Jakarta (ANTARA News) - Kelir persegi panjang berukuran sekitar 1 x 2 meter ditemani dua kelir oval di kanan-kiri yang lebih kecil, masih kosong, belum memproyeksikan apa pun.

Aktor teater Gunawan Maryanto menjelaskan, sebelum wayang dimulai, sebaiknya berdoa dulu agar diberi keselamatan. Ia pun berdoa di depan kelir yang memproyeksikan pohon benda, pohon keramat di Desa Karang Mubal, latar dalam lakon "Dimiscall Leluhur".

Wayang pun dimulai, mengisahkan orang tua yang mengkhawatirkan anak perempuannya yang kerjanya hanya mengurung diri di kamar, bersosial media dengan komputer jinjing.

Jangan bayangkan bentuk tradisional wayang kulit Jawa dengan segala lekuknya meski pun pertunjukan menggunakan kelir sehingga penonton melihat bayangan wayang yang menari-nari ditingkahi warna-warni lampu proyektor.

Ditangan seniman visual Eko Nugroho, bentuk tokoh wayang mengalami interpretasi bebas. Ibu berkepala kotak, sedangkan Ayah berperawakan manusia namun berkepala lebar seperti tokoh dalam wayang kulit Jawa.

Wayang ala Wayang Bocor juga berbentuk televisi, meja, kursi, untuk memberi gambaran latar cerita.

Punakawan beradaptasi dengan adegan ronda menjaga keamanan. Wayang Petruk memegang gelas saat sedang mengobrol di pos ronda dengan Bagong dan Gareng.

"Kamu enak.. Saya dibikin cuma pegang mendoan ini, seret lho," kata Gareng.

Wayang Bocor yang dibentuk Eko Nugroho pada 2008 silam memberi ruang pada seniman yang bergabung di dalamnya untuk menuangkan disiplin ilmu mereka, mulai dari wayang, musik hingga seni peran.

"Metode gado-gado," kata Eko usai penampilan di Galeri Indonesia Kaya, Sabtu.

Perpaduan wayang dengan ketoprak misalnya dengan kemunculan tokoh dalam bentuk wayang menjadi orang.

Pun tidak hanya wayang yang tampil di balik kelir, Wayang Bocor juga memainkan siluet orang berakting.

Eko mencampur berbagai elemen seni tradisi ke dalam bentuk baru sebagai cara untuk melestarikan sekaligus mengemasnya kembali agar dapat menarik generasi muda.

"Wayang pakem ditinggalkan generasi muda. Memang (wayang tradisional) lama, mungkin dianggap membosankan," kata Eko.

Wayang kontemporer ini menyajikan cerita yang diangkat dari isu yang dibahas masyarakat sehari-hari, dalam lakon kali ini misalnya perilaki kaum muda yang begitu menggemari media sosial.

Meski bercerita masa kini, Eko tetap mempertahankan pakem dalam wayang kulit yaitu hanya mempertontonkan bayangan, dalang berada di balik kelir.

"Bayangan bisa memberi nilai visual yang sangat kuat," kata Eko.

Ia menjelaskan mulanya rakyat biasa menonton bayangan yang diproyeksikan ke kelir, hanya raja yang dapat menonton wayang dari balik kelir.

Ia juga menggunakan pakem dalam pertunjukan wayang orang, ada babak bagi Punakawan sebelum masuk kembali ke jalan cerita.

Wayang Bocor memasukan unsur ketoprak melalui lawakan dan interaksi pemain dengan penonton.

Sesuai dengan namanya "bocor", ia ingin mengemas pertunjukan secara cair dengan menggabungkan berbagai unsur kesenian.

Kelir pun, lanjut Eko yang pernah berkolaborasi dengan Louis Vuitton, bisa berbentuk setengah lingkaran bahkan segitiga.

Berbagai material dipakainya untuk membuat wayang, kulit hingga kain kasa.

Alih-alih dalang, Wayang Bocor menggunakan beberapa pengisi suara ketika memainkan wayang.

Hingga kini, Wayang Bocor tampil keliling di beberapa daerah Pulau Jawa, kebanyakan Yogyakarta.

Eko sendiri pernah memberi lokakarya wayang di Prancis pada 2009, mengangkat tema yang berkembang di anak muda di daerah tersebut.

Ia juga berkolaborasi dengan pemain boneka guignol dalam pertunjukannya di sana.

Pewarta: Natisha Andarningtyas
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2015