernah juga ada order minta dibelikan makanan, yang lapak penjualnya ada di rumahnya di atas gunung,” ujarnya.

Kota Balikpapan adalah kota yang berbukit-bukit. Pemukiman biasa dibangun di lereng-lereng, dan jalan utama ada di lembah atau di punggung bukit. Dari pola itu, biasa rumah paling ujung sebuah gang ada di dasar lembah, atau sebaliknya, di puncak bukit. Di sisi lain, kata gunung adalah istilah yang lazim untuk bukit, meskipun ketinggian ‘gunung’ itu hanya 70 meter dari permukaan laut.

Melihat tempat dia mengambil pesanan makanan itu, Asror pun jadi melihat pasar besar yang dibukakan aplikasi untuk siapa saja. Tidak apa-apa tidak punya tempat yang strategis, terpencil di atas gunung, atau tersembunyi di dalam gang, asal kalau jualan makanan, makanannya enak, kemasannya pantas, dan pelayanannya cepat.

Makanan enak, kemasan bagus, dan pelayanan cepat akan memberi pengalaman belanja yang baik yang akan membuat pembeli mengulang lagi pesanannya. Kemudian, pembeli yang puas biasanya dengan senang hati berbagi pengalaman dan pujian.

Seorang pengemudi ojek online mengambil pesanan martabak dan kue terangbulan "Jutawan" pelanggannya di rumah Asrar. Di masa wabah COVID-19, pesanan malah makin ramai. (ANTARA/novi abdi)

Asror segera ingat ilmu lama membuat martabak dan kue terang bulan. Ia juga ingat jualan makanan itu, untungnya lumayan. “Setidaknya kalau sedang sepi bisa dimakan sendiri,” katanya terkekeh.

Sesuai dengan apa yang dilihatnya saat bekerja membelikan pesanan orang dan mengantarkannya, Asror pun mulai jual martabak dan terang bulan di rumah sambil masih jadi ojek online. Karena masih perlu waktu agar martabak dan terang bulan buatannya bisa masuk dan dipajang di aplikasi. Pasar pertama Asror adalah tetangga dan lingkungannya di Karang Rejo.

Sambil menunggu tersebut, ia terus belajar bagaimana bisnis jualan makanan secara daring itu. “Saya juga mulai promosikan martabak dan terang bulan di rumah dan terima pesanan,” kata Asror.

Agustus 2019, usaha Martabak dan Terang Bulan Jutawan milik Asror pun terdaftar di GrabFood. Selang beberapa bulan kemudian, wabah COVID-19 juga merebak di Indonesia dan Balikpapan juga terdampak.

“Tapi penjualan secara daring atau online ini tetap. Memang ada masa penyesuaian sebentar, terutama di awal wabah di bulan Maret 2020, setelah itu pelan-pelan penjualan meningkat, bahkan lebih baik daripada sebelum ada wabah COVID-19,” tutur Asror.

Asror pun sangat bersyukur. Doa ia sekeluarga seperti terjawab lewat usaha via aplikasi daring itu. Perlahan kesejahteraan keluarganya meningkat. Mereka sukses melunasi cicilan motor, memperbaiki dapur tempat memproduksi martabak dan terang bulan, memenuhi biaya hidup sehari-hari dan biaya pendidikan anak-anaknya.

Kenyataan saat wabah merebak banyak orang kehilangan mata pencaharian, membuat Asror bersyukur.

Allah memberi dia rezeki lewat aplikasi daring yang benar-benar membuka pasar dan kesempatan berusaha. Semoga kisahnya menjadi inspirasi bagi mereka yang sedang merintis usaha dan bangkit untuk maju.*

Baca juga: Visual jadi faktor penting bagi pengusaha kuliner berjualan daring

Baca juga: Wakil Wali Kota Depok ajak pelaku usaha perluas pasar dengan daring


Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2021