Dalam kurun waktu Maret 2016 hingga Juni 2016, pelaku mengaku telah memproduksi 11 ribu bungkus `Bikini` sncak yang diedarkan melalui sistem online
Bandung (ANTARA News) - Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) Bandung berhasil mengungkap produsen makanan ringan dengan merek yang dianggap tidak senonoh "Bikini atau Bihun Kekinian" yang dipasarkan melalui toko jual beli dalam jaringan/online.

"Pada Sabtu dini hari tadi, sekitar pukul 00.15 WIB, petugas BBPOM Bandung didampingi petugas polsek dan koramil melakukan penggerebekan di tempat produksi Bikini snack yang sempat menjadi viral di media sosial, di kawasan Sawangan, Depok," kata Kepala BBPOM Bandung Abdul Rahim, dalam jumpa pers, di Bandung, Sabtu.

Ia mengatakan produsen makanan ringan "Bikini" tersebut diketahui seorang perempuan berinisial TW dan sudah menjalankan usaha industri rumah tangga tersebut sejak Maret 2016.

"Untuk mengungkap produsen ini, kami sudah tiga hari melakukan penelurusan seperti dari akun instragram yang bersangkutan dan info-info, termasuk ikut juga memesannya," kata dia.

Dari hasil penggerebekan di rumah produsen makanan ringan tersebut, kata Abdul, pihaknya menyita barang bukti berupa produk jadi "Bikini" sebanyak 144 bungkus, kemasan primer sebanyak 3.900 lembar, bumbu-bumbu 15 bungkus, bihun (bahan baku) sebanyak 40 bungkus, peralatan produksi seperti kompor, wajan dan alat perekat kemasan.

"Dalam kurun waktu Maret 2016 hingga Juni 2016, pelaku mengaku telah memproduksi 11 ribu bungkus Bikini sncak yang diedarkan melalui sistem online," kata dia.

Menurut dia, saat ini BBPOM Bandung tidak menahan produsen makanan ringan dan masih berada di kediamannya di kawasan Sawangan, Depok, Jawa Barat.

Lebih lanjut ia mengatakan produsen makanan ringan tersebut tidak memiliki izin edar dari BPOM sehingga jika menyalahi aturan tersebut maka bisa dijerat dengan hukuman maksimal penjara dua tahun atau denda paling banyak Rp4 miliar.

"Semua makanan kan harus terdaftar, dengan terdaftar maka itu sudah melalui proses penilaian keamanan dan mutunya. Ketika tidak terdaftar maka kita tidak tahu mutunya atau apakah ada bahan kimia berbahaya atau tidak," kata dia.

Pewarta: Ajat Sudrajat
Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2016