Yang bisa ditawarkan dari kegiatan wisata Pulau Bakut adalah, pengamatan prilaku Bekantan, ekosistem rawa dengan hutan mangrove-nya, dan yang tidak kalah menariknya ialah kegiatan Wildlife photography

Banjarmasin (ANTARA News)- Kelompok pecinta lingkungan Sahabat Bekantan Indonesia (SBI) meminta pemerintah Kabupaten Barito Kuala, Kalimantan Selatan, mengembangkan Pulau Bakut sebagai objek ekowisata Bekantan (Nasalis larvatus).

Permintaan tersebut disampaikan Ketua SBI Amalia Rezeki yang disampaikannya kepada wartawan di Banjarmasin, Rabu menyusul adanya kegiatan penanaman kembali pohon rambai padi sebagai habitat Bekantan di Pulau Bakut atau wilayah yang berdekatan dengan Kota Banjarmasin tersebut.

Ia menjelaskan, Pulau Bakut salah satu habitat Bekantan di Kalimantan Selatan dan sudah ditetapkan sebagai kawasan Taman Wisata Alam yang berbasiskan konservasi Bekantan sesuai SK Menteri Kehutanan RI Nomor 140/Kpts-II/2003 tanggal 21 April 2003.

Oleh sebab itu, di pulau seluas 18.70 hektare ini terletak di tengah-tengah Sungai Barito, termasuk wilayah administrasi Kabupaten Barito Kuala, merupakan habitat satwa kera hidung besar itu.

Bekantan salah satu primata terunik di dunia, adalah sebuah potensi yang semestinya dapat digali menjadi industri ekowisata alam, khususnya yang berbasis konservasi Bekantan. Seperti yang saat ini dikembangkan negeri jiran Serawak dan Brunai Darusalam, bahkan negara Singapura.

Ketiga negara tersebut menjadikan Bekantan sebagai ikon kunjungan wisatanya. Padahal Kalimatan Selatan memiliki potensi yang lebih kuat daripada mereka dalam hal ekowisata Bekantan.

Kalsel memiliki lebih banyak lokasi habitat dan populasi Bekantan, yang masih bisa digali dan dioptimalkan menjadi kawasan ekowisata alam tutur Amalia Rezeki.

Seperti halnya kawasan wisata alam, Pulau Bakut yang belum dikelola secara optimal, baik dari pemerintah pusat dalam hal ini Kementrian Lingkungan dan Kehutanan, melalui Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Selatan, maupun pemerintah daerah sendiri.

Mengingat Pulau Bakut memiliki potensi sebagai kawasan ekowisata yang cukup bagus, selain dari keberadaan Bekantan yang sudah cukup dikenal di dunia, di pulau ini terdapat sekitar 31 macam jenis burung serta reptil.

Reptil yang ada seperti biawak (Veranus salvatore), Ular sanca (Phyton reticulatus), bahkan dulu pernah terdeteksi adanya buaya muara (Crocodillus porasus) dan yang tak kalah menariknya adalah ekosistem hutan mangrove dengan tumbuhan rambai (Soneratia caseolaris), Jingah (Gluta renghas).

Ia menambahkan, yang tidak kalah menariknya lagi dari sisi pariwisata, pulau Bakut juga menyajikan gambaran kehidupan masyarakat Suku Banjar dengan budaya sungainya.

Tidak jauh dari pulau ini terdapat lokasi pasar terapung yang sudah terkenal dimanca negara dan pulau kembang yang dihuni kerajaan kera (Macaca fascicularis) serta jika sore terdapat matahari terbenam (sunset) yang sangat cantik menghiasi langit di atas pulau Bakut.

Belum lagi keberadaan Jembatan Barito yang membentang membelah pulau ini, karena itulah SBI meminta kepada pemerintah, baik pusat maupun daerah agar dapat mengoptimalkan potensi Pulau Bakut, sebagai kawasan wisata alam berbasiskan konservasi Bekantan.

Di pulau ini hendaknya dibangun berbagai fasilatas penunjangnya, seperti kantor pengolala sebagai pusat informasi, trap dan shelter atau menara pantau, lanjut Amalia Rezeki.

Pengembangan pembangunan ekowisata dengan objek Bekantan, merupakan upaya strategis dalam menggalang dukungan masyarakat, sekaligus menambah penghasilan masyarakat dan pendapatan daerah kabupaten Barito Kuala dan provinsi Kalimantan Selatan.

"Yang bisa ditawarkan dari kegiatan wisata Pulau Bakut adalah, pengamatan prilaku Bekantan, ekosistem rawa dengan hutan mangrove-nya, dan yang tidak kalah menariknya ialah kegiatan Wildlife photography yang saat ini banyak digandrungi wisatawan asing," jelas Amalia didampingi Ferri Husien pemerhati konservasi primata endemik Borneo yang juga fotografer Wildlife Biodiversitas Indonesia.



Pewarta: Hasan Zainuddin
Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2015