Madiun (ANTARA News) - Penganut Jami`iyyah Ahli Thoriqoh Shatoriyah An Nahdliyyah atau yang biasa disebut dengan aliran Islam Alif Rebo Wage (Aboge) di Desa Ngampel, Kecamatan Mejayan, Kabupaten Madiun, Jatim, baru akan merayakan Idul Adha pada Selasa, 8 November 2011.

Hal ini berbeda dengan pemerintah yang sudah menetapkan Idul Adha 10 Dzulhijjah 1432 Hijriyah jatuh pada Minggu, 6 November 2011

Pimpinan Thoriqoh Syatoriyah An Nahdliyyah cabang Madiun Ustad Moch Rudy, Minggu, mengatakan, Thoriqoh Syatoriyah An Nahdliyyah memiliki penghitungan sendiri dalam menentukan perayaan Idul Adha dan perayaan agama Islam lainnya. Yakni dengan dasar kalender Mutakatasal yang bersumber pada Kalimat Toyibah Laillah Hailallah.

"Kalender ini juga menjadi acuan penghitungan kami dalam menentukan awal bulan Ramadhan dan perayaan Idul Fitri yang lalu. Pada Ramadhan dan Idul Fitri lalu, kami juga merayakan lebih lambat dibandingkan dengan yang telah ditetapkan oleh pemerintah," ujar Moch Rudy, kepada wartawan.

Menurut dia, berdasarkan penghitungan kalender Mutakatasal tersebut, penganut Jami`iyyah Ahli Thoriqoh Shatoriyah An Nahdliyyah, baru mulai melakukan puasa sunah Idul Adha pada hari Minggu (6/11) dan Senin (7/11). Sedangakn shalat Idul Adha baru akan dilakukan pada Selasa (8/11).

"Untuk salat Idul Adha di wilayah Mejayan, Caruban, seperti biasanya kami laksanakan di masjid jalan Sawo, Kelurahan Krajan, Mejayan, Kabupaten Madiun. Setelah itu dilanjutkan dengan pemotongan hewan kurban," terang Rudy.

Perbedaan ini, lanjut Rudy, tidak hanya terjadi pada tahun ini saja. Pada tahun-tahun sebelumnya, penganut ini juga menjalani Ramadhan, Idul Fitri, puasa sunah, dan Idul Adha yang berbeda dari yang ditetapkan oleh pemerintah.

Karena itu, pihaknya meminta kepada umat Islam pada umumnya untuk bisa menerima sekaligus saling menghormati tentang adanya perbedaan penetapan puasa dan hari raya Idul Adha tersebut.

Ia berharap, perbedaan dalam penetapan lebaran haji ini juga dapat dihormati semua pihak seperti halnya saat Idul Fitri lalu. Sehingga kerukunan antarumat Islam tetap terjaga dengan baik.

"Kami mengimbau, hendaknya perbedaan ini dapat dimaklumi dan tidak dibesar-besarkan. Meski berbeda, toh selama ini kami dapat hidup berdampingan dengan umat muslim lainnya," kata Rudy.

Sementara, hingga kini, jumlah penganut Aboge di Kabupaten Madiun diperkirakan telah mencapai lebih dari 3.000 orang yang tersebar di beberapa wilayah, seperti Kecamatan Mejayan, Pilangkenceng, Saradan, Geger, Dagangan, dan Kebonsari.

(ANT-072/E001)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011