Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita 18 mobil terkait penyidian kasus dugaan tindak pidana korupsi pengurusan sengketa pemilihan kepala daerah di Mahkamah Konsistitusi (MK) dan tindak pidana pencucian uang dengan tersangka mantan ketua MK Akil Mochtar.

"Diinformasikan, bahwa penyidik telah melakukan penyitaan mobil berbagai merek sejak Kamis, 28 November malam sampai Jumat, 29 November tersangka AM (Akil Mochtar)," kata Juru Bicara KPK Johan Budi di Jakarta, Jumat.

Mobil-mobil tersebut menurut Johan disita secara bertahap yaitu pertama 16 unit kemudian menyusul 2 unit sehingga total 18 mobil yang sudah diamankan di kantor KPK.

"Akan menyusul 3 mobil lagi pada siang ini," tambah Johan.

Menurut Johan, mobil-mobil itu disita dari tiga tempat.

"Masing-masing di satu rumah di Cempaka Putih dan Depok serta di satu show room mobil di kawasan Puncak, Bogor, mobil-mobil itu diduga di antaranya dalam penguasaan dan milik Muchtar Effendi, salah satu saksi kasus AM," jelas Johan.

Muchtar Effendi diduga adalah penghubung antara Akil dan para calon pemimpin daerah di daerah Sumatera yang mengajukan perkara ke MK.

Kedelapan belas mobil tersebut adalah Daihatsu Zenia warna perak B 1367 PFW, Opel Blazer B 2674 LQ, Sedang Nissan warna perak B 2899 DH, Toyota Alphard warna perak B 1421 BF, Honda Civic B 1521 VEN, Toyota Harrier warna perak AD 9054 PH, Isuzu Pather warna biru B 2524 KQ, Toyota Avanza warna hitam B 1858 FKA, sedang Timor warna perak B 1276 LQ.

Selanjutnya Toyota Fortuner warna hitam KT 333 UA, Suzuki X-Roal warna perak B 1714 WFD, Mercedez warna putih B 8761 MG, Mercedez Kompresor C180 warna perak B 8205 YG, Toyota Yaris warna perak B 1971 SOQ, Daihatsu warna biru B 1782 FVJ, Mitshubisi warna perak B 1222 QT, mobil box B 9228 VV serta Mazda warna perak BG 1330 Z.

Akil sejak 26 Oktober disangkakan pasal pencucian uang berdasarkan pasal 3 Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Sebelumnya KPK sudah menerapkan pasal 12 huruf c atau pasal 6 ayat 2 Undang-undang No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU No 20 tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP tentang hakim yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili pada 3 Oktober 2013

Selanjutnya Akil juga disangkakan pasal 12 huruf B UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU No 20 tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP yang mengatur bahwa setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya pada 16 Oktober 2013.

Akil Mochtar menjadi tersangka penerima suap Pilkada kabupaten Gunung Mas dan Lebak serta kota Palembang bersama dengan lima tersangka lain sejak 3 Oktober.

Tersangka dugaan penerimaan suap dalam perkara pilkada kabupaten Gunung Mas bersama dengan Akiladalah anggota Komisi II dari fraksi Partai Golkar Chairun Nisa, sedangkan pemberi adalah Bupati Gunung Mas Hambit Bintih dan Cornelis Nalau dari pihak swasta dengan barang bukti uang senilai sekitar Rp3 miliar.

Sedangkan dalam kasus sengketa Pilkada Lebak, Akil Mochtar dan Susi Tur Handayani menjadi tersangka sebagai penerima suap, sementara Tubagus Chaery Wardhana dan kawan-kawan selaku pemberi suap, KPK juga menyita uang senilai Rp1 miliar di rumah orangtua Susi sebagai barang bukti.

Akil juga masih terjerat dugaan suap sengketa pemilihan walikota Palembang dan bupati Empat Lawang karena KPK mendapati uang Rp2,7 miliar di rumah Akil.***2*** (T.D017)





Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Desy Saputra
Copyright © ANTARA 2013