Jayapura (ANTARA News) - Kepala Sub-Bidang Pengembangan Desa dan Kelurahan, Kementerian Dalam Negeri Eko Prasetyanto mengatakan, pemekaran kampung yang tidak sesuai aturan akan menguras alokasi dana kampung.

"Melakukan pemekaran itu harus sesuai dengan aturan. Kalau tidak akan menguras alokasi dana kampung. Padahal dana itu sebenarnya digunakan untuk kesejahteraan masyarakat kampung dengan pemerintahnya. Jika pemekaran terus terjadi akibatnya alokasi dana tersebut akan semakin kecil," kata Eko Prasetyanto, di Jayapura, Senin.

Dia menegaskan, dalam memekarkan suatu daerah harus ada sinergisme antara pemerintah kabupaten/kota, provinsi dan pusat untuk bagaimana agar peraturan tetap ditegakkan.

"Pasalnya, peraturan penting dilakukan karena ke depan kita harus meminimalkan konflik atau permasalahan, karena pemekaran mempunyai konsekuensi, di antaranya mengenai biaya," katanya.

Dengan pemekaran kampung akan menguras alokasi dana kampung. Padahal dana itu digunakan untuk kesejahteraan masyarakat kampung dengan pemerintahnya. Kalau pemekaran terus terjadi akibatnya alokasi dana tersebut akan semakin kecil. Akibatnya pemerintah dan masyarakat kampung akan semakin menurun kesejahteraannya. Ini yang perlu diperhitungkan kedepan oleh pemda, provinsi, kabupaten/kota dan pusat, tandasnya.

Menanggapi hal itu, ujarnya, perlu ada evaluasi mengenai pemekaran-pemekaran yang marak terjadi.

Di samping itu, lanjutnya, saat ini Pemerintah Pusat sedang berupaya bagaimana agar pemekaran kampung itu ada moratorium (penundaan sementara) sambil menunggu adanya rancangan Undang-Undang tentang desa karena ada mekanisme dan prosedur yang berbeda dengan Undang-Undang 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

Namun saat ini hukum positif yang berlaku tetap Undang-Undang 32, tetapi aturan minimalnya harus dipenuhi. "Yang mengetahui hal ini siapa, jelas pemerintah provinsi dan pemerintah daerah itu sendiri," tambahnya.

Menyinggung soal apakah ada kemungkinan kampung yang tidak berhasil dilebur kembali ke daerah asalnya, kata Eko, hal itu bisa saja terjadi karena ada aturannya.

"Kita punya aturan untuk itu, yakni PP 72 Tahun 2005 mengenai permasalahan pembentukan, penghapusan, dan perubahan status desa menjadi kelurahan. Tetapi hal ini perlu dikaji lebih mendalam, karena yang namanya menghapus, menggabung itu lebih berat daripada membentuk karena sudah menyangkut dengan kekuasaan seseorang. Untuk itu perlu kajian yang mendalam," katanya.

Sedangkan mengenai adanya kampung yang kurang diberdayakan, ujarnya, saat ini semua pihak harus menyadari, permasalahan dan persoalan itu sebagian besar ada di kampung, karena hampir sebagian besar penduduk kita berada di kampung.

Oleh karena itu, lanjutnya, jika permasalahan kampung itu belum bisa diselesaikan maka sebenarnya hampir sebagian besar permasalahan daerah juga belum bisa diselesaikan.

"Yang perlu kita dorong ke depan adalah bagaimana pemerintah daerah bisa menyerahkan urusan yang perlu dikaji oleh daerah dan masyarakatnya yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat kampung itu sendiri," katanya.

Sementara itu, Kepala Biro Pemerintahan Kampung Provinsi Papua, Helly Weror mengatakan, saat ini jumlah kampung di Papua sebanyak 4.105 kampung. Namun, dari jumlah itu sekitar 80 persen tidak memiliki kantor kampung sehingga kurang berjalan optimal.

"Dari jumlah kampung yang dimekarkan infrastruktur kampungnya belum berjalan baik, sehingga perlu dievaluasi kembali," katanya. (ALX/Z002)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011