Jakarta (ANTARA News) - Wakil Ketua Badan Anggaran DPR, Said Abdullah memberi apresiasi atas upaya pemerintah mengajukan Rancangan Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (RAPBNP) 2016 ke DPR meskipun terlihat sangat berhati-hati dalam menyampaikan asumsi makronya.

"Sikap kehati-hatian pemerintah tercermin dari asumsi harga minyak mentah Indonesia (ICP) yang dipatok sebesar 35 dolar AS per barrel," katanya dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Senin.

Padahal menurut dia, pada Mei 2016, harga ICP mengalami kenaikan cukup tinggi, yakni 7,48 dolar AS per barel, dibandingkan posisi April 2016.

Dia mengatakan, ICP pada April 2016 masih berada pada angka 37,2 dolar AS per barel, tapi Mei 2016 melompat menjdi 44,68 dolar AS per barel.

"Seharusnya dari asumsi makro APBN induk 50 dolar AS per barrel maka dalam APBNP 2016 pemerintah berani mematok asumsi 40 dolar AS per barrel. Karena harga minyak saat ini sudah bergerak diatas 50 dolar AS per barrel," ujarnya.

Selain itu Said juga melihat defisit pembiayaan yang berubah dari APBN induk 2016 sebesar Rp372,17 triliun (2,15 persen PDB) menjadi Rp313,34 triliun (2,48 persen PDB).

Hal itu menurut dia artinya, dibutuhkan tambahan utang sekitar Rp40 triliun untuk menambal selisih kurang penerimaan tersebut.

"Wajar jika kemudian banyak pemotongan belanja kementerian/lembaga (K/L). Namun konsekuensinya, pengurangan pengangguran terbuka tidak akan tercapai jika belanja pemerintah sangat terbatas," katanya.

Hal itu menurut dia karena konsumsi pemerintah menjadi salah satu motor penggerak ekonomi nasional.

Dia menilai tentu saja pemotongan ini akan berakibat beratnya mencapai pertumbuhan ekonomi 5,3 persen dan tidak akan tercapainya target pengurangan tingkat kemiskinan menjadi 9-10 persen dari yang ditetapkan.

"Sejauh ini total utang pemerintah mencapai 151,31 Miliar dolar AS atau setara 27 persen terhadap PDB. Angka ini mengalami kenaikan dari tahan sebelumnya 2016 sebesar 26,8 persen terhadap PDB," katanya.

Sementara itu menurut dia, total hutang swasta posisi saat ini 164.67 miliar dolar AS atau total hutang luar negeri Indonesia 315.98 dolar AS. Menurut dia jika diakumulasikan maka total utang pemerintah dan swasta 36,5 persen terhadap PDB atau masih sangat aman dan tidak menghawatirkan.

"Oleh karenanya, jika pemerintah ingin aman dan konsisten untuk mencapai pertumbuhan 5,3 persen tahun ini maka pemerintah harus berani menaikkan defisit hingga 2,8 persen," ujarnya.

Hal itu menurut dia, sebab hanya dengan ruang fiskal yang relatif melebar bisa memacu gerak perekonomian domestik yang sedang lesu dan pemerintah tidak bisa lagi mengharapkan dari sisi kebijakan moneter yang sangat terbatas dan kurang efektif.

Dia menjelaskan, kuartal pertama tahun ini, pertumbuhan ekonomi mencapai 4,92 persen maka masih ada waktu dengan dua instrumen tadi untuk mencapai pertumbuhan 5,3 persen yaitu harga minyak ICP 40 dolar AS per barrel.

"Dan menaikkan defisit karena sesuai UU maksimal defisit ditentukan sangat prudent yaitu 3 persen terhadap PDB," katanya.

Dia menginginkan adanya efektivitas dan efisiensi anggaran yang tepat sasaran karena penggunaan anggaran tepat sasaran dan bisa mendukung Program Nawacita sebagai implementasi gagasan Trisakti Bung Karno.

Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2016