Kendari (ANTARA) - Bukan pilihan untuk hidup di gubuk reyot yang nyaris roboh dan memberi rasa takut kala angin kencang menerpa. Tak ada pilihan, kecuali hanya sikap tabah menerima dan bertahan di tengah ketakutan.

Kisah tersebut pernah dialami seorang wanita paruh baya di Kota Kendari, Provinsi Sulawesi Tenggara, yang kini sudah bisa merasakan kebahagiaan setelah menerima kebaikan hati dari aparat kepolisian.

Senyum bahagia terpancar dari seorang wanita paruh baya bernama Wa Ode Maambe saat menyambut kedatangan empat orang tamu.

Sembari mempersilahkan masuk dan duduk, Wa Ode Maambe yang kini berusia 50 tahun menyapa dengan salam hangat. Tepat pukul 20.03 WITA, ia menceritakan kisah hidupnya saat bernaung di sebuah gubuk reyot yang membawanya pada kondisi jiwa tegang kala hujan tiba atau angin kencang.

Maambe yang kini duduk di sebuah sofa mengaku sebelum menempati rumah baru yang direnovasi jajaran Kepolisian Daerah Sulawesi Tenggara, ia bersama dua buah hati dengan sang suami La Ode Roise, yang kini almarhum, sempat hidup dengan penuh ketakutan di sebuah rumah berukuran 5x6 meter yang sudah tak layak huni.

Ketika malam tiba, seharusnya waktu untuk beristirahat dengan tenang, memulihkan ketegangan otot-otot dan lelahnya otak dari kesibukan sehari-hari. Namun sayang, kala itu tak bisa ia rasakan bersama sang suami dan dua buah hati lantaran selalu siaga dan berjaga mengantisipasi jika angin kencang menerpa.

"Dulu sebelum dibangunkan rumah sama polisi, rumah lama itu kondisinya sudah bocor, dindingnya dimakan rayap, sudah lapuk, lantainya semen, tapi sudah picah-picah. Atapnya seng, tapi dapurnya atap rumbia," ucap dia, bercerita kepada ANTARA, mengenang masa pilu.

Mengingat-ingat masa kelam hidup di gubuk reyot, Wa Ode Maambe mengaku ketika hujan turun, ia terpaksa tidur di depan ruang tamu. Rumah berdinding papan yang lapuk, memudahkan angin menyusup melalui sela dinding.

Kedinginan menyelimuti ia dan keluarga kecilnya. Atap yang seharusnya melindungi jika hujan pun, malah membiarkan air masuk karena mengalami kebocoran dimana-mana.

"Dulu kalau hujan tidur tidak nyenyak, kaya ketakutan, bahkan kalau datang angin saya langsung keluar, takut nanti roboh rumah yang lama itu," ucap Maambe.

Maambe pun mengaku semakin terpuruk kala ditinggal sang suami pada awal Februari 2021. Tak banyak yang bisa ia lakukan, kecuali hanya menerima takdir Yang Kuasa. Wanita paruh baya ini terus menjalani hidup sebagai seorang buruh pabrik roti dengan upah Rp25.000 per hari.

Cerita itu, kini menjadi masa lalu yang akan mendorong wanita berhijab dengan dua anak itu untuk selalu tegar menghadapi segala cobaan hidup.

Kisah pilu di rumah lama, telah diputus atas kebaikan hati jajaran kepolisian yang bertugas di Polda Sulawesi Tenggara. Kini tak ada lagi kedinginan yang dirasakan Wa Ode Maambe dan keluarga saat malan hari

Diiringi senyuman, ia mengaku bahagia mendapat bantuan langsung dari aparat kepolisian. Sebuah rumah yang dulunya reyot, berselimut dengan dingin, kini berubah menjadi tempat nyaman. Angin yang dulunya menyelinap di malan hari, kini tak ada jalan masuk lagi.

"Saya merasa senang, bahagia, bersyukur, semoga amal kebaikan para polisi, kapolsek, kapolres, kapolda, orang yang membantu, dibalas kebaikannya oleh Allah SWT," ucap Maambe, sembari mengucapkan Aamiin.

Wanita kelahiran Kabupaten Muna, 50 tahun silam ini, kini tak lagi bekerja sebagai buruh pabrik roti, melainkan sebagai pembantu rumah tangga. Meski begitu ia mengaku bersyukur karena rumahnya telah direnovasi, sehingga tak akan lagi berjaga ketika hujan dan angin kencang.

Senyuman lebar terlihat di wajah Nenek Maambe, menandakan dirinya sudah bahagia karena angin tidak lagi menyelimuti ia dan keluarga kecilnya, setelah 11 tahun lebih dia hidup di rumah tidak layak.

Berkali-kali ia menyampaikan terima kasih banyak kepada polisi yang telah berusaha bersama-sama membangun rumahnya, kemudian dilengkapi dengan semua keperluan isi rumah.

Nenek Maambe memiliki dua orang anak, yakni satu laki-laki berusia 20 tahun telah tamat SMA dan satu perempuan yang masih duduk di bangku kelas dua di SMAN 7 Kendari.

Usai suaminya meninggal, Nenek Maambe harus menghidupi kedua anaknya. Ia sempat bekerja sebagai buruh roti, namun karena pendapatan yang kurang ia pun berhenti dan bekerja sebagai asisten rumah tangga di Kelurahan Anduonohu, Kecamatan Poasia.

Dirinya berangkat kerja pada pukul 06.30 WITA, pulang pukul 17.00 WITA dan tiba di rumah sekitar pukul 18.30 WITA.

Baginya pekerjaan apapun ia lakoni selagi itu halal demi menghidupi anak-anak tercinta. Kalimat itu pun menjadi akhir perbincangan di malam yang sunyi. Waktu pun sudah menunjukkan pukul 21.00 WITA.​​​
 
Kondisi rumah Wa Ode Maambe pemilik rumah reyot di Kelurahan Lalodati, Kecamatan Mandonga, Kota Kendari, Sulawesi Tenggara sebelum direnovasi oleh Kepolisian Daerah Sulawesi Tenggara. (ANTARA/HO)

Bedah rumah

Sebagai bentuk kepedulian terhadap kondisi rumah Wa Ode Maambe, Kepolisian Daerah Sulawesi Tenggara tergerak memberikan bantuan sosial bedah rumah yang bersumber dari swadaya alumni Akpol di jajaran Polda itu. Program itu diinisiasi oleh Kapolda Irjen Pol Teguh Pristiwanto.

Rumah Nenek Maambe berada di gang kecil di samping Kantor Kelurahan Lalodati, Kecamatan Mandonga, Kota Kendari, tepatnya di ujung Masjid Al-Halim, dulunya tak layak huni, dindingnya yang terbuat dari papan sudah tak utuh lagi karena lapuk dimakan usia.

Kini rumah reyot itu telah "disulap" menjadi rumah permanen yang setara dengan Tipe 36 jika di sebuah perumahan.

"Program ini merupakan bentuk simpati, terutama dari bapak kapolda, yang berinisiatif untuk meringankan beban Nenek Maambe dengan merenovasi rumahnya agar menjadi lebih layak, sehingga bisa nyaman," kata Kepala Bagian Binkar Ro SDM Polda Sultra AKBP Rio Tangkari.

Mantan Kapolres Baubau dengan hobi bulu tangkis ini mengaku selain membangun rumah, pihaknya juga melengkapi kebutuhan rumah, seperti tempat tidur, sofa dan lainnya.

Menurut lulusan Akpol tahun 1999 ini kehadiran polisi di tengah-tengah masyarakat harus menjadi bagian dari pemecah masalah atau menjadi solusi, sehingga ketika ada masyarakat yang membutuhkan kehadiran Polri, pihaknya siap mengambil bagian.

Pria kelahiran Lampung, 11 Maret 1978 dengan dua anak ini berharap adanya bedah rumah ini memberikan inspirasi bagi masyarakat, khususnya para penggiat sosial, bahwa di luar sana masih banyak yang membutuhkan uluran tangan.

Di tempat terpisah, Lurah Lalodati La Taabi menjelaskan bahwa Wa Ode Maambe merupakan warganya yang tinggal di RT 007, RW 003, dan merupakan warga kurang mampu.

Taabi sempat menyaksikan langsung bagaimana kondisi rumah Wa Ode Maambe sebelum direnovasi oleh tim Polda Sulawesi Tenggara.

"Kondisi rumah saat itu parah betul, pas masuk itu sudah dimakan rayap dindingnya, di atap itu mau rubuh, jadi bahaya," kata La Taabi dalam perbincangan dengan ANTARA.

Demi membantu warganya, La Taabi lalu menanyakan langsung status tanah yang ditempati Wa Ode Maambe saat itu.

Setelah mengetahui bahwa tanah tersebut bersertifikat atas nama Wa Ode Maambe sendiri, dirinya lalu gencar mencarikan bantuan bagi warganya hingga dibantu langsung oleh Polda Sultra.

Dia juga ikut membantu melengkapi berkas, sebelum dikirim ke polda. Dia bersyukur karena upaya tersebut membuahkan hasil dengan respons, Polda Sultra memberikan bantuan untuk renovasi rumah.

Berkat bantuan itu, Wa Ode Maambe bersama dua buah hatinya kini sudah hidup tenang, dengan menempati rumah layak dan memenuhi standar kenyamanan dan keselamatan.

 

Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2023