Jakarta (ANTARA News) - Ada banyak cara untuk menyatakan negara hadir di tiap jengkal wilayah Indonesia. Pada 17 Agustus lalu, Satuan Tugas Pengamanan Perbatasan Indonesia-Papua New Guinea Markas Besar TNI yang juga Batalion Infantri 407/Padmakusuma, menggelar upacara pengibaran bendera Merah Putih di garis perbatasan negara itu. 




Tempat yang dipilih adalah Dusun Yakyu, wilayah terisolasi dengan 85 jiwa penghuninya, yang termasuk Distrik Sota Merauke. Kalau dilihat di peta, lokasinya hampir di ujung selatan Papua, dekat Merauke. 




Lokasinya cuma sekitar 1.000 meter dari garis perbatasan resmi perbatasan negara dan ditempuh memakai perahu bermotor melintasi sungai dan rawa. 




“Dusun ini baru berusia enam tahun. Pos TNI ditempatkan setelah terjadi insiden penurunan bendera Merah Putih di depan gereja masyarakat Yakyu oleh personel militer sebelah, di titik koordinat topografi 0080 4740, pada 7 Agustus 2015. Karena itulah kami memilih upacara Kemerdekaan Indonesia kali ini di sini,” kata Komandan Batalion Infantri 407/Padmanegara, Letnan Kolonel Infantri Abi Kusnanto, dari Merauke, Kamis. 




Yang cukup unik, “pasukan pengibar bendera pusaka” yang ditunjuk adalah putera-putera asli setempat yang dilatih untuk mengibarkan bendera Merah Putih laiknya rekan-rekan mereka di kota-kota besar. 




Dari video yang dibagi, mereka fasih melaksanakan tugasnya, dengan sang komandan batalion infantri menjadi inspektur upacaranya. Masyarakat peserta upacara juga serius dan takzim dalam mengikuti upacara pengibaran Merah Putih itu. 




Ketiga pengibar bendera Merah Putih juga tampil dengan pakaian adat mereka, dan hiasan-hiasan yang menggambarkan kebesaran adat-istiadat mereka. “Inilah pertama kalinya upacara pengibaran bendera Merah Putih dilaksanakan sejak 71 tahun lalu,” kata dia. 




“Kami ditempatkan di 17 pos pengamanan perbatasan negara, mulai dari Pos Makadi sampai Pos Kondo, pada garis perbatasan sepanjang 25 km terbentang dari pantai selatan Kondo ke utara Distrik Elikobel,” kata Kusnanto. 




Bagian wilayah Merauke yang mereka jaga, kata dia, merupakan dataran rendah yang cukup luas. “Tidak terdapat pegunungan sehingga terdapat banyak sungai-sungai yang dikelilingi rawa yang cukup luas. Sebagian sungai mengalir dari wilayah PNG menuju merauke dan bermuara di Laut Arafuru, di antaranya Kali Maro, Kali Wanggo, Kali Barki,” kata dia. 

 

Pada upacara pengibaran bendera Merah Putih itu, masyarakat Dusun Yakyu sangat antusias mengikuti rangkaian kegiatan yang baru pertama kali dilaksanakan semenjak mereka berada di sana dengan menggunakan pakaian adat dan mengenakan asesoris tradisional. 




Dalam rangkaian upacara, masayarakat Dusun Yakyu dipimpin tokoh masyarakat setempat, Raili Maewa. Mereka mengucapkan Ikrar Merah Putih yang diucapkan dengan penuh kekhidmatan. Inilah ikrar yang meneguhkan keberadaan mereka dalam rumah besar bernama Republik Indonesia, bersama saudara-saudaranya yang lain. 




Setelah pelaksanaan upacara dilanjutkan acara perlombaan untuk memeriahkan hari kemerdekaan RI berupa balap karung, membawa kelereng dengan sendok, bola voli, dan lomba panah tradisional yang biasa digunakan oleh masyarakat untuk berburu. 




“Marilah kita semua mengisi kemerdekaan dengan penuh semangat dalam bekerja demi kemajuan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Juga agar kita semua meneguhkan nasionalisme dan patriotisme dalam menjaga keutuhan NKRI karena setiap warga negara berhak dan wajib mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia,” kata Kusnanto. 




Seusai upacara, kegembiraan khas 17 Agustusan diluncurkan. Lomba balap karung, makan kerupuk, lari kelereng, dan lain-lain. Tidak lupa lomba panah tradisional, sebagai kekayaan budaya setempat. 




Upacara pengibaran bendera Merah Putih ini digelar, kata dia, sebagai wujud komitmen TNI dalam menjaga  dan mempertahankan wilayah Indonesia dari segala bentuk ancaman, dan untuk menjawab aksi penurunan bendera yang telah dilakukan tentara PNG pada Agustus tahun lalu. 




Bahwa wilayah Dusun Yakyu merupakan bagian dari wilayah Republik Indonesia.




Pewarta: Ade P Marboen
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2016